MANUSIA CIPTAAN ALLAH

Materi Katekisasi 17
Pokok Bahasan : Ajaran Gereja GPIB
Sub Pokok Bahasan : Manusia Ciptaan Allah
Tujuan Pembelajaran Khusus : Agar peserta katekisasi dapat :
  1. Memiliki Pemahaman Iman yang benar kepada Allah berdasarkan Alkitab
  2. Percaya dan mengaku karya Allah dalam Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamat
  3. Menjadi warga gereja yang bertanggung-jawab dengan melaksanakan misi Kristus di tengah keluarga, gerejadan masyarakat serta ciptaan-Nya sebagai ciptaan Allah dan menghayatinya dalam kehidupan beriman.

 Manusia menurut Agama-Agama asli
Ada banyak pandangan tentang asal-usul manusia dalam berbagai suku dan agama di Indonesia mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling berbelit-belit. Salah satunya adalah pada suku bangsa Wemme di Seram Barat terdapat tradisi tentang Hainuwele. Seorang anak yang lahir dari darah bapaknya Amete, kotorannya berupa intan, batu permata, piring dan alat musik sehingga menimbulkan banyak orang yang iri padanya. Pada sebuah perayaan yang berlangsung sembilan malam Hainuwele dengan diiringi tarian dan nyanyian dimasukkan dalam liang dan dibunuh. Jenazahnya di gali Amete, dipotong-potong dan di tanam. Dari padanya timbul tetumbuhan baru seperti ubi, kacang, padi. Amete menunjukkan kedua tangan Hainuwele kepada Mulua Satene (Tuhan Raja) yang menyuruh semua orang berkumpul dan masuk gapura di mana tangan tadi diadili. Orang yang salah diubah menjadi babi, kijang, burung, ikan (binatang yang sebelumnya tidak ada) dan orang yang baik diangkat menjadi patilima dan patisiwa, nenek moyang para bangsawan di Seram. Seiring dengan mitos ini terdapat banyak lagi mitos dalam agama-agama asli Indonesia tentang asal-usul alam dan yang di dalamnya juga menceritakan asal-usul manusia.
Dalam agama-agama asli Indonesia, kita mendapati bahwa manusia hidupnya sangat bergantung dari alam dan apabila ia selaras dengan alam,maka hidupnya beres dan sebaliknya apabila tidak ada keselarasan maka hidupnya akan hancur. Keselarasan itu ditentukan dari praktek hidup di mana ia memahami dengan baik asal-usul dan susunan alam, tetapi manusia tetaplah penguasa dunia. Tetapi bagaimana asal-usul manusia dan keberadaannya, Alkitab menceritakannya secara berbeda.

Siapakah saya menurut Alkitab ?

Manusia yang diciptakan Allah dan tanggung-jawabnya
Manusia dalam catatan Alkitab, Kejadian 1:26 diciptakan oleh Allah Tritunggal ("...baiklah kita menjadikan manusia..") dan Alkitab memahami manusia secara utuh yaitu terdiri dari tubuh, roh dan jiwa (Kejadian 2:7 "...menghembuskan nafas hidup kedalam.....") itu berarti bahwa Allahlah yang memberikan kehidupan itu pada manusia, manusia bukanlah makhluk hidup tanpa salah satu unsur tersebut.

Manusia hidup: saling menghargai dan menghormati
Laki-laki maupun perempuan adalah ciptaan Allah yang hidup saling melengkapi dan menolong, sehingga setiap manusia wajib menghargai dan menghormati sesamanya. Alkitab menceritakan penciptaan manusia itu pada bagian pertama di Kejadian 1:26-28; 2:7 yang menggambarkan kemanusiaan manusia hanya dimengerti dalam hubungan dengan Allah sehingga di luar hubungan manusia dengan Allah kita tidak dapat memahami manusia sebagai ciptaan Allah (Homo Religius). Hubungan yang positif ini harus nampak dalam penghormatan kepada Allah.

Pada bagian kedua, di Kejadian 2: 15-25 penciptaan manusia dimaksudkan agar manusia menjalin hubungan yang positif dengan sesamanya dan sesama harus dilihat sebagai anugerah Allah (Homo Social). Sehingga ketika Allah yang menciptakan jenis kelamin lain yang berbeda dengan manusia ("isyh") memperkenalkan manusia perempuan ("isyah") kepadanya, maka manusia "menyambutnya" dengan positif (Kejadian 2:23). Sambutan ini merupakan respon terhadap anugerah Allah yang menghadirkan sesama tetapi juga kehangatan dalam "menyambut yang berbeda" dengan baik.

Dalam membangun hubungan dengan sesama ciptaan, manusia dipanggil untuk menyambut yang lain baik di tengah keluarga, gereja dan masyarakat sebagai anugerah yang Tuhan hadirkan untuk saling mengasihi dan memperlengkapi demi kebersamaan dan kesejahteraan sesama. Sehingga manusia Kristen terpanggil untuk bersikap adil terhadap sesamanya dimanapun ia dihadirkan Tuhan. Perilaku adil ini didasarkan pada kesadaran sebagai ciptaan manusia wajib memegang nilai-nilai etis tentang kesepadanan dan kesetaraan dan ini juga terwujud dalam relasi perkawinan: suami-istri dan relasi keluarga: orang tua-anak dan perempuan-laki-laki.

