PERAYAAN MEMBAHARUI IMAN


Bacaan Ulangan 16:1-6

Setiap perayaan agama memiliki nilai-nilai penting bagi pemeluk agama itu sendiri. Tetapi, lambat laun perayaan-perayaan agama itu sudah menjadi sebuah tradisi atau formalitas belaka. Dewasa ini perayaan-perayaan agama lebih mengarah kepada materialisme dan konsumerisme daripada nilai-nilai spiritualnya. Bagi GPIB, bulan juni adalah Bulan Pelayanan dan Kesaksian (PelKes). Perayaan Bulan Pelayanan dan Kesaksian tidak cukup hanya diwujudkan melalui ibadah atau pergi ke Pos-Pos Pelayanan dengan membawa berbagai bantuan. Perayaan Bulan pelayanan dan kesaksian ini juga harus diwujudkan dilingkungan di mana kita berada. Pelayanan dan Kesaksian itu tidak hanya dibutuhkan di desa-desa, tetapi di kota juga membutuhkan Pelayanan dan Kesaksian kita melalui perilaku kita yang berkeadilan bagi semua orang, bagi keluarga, persekutuan dan masyarakat di mana kita berada.
            Perayaan-perayaan agama bagi umat Israel sangat berarti bagi pembaruan iman umat. Itulah sebabnya, Allah memerintahkan umat Israel untuk senantiasa merayakan perayaan agama. Tiap perayaan memiliki keunikan dan maknanya masing-masing, namun dengan tujuan yang sama, yaitu agar umat menyadari semua Kasih dan Kebaikan Tuhan dan hidup sesuai dengan perintah Tuhan. Khususnya perayaan Paskah bermaksud untuk mengingatkan kembali peristiwa keluaran dari Mesir. Dalam perayaan ini umat harus melakukan kegiatan-kegiatan ritual seperti mempersembahkan korban hewan, sebagai tindakan simbolis dari penyerahan diri umat kepada Allah Israel satu-satunya. Uniknya, kegiatan ini harus dilakukan di tempat yang dipilih Allah. Pemusatan ibadah di tempat yang dipilih Allah ini bertujuan agar umat tidak memiliki hati dan sikap  bercabang. Melalui merayakan Paskah itu hati, pikiran dan jiwa umat ditujukan kepada Allah saja yang telah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Umat diingatkan untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan jalan Tuhan, sesuai dengan berbagai ketetapan, peraturan dan hukum yang relevan pada waktu itu.
            Dari firman Tuhan ini jelas bagi kita bahwa setiap perayaan yang kita rayakan, ulang tahun, ulang tahun perkawinan, ulang tahun Gereja, hari-hari raya Gerejawi, dan seterusnya harus mendatangkan makna iman, iman kita terus dibaharui. Jika tidak demikian, maka perayaan-perayaan yang kita rayakan akan habis begitu saja. Pada umumnya, ketika sedang merayakan sebuah perayaan, sukacita, kebahagiaan, damai sejahtera kita alami. Tetapi setelah perayaan itu berlalu kita kembali hidup seperti orang yang tidak memiliki pengharapan, tidak ada semangat untuk maju dan berkembang, tidak ada semangat membangun dan seterusnya.
            Kasih dan Kebaikan Tuhan tidak pernah jauh dari kehidupan orang yang percaya kepada Tuhan dan yang melakukan semua perintahNya. Ketaatan pada perintah dan ketetapan Tuhan bukan supaya Kasih dan Kebaikan Tuhan itu terus mengalir di dalam kehidupan orang percaya. Tetapi, karena Tuhan telah memberikan Kasih dan KebaikanNya, maka orang percaya itu mendengar dan melaksanakan semua perintah dan kehendak TUHAN. Wujudkanlah Kasih dan Kebaikan Tuhan itu, mulai dari orang-orang terdekat kita, yaitu keluarga. Bukankah kita semua menghendaki kehidupan keluarga yang bahagia, ada keadilan, ada damai sejahtera  dan ada sukacita? Kehidupan yang diwarnai dengan kebahagiaan bukanlah terletak pada harta milik, pangkat atau jabatan serta usaha manusia, tetapi dalam kehidupan yang mensyukuri Kasih dan Kebaikan Tuhan dalam kehidupan kita. Apa artinya sebuah kesuksesan, harta yang melimpah, jabatan yang dihormati tetapi tidak dapat menikmatinya dengan kebahagiaan?
            Dalam bulan Pelayanan dan Kesaksian ini, marilah kita selaku warga GPIB pertama-tama mensyukuri apa yang telah Tuhan berikan dalam kehidupan kita dan sesudah itu kita nyatakan dalam kehidupan bersama keluarga, jemaat maupun masyarakat. Dengan cara seperti itu, iman kita kepada Tuhan Yesus akan terus diperbaharui.