Manusia juga diciptakan Allah sebagai makluk yang berpikir (Homo Rationale), di mana sudah sejak penciptaannya manusia dianugerahi Allah akal budi. Istilah kese-rupa-an dan kese-gambar-an bukan hanya menunjuk pada hubungan cinta kasih dengan Allah tetapi juga secara tersirat mengandung pengertian, sama seperti Allah pribadi yang berpikir maka ia juga memberikan kedalam diri manusia akalbudi. Hal itulah yang menurut pemazmur terletak kehormatan dan kemuliaan manusia yang membedakan manusia dari ciptaan Allah yang lain. Akal budi merupakan sebuah elemen dari hidup pemberian Allah. Dalam konteks ini manusia dalam menjalani hidupnya juga terpanggil untuk menggunakan akal budinya secara bertanggung-jawab : mengkaji, menganalisa sebelum mengambil kaputusan dan membuat langkah-langkah startegis.

Itu berarti manusia yang utuh adalah apabila ia membangun, membina dan memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan selaku penciptanya (hubungan vertikal), dengan sesama ciptaan (hubungan horizontal) tetapi sekaligus juga menggunakan akal budinya (berpikir dan mempertimbangkan sesuatu) dalam menjalani panggilan hidupnya.

Manusia yang bekerja : sebuah mandat yang disyukuri
Dalam tradisi reformasi, kerja dilihat sebagai ungkapan syukur atas "mandat" (kepercayaan dan tanggung jawab) yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia (Kejadian 1:28), sehingga kerja adalah bagian dari panggilan pelayanan kepada Allah (Filipi 2:12-16, Efesus 6:7) dan kewajiban untuk memuliakan Allah (Kolose 3:17). Sehingga manusia Kristen terpanggil untuk memiliki etos kerja yang baik karena dengan bekerja, manusia memiliki "peluang" untuk menyatakan tanggung-jawabnya untuk kepada Allah. Kerja di sini bukan hanya dalam lingkup gereja, tetapi juga di luar gereja. Ruang di manapun manusia melaksanakan tanggung-jawabnya adalah ladang pelayan yang harus digarap dengan sungguh-sungguh karena dilakukan untuk Tuhan bukan untuk manusia (Efesus 6:7).

Allah menciptakan manusia untuk tujuan yang mulia yakni keselamatan hidup semua ciptaan. Untuk maksud dan tujuan itu pula Allah memberikan "mandat" (kepercayaan dan tanggung jawab) kepada manusia agar manusia menatalayani (Yunani : Oikonomos, Inggris : stewardship) alam semesta. Manusia diberikan kebebasan untuk menatalayani alam semesta dalam batas-batas tanggung-jawab sesuai dengan Firman Allah (Kejadian 2:15-17). Dalam hal ini manusia bukan pemilik alam ini, manusia hanya bertugas untuk menatalaninya dan alam, sama dengan manusia adalah sama-sama ciptaan Allah sehingga tidak untuk disembah. Alam bukan musuh manusia, alam adalah sesama ciptaan, manusia dan alam dipanggil untuk saling mendukung. Kata "taklukkan" dan "berkuasalah" (Kejadian 1:28) menunjuk pada artikulasi positif, kedua kata tersebut menunjuk pada pengertian pemberdayaan sumber daya alam.

Demikian pula Allah menciptakan tubuh manusia itu sempurna tetapi kondisi ini tidak kemudian membuat orang mengambil posisi, menyembah atau sebaliknya merendahkannya. Manusia Kristen terpanggil untuk memanfaatkan tubuhnya sendiri secara proporsional. Pengkultusan pada tubuh manusia dapat menghantar orang pada "pengaguman" tubuh yang mengakibatkan manusia menempatkan diri pada posisi superior atas manusia yang lain. Pada sisi yang lain "penolakan" manusia terhadap tubuh yang Allah ciptakan juga dapat membuat manusia menyalahkan Allah sebagai pencipta dan sekaligus menyesali diri yang berkepanjangan.

Manusia yang menyalahgunakan kebebasan
Kebebasan adalah hak asasi manusia yang dikaruniakan Allah sejak penciptaan. Kebebasan adalah sesuatu yang melekat utuh pada manusia sejak penciptaan dan hal itu bukan karena status sosialnya. Secara sosial kebebasan manusia harus diatur di dalam norma masyarakat dan agama agar kebebasan dapat diberdayakan demi kepentingan bersama, manusia Kristen tidak pernah mengenal kebebasan tanpa batas, dalam hal ini kebebasan Kristen disebut kebebasan yang bertanggung-jawab. Bertanggung-jawab terhadap siapa? Terhadap Allah selaku pencipta, pemberi "mandat" dan terhadap sesama ciptaan yang dipercayakan Allah untuk dikelola. Tetapi dalam melaksanakan "mandat" Allah ini manusia seringkali gagal, karena menyalahgunakan kuasa dan tanggungjawabnya sehingga manusia jatuh dalam dosa dan kesalahan. "Mandat" dapat menjadi peluang untuk melaksanakan misi Allah tetapi sekaligus dapat menjadi "godaan besar" untuk mengeksploitasi sesama ciptaan bahkan menempatkan pencipta dalam posisi ciptaan dan sebaliknya, ciptaan dalam posisi pencipta.

Daftar Pustaka
  1.     Agama Asli Indonesia, Rachmat Subagya, Sinar Harapan, 1981
  2.     Dogmatika Masa Kini, Soedarmo, BPK Gunung Mulia
  3.     Intisari Iman Kristen, Harun Hadiwijono, BPK Gunung Mulia
  4.     Pemahaman Iman GPIB, Majelis Sinode GPIB, 2007
  5.     Teologi Perjanjian Lama, C. Barth, BPK Gunung Mulia, 1988


STRUKTUR PEMBAGIAN ALKITAB PL.

Materi 6
Pengantar
Mempelajari Struktur Perjanjian Lama menjadi sesuatu yang penting dalam pertumbuhan rohani peserta katekisasi sebabnya adalah dengan mempelajari struktur Alkitab peserta katekisasi dapat membaca Alkitab secara tepat dan mengenal Karya Keselamatan Allah dalam sejarah. Selain itu salah satu cara bertumbuh dalam iman adalah dengan membaca Alkitab. Namun, banyak remaja Kristen hanya membaca Alkitab dan jarang pertimbangan strukturnya. Sehingga hanya membaca layaknya buku biasa tanpa pahami konsep Alkitab. Dan hal ini tidak boleh terjadi pada kita.

Cobalah buka daftar isi Alkitab ! Kita akan menemukan dua rangkaian kata yang merupakan judul daftar kitab-kitab, yakni bagian pertama Perjanjian Lama dan bagian kedua Perjanjian baru. Apa yang dimaksud dengan kata Perjanjian? Kata perjanjian mengandung arti Janji, yang menyangkut dua pihak. Pihak pertamanya adalah Allah dan pihak kedua adalah umat-Nya. Allah yang pertama-tama melangkah mengadakan perjanjian, dan pihak kedua hanya menerima apa yang Allah janjikan dan ajukan sebagai syarat. Pihak kedua tidak mengajukan syarat apa-apa, karena ia tergantung sepenuhnya pada pihak pertama demi kelangsungan hidupnya dan masa depannya. Perjanjian dengan Allah itu terjadi sebelum Tuhan Yesus datang (Kejadian 17 : 1 -14Keluaran 20 : 1 -17Ulangan 5 : 1 - 22), supaya umat sadar bahwa mereka hanya boleh berhubungan dengan Allah yang telah memilih mereka dan telah mengadakan perjanjian dengan mereka serta menyelamatkan mereka. Namun kenyataannya umat dan pemimpin-pemimpin umat kerap kali melanggar perjanjian. Kesaksian Yeremia 31 : 31 dan 32 mengungkapkan keadaan yang tidak diharapkan itu. Dan saat itupun telah dibayangkan akan adanya suatu perjanjian yang baru. Sehubungan dengan hal itu Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa darah-Nya merupakan tanda perjanjian baru (Lukas 22 : 20, bandingkan I Korintus 11 : 25).Dengan demikian perjanjian yang diadakan sebelumnya dapat disebut Perjanjian yang Lama dan lewat darah Tuhan kita Yesus Kristus umat mengalami tanda Perjanjian yang baru. Ringkasnya dapat dikatakan, bahwa semua kitab yang menceritakan pengalaman umat Allah sebelum kedatangan Tuhan Yesus dikelompokkan dalam satu bagian yang disebut Perjanjian Lama, dan pengalaman-pengalaman umat yang baru sesudah kedatangan Tuhan Yesus dikumpulkan ke dalam bagian, yang disebut Perjanjian Baru. Penempatan keduanya tidak berarti kita dapat membaca kedua Perjanjian itu secara terpisah. Kedua-duanya berkaitan erat. Perjanjian Baru merupakan kelanjutan apa yang tertera dalam Perjanjian Lama, atau apa yang masih merupakan bayangan di Perjanjian Lama kelak terwujud di Perjanjian Baru.

SUSUNAN PERJANJIAN LAMA
Merupakan hal yang sangat penting bagi kita mengetahui susunan dalam mempelajari setiap buku. Demikian juga dalam Alkitab. Dalam hal ini perlu juga diketahui suatu istilah, yaitu " Kanon ", yang berarti "susunan kitab-kitab dalam Alkitab" atau "daftar isi Alkitab". Ada dua kanon Perjanjian Lama yang penting, yakni "Kanon Ibrani" dan "Kanon Yunani". Isinya sama, hanya susunan kitabnya berbeda. Susunannya adalah sebagi berikut :
KANON IBRANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA IBRANI "TENAK"
I. TAURAT (bahasa Ibrani : tora)
1.    Kejadian
2.    Keluaran
3.    Imamat
4.    Bilangan
5.    Ulangan

II. NABI-NABI (bahasa Ibrani : nevi"im)
1. Nabi-nabi yang dahulu
1.    Yosua
2.    Hakim-hakim
3.    Samuel
4.    Raja-raja
5.    Yesaya
6.    Yeremia
7.    Yehezkiel
2. Nabi-nabi yang kemudian (dua belas nabi)
1.    Hosea
2.    Yoel
3.    Amos
4.    Obaja
5.    Yunus
6.    Mikha
7.    Nahum,
8.    Habakuk
9.    Zefanya
10.  Hagai
11.  Zakharia
12.  Maleakhi

III. KITAB-KITAB (bahasa Ibrani : ketuvim)
1.    Mazmur
2.    Amsal
3.    Ayub
4.    Kidung Agung
5.    Rut
6.    Ratapan
7.    Pengkhotbah
8.    Ester
9.    Daniel
10.  Ezra-Nehemia
11.  Tawarikh