PEDULI KEPADA SESAMA


Bacaan Amsal 3 : 27 – 28

            Manusia tidak hidup seorang diri. Sejak semula manusia diciptakan dalam kebersamaan. Ia diberi pendamping yang sepadan dalam hubungan yang saling menopang dan saling menghargai. Selalu ada hubungan dengan orang lain, sesama, entah dalam rumah tangga, dengan tetangga, dalam kerja, dalam perjalanan dan pertemuan. Hubungan itu bisa antara orang tua dan anak, atasan dan bawahan, antara sahabat, antara pribumi dan orang asing, entah langsung berhadapan muka atau lewat komunikasi elektronik. Interaksi tidak dapat dihindari, suatu hubungan timbal balik.
            Ada selalu yang membutuhkan bantuan dan yang rela memberi bantuan. Sejak dini seseorang dibantu oleh orang tua, oleh pendidik dan pembina, dan dibekali pengalaman dalam hubungan dengan orang lain. Setinggi apa pun jabatan, seseorang tak akan dapat menjalankan tugasnya tanpa asistensi. Sekalipun orang bunuh diri, selalu ada penyebabnya yang berkaitan dengan orang lain. Orang tidak dapat menghindar dari relasi dengan sesama. Memang orang dapat mengasingkan diri, menyepi, karena kecewa atau putus asa, atau untuk tujuan spiritual, tetapi sekali kelak ia akan berhubungan lagi, bersosialisasi. Itu kodrat, bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Kristus sendiri datang, manjadi manusia (Yohanes 1:14) menjadi sesama, yang menyapa dan disapa.
            Kata ’salign’ muncul dalam hubungan timbal balik itu, seperti memberi dan menerima, permintaan dan penawaran, pertobatan dan pengampunan, kejahatan dan pembalasan atas hukuman, perbuatan baik dan pahala, kemurahan dan rasa syukur, produsen dan konsumen. Sebab akibat seperti itu terjadi pula dalam alam semesta : karena pencemaran yang semakin meningkat, terjadi iklim yang semakin memanas di seluruh dunia, sehinggaa gunung-gunung es di kutub mencair dan naiklah permukaan laut. Setiap segi terjalin dengan segi yang lain, dalam suatu keseimbangan yang menakjubkan. Dalam hubungan antar sesama keseimbangan itu pula terjadi, kata rasul Paulus (2 Korintus 8:13-15). Kita harus rela berbagi segala karunia yang diberikan Tuhan kepada Kita.Kita tergantung pada kemurahan Tuhan (Amsal 3:5-8).
            Memang setiap orang punya ’harga diri’ dan ’kepentingan’. Itu tak dapat disangkaal, sebagaimana ungkapan. ”Ini dadaku, mana dadamu!”, ucapan seorang pemimpin bangsa. Ada harga diri dan kebanggaan diri dalam ucapan itu, yang sekaligus menantang. Keakuan itu bisa begitu kental, entah dalam soal makanan, harta, kuasa, yang menutup segala kemungkinan peran orang lain. Orang bisa saja menyebutnya watak, namun sifat itu mengingkari hakekat hidup bersama. Amanat hidup itu ialah ’berbagi segala karunia Tuhan’, menjadi berkat, bukan laknat.
            Kedatangan Tuhan ke dalam dunia dalam wujud ’manusia’, karena kepedulianNYA kepada umat manusia (Yohanes 3:16), harus dapat dijadikan teladan dan dorongan bagi setiap insan beriman dalam hubungan dengan sesama.

DOA; sangat besar kuasanya

YESUS MEMBUATMU BERHARGA