Daftar Kitab-kitab suci seperti terdapat dalam Alkitab Ibrani ditetapkan demikian oleh ahli-ahli Kitab Yahudi di Palestina menjelang tarikh Masehi. Sampai sekarang daftar ini dituruti oleh orang-orang Yahudi dan (dalam Perjanjian Lama) oleh gereja-gereja Reformasi, walaupun dengan perbedaan sedikit dalam tempat masing-masing kitab. Daftar di atas hanya memuat kitab-kitab yang memakai bahasa Ibrani (beberapa bagian memakai bahasa Aram yakni Ezra dan Nehemia), sehingga tidak terdapat yang dikarang dalam bahasa Yunani (atau hanya sampai kepada kita dalam terjemahan Yunaninya) dan tambahan-tambahan dalam bahasa Yunani pada kitab Ester dan Daniel. Dan kalau dihitung daftar kitab kitab yang ada dalam Alkitab kita berjumlah 66 Kitab ; 39 Kitab Perjanjian Lama dan 27 Kitab dalam Perjanjian Baru. Hal itu yang lazim digunakan di kalangan Gereja Protestan. Sedang Gereja Roma Katolik mengenal daftar yang lebih Panjang, karena ada tambahan 10 kitab lagi (kitab Deuterokanonika) yakni; Tobit, urutan Yudit, Tambahan-tambahan pada kitab Ester, Kebijaksanaan Salomo, Yesus bin Sirakh, Barukh, Surat dari nabi Yeremia, tambahan-tambahan dari kitab Daniel, kitab Makabe yang pertama dan Kitab Makabe yang ke dua. Dalam Kitab umat Katolik (LAI) menempatkan dalam daftar antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menjadi bagian yang kedua setelah Perjanjian Lama. Gereja Luteran juga mengenal daftar deuterokanonik itu, tetapi menempatkannya sesudah daftar kitab-kitab Perjanjian Baru. Sebabnya adalah karena Agama Yahudi dan gereja Protestan hanya menerima kitab-kitab dari Perjanjian Lama Ibrani sebagai Firman Allah, sedang gereja Katolik Romawi menerima juga beberapa kitab dari Septuaginta. Akibatnya, kitab-kitab Deuterokanonika dianggap sebagai buku bacaan saja oleh gereja Protestan, sedangkan oleh gereja Katolik Romawi diakui sebagai Kitab Suci. Daftar kitab-kitab ditetapkan pada suatu sidang para ahli dan rohaniawan dalam Synode Jamnia (100 sesudah Kristus) untuk daftar Perjanjian Lama dan untuk daftar Perjanjian Baru pada tahun 400 sesudah Kristus.

Sekarang kita lihat susunan Alkitab untuk Kanon Yunani atau Alkitab berbahasa Yunani dan juga dipakai untuk Alkitab dalam bahasa Indonesia. Dalam Kanon Yunani beberapa Alkitab yang terdiri atas lebih dari satu bagian dihitung sesuai dengan jumlah bagian tersebut, misalnya Kitab Samuel menjadi 1 Samuel dan 2 Samuel. Hal ini mengakibatkan jumlah kitab dalam kanon Yunani menjadi 39, yang dibagi atas empat kelompok sebagai berikut :
KANON YUNANI= SUSUNAN ALKITAB BAHASA YUNANI "SEPTUAGINTA"
KANON YUNANI = SUSUNAN ALKITAB BAHASA INDONESIA
1. TAURAT
1.    Kejadian
2.    Keluaran
3.    Imamat
4.    Bilangan
5.    Ulangan
2. SEJARAH
(a) Sejarah yang Pertama
1.    Yosua
2.    Rut
3.    Hakim-hakim
4.    1 Samuel
5.    2 Samuel
6.    1 Raja-raja
7.    2 Raja-raja
(b) Sejarah yang kedua
1.    1 Tawarikh
2.    2 Tawarikh
3.    Ezra
4.    Nehemia
5.    Ester
3. SASTRA
1.    Ayub
2.    Mazmur
3.    Amsal
4.    Pengkhotbah
5.    Kidung Agung
4. NUBUAT
(a) Nabi-nabi besar
1.    Yesaya
2.    Yeremia
3.    Ratapan
4.    Yehezkiel
5.    Daniel
b) Nabi-nabi kecil
1.    Hosea
2.    Yoel
3.    Amos
4.    Obaja
5.    Yunus
6.    Mikha
7.    Nahum
8.    Habakuk
9.    Zefanya
10.  Hagai
11.  Zakharia
12.  Maleakhi

Jika kita membandingkan kanon Ibrani dengan kanon Yunani, terlihat bahwa urutan kitab-kitab adalah sama dalam kedua kanon untuk kelompok kitab yang merupakan dasar Perjanjian lama, yakni "Taurat". Kitab-kitab yang lain disusun menjadi tiga kelompok, sesuai dengan jenis masing-masing kitab, yaitu sejarah, sastra dan nubuat. "Nabi-nabi yang terdahulu" sebenarnya mengandung lebih banyak sejarah dari pada nubuat, maka digolongkan sebagai sejarah. Sedangkan "nabi-nabi yang kemudian" kebanyakan terdiri atas nubuat-nubuat dan digolongkan dalam bagian terakhir sebagai nubuat. Kelompok "Kitab-kitab" dalam kanon Yunani dibagi menurut jenis masing-masing : Rut, Ester, Ezra, Nehemia dan Tawarikh berjenis Sejarah ; Mazmur, Amsal, Ayub, Kidung Agung dan Pengkhotbah dikumpulkan sebagai tulisan-tulisan sastra; dan Ratapan serta Daniel digolongkan sebagai kitab Nubuat.

Kanon Yunanilah yang dikenal orang Kristen pada umumnya, karena diikuti oleh Alkitab dalam bahasa Latin, Inggris, Indonesia dan hampir semua terjemahan Kristen. Dan kita dapat membayangkan Perjanjian Lama bagai sebuah perpustakaan kecil yang terdiri atas 39 Kitab pada rak sesuai pembagian kanon Yunani (Septuaginta). Membaca dan tekun serta teliti membaca kitab Perjanjian Lama akan membuat kita kagum bahkan terkagum-kagum pada Karya Keselamatan Allah bagi kita umat-Nya.
-----------------------------------------------
Daftar Kepustakaan :
  1. Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Terjemahan ini diterima dan diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia, Lembaga Alkitab Indonesia Jakarta 1999.
  2. Bahan Pelajaran Katekisasi Buku I dan II, GPIB, Majelis Sinode GPIB
  3. Materi Bina Penatua dan Diaken Periode 2007-2012, GPIB, Majelis Sinode GPIB
  4. David L.Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2008.
  5. Dr.J.Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2009
  6. Dr.C.Groenen OFM, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama, Penerbit Kanisius, 1979


KATEKISASI DAN PENEGUHAN SIDI DALAM KERANGKA PEMBINAAN WARGA GEREJA

Salah satu bentuk pelayanan yang penting dalam Gereja adalah pembinaan iman bagi warganya. Dan dari antara berbagai bentuk pembinaan gereja, salah satunya adalah Katekisasi.

Katekisasi merupakan bentuk pembinaan iman dalam gereja yang memiliki latar belakang sejarah sangat kuat dalam tradisi keagamaan orang Israel dalam Perjanjian Lama maupun dalam hidup Jemaat perdana di Perjanjian Baru (bandingkan materi pelajaran sebelumnya).
Katekisasi atau katekese berasal dari kata kerja dalam bahasa Yunani : Κατεχειν (baca : katekhein), yang berarti: memberitakan, memberitahukan, mengajar, memberi pengajaran. Dalam beberapa contoh yang ditampilkan dalam Perjanjian Baru, misalnya: Lukas 1 : 4; Kisah Para Rasul 18 : 25 ; 21 : 21, 24; Roma 2 : 17-18; 1 Korintus 14 : 19; Galatia 6 : 6; maka dapat disimpulkan bahwa arti kata katekhein lebih ditekankan pada mengajar bukan dalam arti intelektualistis tetapi lebih kepada arti praktis, yaitu mengajar atau membimbing seseorang, supaya ia melakukan apa yang diajarkan kepadanya. 1 Katekisasi yang berlangsung dalam gereja berarti adalah kegiatan pengajaran iman yang membimbing seseorang (atau beberapa orang) agar ia (atau mereka) melakukan apa yang diajarkan kepadanya. Katekisasi tidak semata-mata melakukan transfer pengetahuan tentang isi Alkitab (didache), melainkan lebih menekankan pada upaya menyampaikan pemahaman isi Alkitab dan penerapannya (katekese); katekisasi tidak bermuara pada upaya membentuk kemampuan intelektual tentang isi Alkitab tetapi ia bermuara pada pembentukan kemampuan praktikal dari peserta katekisasi sebagai penerapan dari isi Alkitab. Oleh karena itu, katekisasi yang dilakukan gereja adalah kegiatan pengajaran yang penting tentang iman juga merupakan pembentukan pengakuan iman dari peserta katekisasi. Katekisasi berpangkal dari Credo Gereja dan bermuara pada credo dari warga gereja. Dan GPIB sebagai Gereja juga memelihara dan meneruskan pola pendidikan dan pengajaran iman ini.

Dalam Persidangan Sinode GPIB XIV tahun 1986, melalui Ketetapan Persidangan Nomor VI, dinyatakan bahwa: "Katekisasi yang diajarkan oleh GPIB adalah salah satu mata rantai dari kegiatan Pembinaan Warga Gereja, suatu upaya mendidik dan memperlengkapi calon-calon Warga Sidi Jemaat untuk menghayati dan memberlakukan kehendak Allah Bapa dalam Yesus Kristus di berbagai bidang, segi dan tingkat kehidupan". Dengan demikian dapat dipahami bahwa: katekisasi adalah salah satu wadah Pembinaan Warga Gereja yang sangat strategis, karena melalui wadah ini warga gereja dilengkapi untuk mengenal dan percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus sehingga sanggup menghayati, mentaati dan melaksanakan imannya dalam keluarga, gereja dan masyarakat (Efesus 4 :12-13). Melalui katekisasi dasar-dasar iman Kristen diajarkan sehingga Warga Jemaat diperlengkapi untuk melaksanakan kehendak Allah oleh pimpinan Roh Kudus selama hidup di dunia. Sesuai Ketetapan PS XIV 1986 Kurikulum Katekisasi yang sudah ditetapkan harus merupakan penjabaran dari Pemahaman Iman GPIB. Melalui katekisasi warga gereja diharapkan memiliki Pemahaman Iman yang benar kepada Tuhan Yesus Kristus berdasarkan Alkitab dan sungguh sungguh percaya dan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, menjadi warga sidi Gereja yang bertanggung-jawab, memiliki pengetahuan Alkitab yang cukup dan pemahaman yang benar tentang Firman Allah sesuai Alkitab, siap dan terampil menjadi saksi Kristus di tengah-tengah pergumulan keluarga, masyarakat, bangsa dalam negara kesatuan dan dunia umumnya.

Akhir dari proses katekisasi, peserta katekisasi akan menerima Peneguhan Sidi atau Peneguhan atas Pengakuan Percaya mereka. R. J. Porter menjelaskan tentang Peneguhan Sidi sebagai berikut:

Peneguhan Sidi bukan Sakramen tapi berkaitan erat dengan sakramen- sakramen. Baptisan usia dewasa dilayankan bersama peneguhan sidi.Baptisan usia anak yang kemudian dilanjutkan dengan sidi, maka dalam hal ini peneguhan sidi adalah kesempatan untuk mengakui iman di hadapan jemaat sebagai pernyataan, bahwa janji orangtua telah ditepati dan sang anak percaya kepada Yesus Kristus. Melalui peneguhan sidi, seseorang diterima sebagai jemaat yang bertanggung jawab untuk mengambil bagian dalam pelayanan jemaat, dan diijinkan ikut dalam Perjamuan Kudus. 2)

Peneguhan Sidi memiliki relasi yang sangat kuat dengan katekisasi dan pembinaan warga gereja. Relasi dengan katekisasi, Peneguhan Sidi mempunyai makna bahwa proses pembinaan atau pengajaran iman yang dilakukan selama katekisasi telah selesai dan dapat dipertanggung jawabkan. Hal tersebut menjadi jelas karena di dalam Peneguhan Sidi, yang pertama adalah pernyataan pengakuan percaya dari peserta katekisasi di hadapan Allah dan jemaat-Nya. Dalam rumusan liturgis GPIB untuk Peneguhan Sidi, Tata Ibadah tahun 1978 dan 1982, calon Sidi baru akan dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti:
  1. Apakah dia mengaku percaya akan Allah Tritunggal yang Esa, mengaku bersedia untuk menjalankan panggilan dan pengutusannya di tengah Gereja dan bersedia hidup dalam Tuhan; dan,
  2. Apakah dia mengaku percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan bersedia hidup dipimpin Roh Kudus,
  3. Apakah dia percaya bahwa Alkitab adalah firman Tuhan yang berisi perjanjian-Nya yang membuatnya untuk menerima baptisan kudus, dan apakah dia mau membuang segala bentuk kepercayaan lain dan hidup sesuai kehendak Tuhan?

Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut, terangkum substansi dari katekisasi yaitu membimbing seseorang hingga pada pengakuan imannya secara pribadi.Yang kedua, relasi Peneguhan Sidi dengan pembinaan warga gereja maksudnya adalah dengan menerima peneguhan sidi, seseorang dianggap telah menerima pembinaan dan pengajaran iman sehingga ia menyatakan pengakuan dengan nyata nyata di hadapan saksi - saksi Allah ( yaitu : Jemaat dan para Pelayan Tuhan ); namun, hal itu bukanlah akhir dari pembinaan yang dijalaninya karena dengan pengakuannya, ia menyatakan janjinya untuk terlibat dalam seluruh kegiatan peribadahan, pembinaan dan pelayanan serta kesaksian. Katekisasi adalah mata rantai pembinaan warga gereja; itu berarti katekisasi tidak menghapus kegiatan pembinaan warga gereja secara kategorial atau pun kegiatan pembinaan lainnya. Katekisasi menjembatani kegiatan pembinaan yang berlangsung dari kategori Anak dan Teruna (PeLKaT PA dan PeLKaT PT) untuk memasuki pembinaan pelayanan kategorial (PeLKat) Pemuda atau Dewasa (PeLKaT GP, PeLKaT PW, PeLKaT PKB dan PeLKaT FP, PeLKaT PKLU). Peneguhan sidi adalah akhir dari satu tahapan pembinaan formal yaitu katekisasi dan juga awal dari keterlibatan seseorang dalam kegiatan pembinaan di tengah kehidupan gereja secara luas.

Dengan demikian, jelaslah bahwa Katekisasi dan Peneguhan Sidi merupakan satu kesatuan utuh sebagai salah satu mata rantai pembinaan yang ada dalam gereja. Katekisasi dan peneguhan sidi mempunyai makna penting karena di dalam dan sepanjang proses yang terjadi peserta katekisasi/ calon sidi dituntun untuk sampai pada pengakuan imannya, pernyataan janjinya kepada Allah dan jemaat yang diikuti dengan kesediaan dan kesetiaan untuk menjadi pribadi yang dewasa serta mau melaksanakan seluruh kehendak Allah dalam hidup pribadi, keluarga, gereja dan masyarakat.
--------------------------------------------------------------------------------------
Daftar Bacaan Buku :
  1. Majelis Sinode GPIB, Bahan Pelajaran Katekisasi Buku I, Jakarta: GPIB,
  2. Majelis Sinode GPIB, Bahan pelajaran Katekisasi Buku II, Jakarta: GPIB,
  3. J.L.Ch. Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi: Pedoman Guru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
  4. R.J. Porter, Katekisasi Masa Kini: upaya gereja membina muda-mudinya menjadi Kristen yang bertanggung jawab dan kreatif, Yayasan Komunikasi Bina Kasih / OMF, 2007 Jakarta:
  5. Pdt. S. Th. Kaihatu, Materi Sertifikasi Pengajar Katekisasi non Pendeta: Rangkuman Materi Katekisasi, (tidak diterbitkan).
  6. Yakob Papo, Memahami Katekese, Ende: Nusa Indah, 1987
  7. M. Sumarno DS, SJ. (ed.), Bunga Rampai Pendidikan Iman, Yogyakarta: Univ Sanata Dharma, 1995


PENGERTIAN SAKRAMEN DALAM GPIB

Materi Katekisasi  ke -19
Pokok Bahasan : Ajaran Gereja GPIB
Sub Pokok Bahasan : Pengertian Sakramen dalam GPIB
Tujuan Pembelajaran Khusus :
Mengetahui tentang arti Sakramen dalam Gereja
  1. Memahami Sakramen yang merupakan alat karunia penyataan kasih Allah
  2. Menghayati akan pentingnya sakramen

APA ITU SAKRAMEN
Kata sakramen tidak diambil dari Alkitab, melainkan dari adat istiadat Roma, yaitu berasal dari kata sacramentum (Latin). Kata itu memiliki dua arti, pertama, sumpah prajurit, yaitu sumpah setia yang harus diucapkan oleh sesorang. Ketika ia diangkat menjadi prajurit. Kedua, uang jaminan yang harus disetor dan diletakkan di kuil oleh dua orang atau dua golongan yang sedang berperkara. Siapa yang kalah dalam perkara akan kehilangan uangnya. Uang jaminan itu disebut sacramentum (yang dijabarkan dari kata sacer = kudus), juga mengandung arti perbuatan atau perkara yang kudus, yang rahasia, yang berhubungan dengan para dewa. Kata sacramentum tersebut dipopulerkan oleh Tertullianus (sekitar tahun 200) menjadi istilah teologi, yang kemudian dipandang sebagai terjemahan dari kata mysterion (Yunani), yang mencakup segala sesuatu yang telah dibuat Allah dengan pengantara Kristus demi keselamatan manusia. Oleh karena keselamatan itu disampaikan kepada orang beriman dalam ibadah, maka beberapa upacara ibadah itu disebut sacramentum. Barulah kemudian pada abad pertengahan, Gereja membatasi secara tegas pengertian sakramen.
Augustinus yang sangat berpengaruh pada teologi abad pertengahan berkata: "Sakramen adalah tanda kelihatan dari hal yang kudus atau bentuk yang kelihatan dari kasih karunia yang tidak kelihatan". Dengan kata lain Augustinus menyebutkan sakramen itu "Firman yang kelihatan".
Calvin mengumpamakan sakramen dengan suatu meterai (latinnya: sigillum, bandingkan "segel" ) yang lazimnya dikenakan pada suatu piagam untuk mensahkan isinya (bandingkan Roma 4:11). Bagi Calvin, "sakramen adalah tanda lahiriah yang dipakai Allah untuk memeteraikan dalam batin kita janji-janji akan kerelaan-Nya terhadap kita, agar iman kita yang lemah diteguhkan dan kita pun menyatakan kasih dan kesetiaan kepada-Nya". Lebih lanjut menurut Calvin, sakramen tidak berarti apa-apa apabila terlepas dari pemberitaan firman. Tanpa penjelasan tentang apa yang dijanjikan Allah, tidak ada sesuatu untuk dilambangkan atau dimeteraikan. Juga tanda-tanda atau simbol-simbol yang digunakan dalam sakramen tidak mempunyai daya atau kekuatan yang istimewa. Ia baru bermakna bila Roh Kudus bekerja di dalam hati manusia dan diterima dengan iman. Pemberitaan firman secara lisan dan pemberitaan firman dalam bentuk sakramen adalah dua tindakan yang tetap dilakukan dalam gereja dan kehidupan Kristen.
Pada zaman Gereja mula-mula, pada satu pihak baptisan dan perjamuan kudus ditonjolkan sebagai sakramen, namun pada pihak lain semua tindakan sakral, seperti pemberkatan, perminyakan dengan air yang diberkati, dianggap juga sebagai sakramen. Perbedaan jumlah sakramen ini dikarenakan adanya perbedaan pandangan mengenai hakekat sakramen. Menurut Gereja Roma Katolik sakramen adalah alat Allah untuk mencurahkan karunia rohani yang dihasilkan oleh korban Kristus di kayu salib ke dalam hidup orang beriman. Asal orang yang menerima sakramen tidak merintangi, maka ketika dilayankannya sakramen itu masuklah karunia rohani tadi ke dalam hidup orang beriman.
Gereja Roma Katolik dengan mengacu hasil konsili Trente (1547) menetapkan sakramen itu ada 7 (tujuh), yaitu: baptisan, penguatan iman, ekaristi, pengakuan dosa, peminyakan, penahbisan imam, perkawinan.
Sakramen baptisan, dicurahkannya pengampunan dosa warisan dan segala dosa yang dilakukan hingga saat dibaptis. Sakramen penguatan iman, dicurahkan karunia untuk bertahan terhadap segala godaan masa remaja dan pemuda. Sakramen ekaristi, dicurahkan karunia yang menguatkan iman dalam pergumulan hidup sehari-hari, dan sakramen ini menjadikan orang dapat menikmati tubuh dan darah Kristus yang hadir di dalam roti. Sakramen ini terdiri dari dua bagian, yaitu :
  1. ekaristi sebagai korban, yang juga disebut misa, yang setiap hari dilayankan oleh imam dan
  2. ekaristi sebagai perjamuan, yang juga disebut komuni, yang harus diikuti jemaat paling sedikit sekali setahun.
Sakramen pengakuan dosa, memperbaiki atau membaharui karunia yang dirusakkan atau ditiadakan karena dosa yang dilakukan setelah menerima baptisan. Yang pokok di dalam sakramen ini ialah pengampunan yang diucapkan oleh imam. Sakramen peminyakan, untuk memberikan kekuatan kepada orang sakit keras dan lanjut usia, agar ia dapat mati secara Kristen. Peminyakan dengan minyak suci menggambarkan peminyakan dengan Roh Kudus, yang mencurahkan karunia kepada orang yang akan mati, untuk membebaskannya dari dosa dan menguatkannya di dalam pergumulan yang terakhir. Juga dengan sakramen ini ada kekuatan baru yang dicurahkan. Sakramen penahbisan imam, memberikan karunia kepada yang menerimanya agar dapat menunaikan tugas sebagai imam. Dengan sakramen ini imam diberi kuasa untuk mengubah roti dan anggur mejadi tubuh dan darah Kristus, dan untuk mengampuni dosa orang yang menyesal atas nama Tuhan Yesus. Sakramen perkawinan, orang yang kawin dipersatukan dan diberi karunia bertahan terhadap segala pergumulan hidup dalam perkawinan.
Ajaran Gereja Roma Katolik mengenai sakramen ini berpusat kepada pengertian "sacramentum" atau "mysterium" atau "rahasia". Dikatakan Sakramen adalah suatu rahasia, sebab di dalam sakramen itu senantiasa ada karunia yang baru yang dicurahkan.
Bagi Gereja Protestan tidaklah sama dengan pandangan Gereja Katolik. Sakramen tidak dipandang sebagai mencurahkan karunia rohani, sebab sakramen adalah tanda dan meterai, yang ditentukan oleh Tuhan Allah untuk menandakan dan memeteraikan janji-janjiNya di dalam Injil, yaitu bahwa karena korban Kristus, orang beriman mendapat keampunan dosa dan hidup yang kekal.
Yang dimaksud dengan tanda adalah suatu perkara atau suatu tindakan, yang tidak memiliki artinya pada dirinya sendiri, tetapi yang menunjuk kepada suatu perkara atau tindakan yang lain. Misal : Pelangi (Kejadian 9: 13) menunjuk kepada perjanjian Allah, bahwa Allah tidak memusnahkan segala yang hidup dengan air bah lagi. Sunat ( Kejadian 17: 11) menunjuk kepada perjanjian Allah dengan Abraham dan keturunannya. Demikianlah dengan yang digambarkan di dalam sakramen itu adalah: janji-janji Allah yang terdapat di dalam Injil, yaitu bahwa dengan pengorbanan Kristus di kayu salib, orang beriman memperoleh pengampunan dosa dan hidup kekal.
Sebaliknya sakramen adalah meterai, yaitu sesuatu yang dipakai untuk membuktikan kemurnian bahwa yang dimeteraikan adalah benar, dapat dipercaya. Demikianlah Sakramen disebut meterai yang berarti, bahwa sakramen adalah untuk mengokohkan dan menyatakan janji-janji Allah itu benar, dapat dipercaya.
Sakramen adalah tanda dan meterai bukanlah yang ditetapkan oleh manusia atau gereja, melainkan ditetapkan oleh Allah. Karena itu bila kita ingin memperoleh kepastian, apakah sesuatu adalah sakramen atau bukan, kita harus menyelidiki terlebih dahulu apakah ada perintah penetapan Allah mengenai hal itu atau tidak. Menurut Gereja Protestan, sakramen yang diperintahkan oleh penetapan Allah hanya ada dua, yaitu : perjamuan kudus (Matius 26:26-29; Lukas 22:19; 1 Korintus 11:23-26) dan baptisan (Matius 28:19-20).
Daftar Kepustakaan :

  1. Hadiwijono,H,, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
  2. Hadiwijono,H,, Inilah Sahadatku, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1995
  3. Soedarmo,R, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
  4. van Niftrik, G,C, & Boland,B,J, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
  5. Lohse,Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.
  6. Jonge,C,de. Apa itu Calvinisme?, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
  7. Verkuyl, J, Aku Percaya, Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993.
  8. Calvin Yohanes, Institutio (Pengajaran Agama Kristen), Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2000.
  9. Heuken,A, Ensiklopedi Gereja,7, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2005.-I
  10. Majelis Sinode GPIB, Bahan Pelajaran Katekisasi Buku-I

DIDAMPINGI KASIH TUHAN

Bacaan Kitab Ibrani 13:1 – 12
PENGANTAR
Di antara kitab lain Perjanjian Baru kitab Ibrani memiliki keunikan karena : bentuk susunan, dan cara mengemukakan alasannya mempunyai bentuk tersendiri. Kitab ini juga memiliki persoalan –persoalan yang khas, dan terkait dengan kitab lain di dalam Alkitab, khususnya kelima kitab yang pertama dalam Perjanjian Lama.
Meski sulit mengetahui siapa penulisnya, tapi yang jelas penulis surat ini adalahseorang yang cukup memahami Alkitab, dan dengan konsisten menjelaskan hubungan antara Yudaisme dengan agama Kristen, yang dilakukan dengan terus – menerus mengemukakan keunggulan mutlak dari kekristenan. Mungkin dia adalah seorang pengkhotbah/pengajar, yang memiliki gaya menasihati, menjelaskan dan mengingatkan yang dimanfaatkan olehnya secara tepat.
Paling tidak melalui kitab ini dapat membantu kita dalam hal: pertama, memperoleh suatu pemahaman yang lebih baik mengenai sejumlah kebenaran atau peristiwa dalam Perjanjian Lama. Juga perbedaan antara Yudaisme dengan Kekristenan menjadi jelas. Kedua, penulisnya memahami berbagai bahaya yang mengancam umat Allah. Oleh karena itu surat ini menasihatkan untuk berpegang teguh pada iman dan jangan berpaling dari Kristus. Dengan penekanan pada pelayanan imamat Kristus, dan sejumlah keuntungan yang dimiliki orang percaya di dalam Kristus, serta nasihatnya yang tegas untuk mengembangkan an yang kokoh, sehingga senuanya tetap relevan sampai saat ini.  Ketiga, penulis surat Ibrani menekankan keunggulan Kristus dibandingkan dengah tokoh-tokoh dalam Perjanjian Lama demikian juga terhada ketentuan – ketentuan dalam Kitab imamat.
PEMAHAMAN KONTEKS
Secara umum surat Ibrani terutama ditujukan kepada orang-orang Kristen Yahudi yang sedang mengalami penganiayaan dan tekanan. Penulis berusaha untuk memperkuat iman mereka kepada Kristus dengan menjelaskan secara teliti keunggulan dan ketegasan pernyataan Allah serta penebusan di dalam Yesus Kristus. Ia menegaskan bahwa penebusan pada perjanjian yang lama sudah digenapi dan diperbaharui karena Yesus telah datang dan menetapkan suatu perjanjian yang baru oleh kematian-Nya yang mengerjakan perdamaian. Untuk itu penulis menantang para pembacanya: Pertama, supaya mempertahankan keyakinan iman mereka kepada Kristus sampai pada akhirnya. Kedua, agar tidak kembali kepada kehidupan di bawah hukuman dan ketentuan yang lama, dan meninggalkan imannya kepada Kristus. Ketiga, berusaha agar bertumbuh dan mencapai kedewasaan iman.
Melalui surat ini dapat dikatakan bahwa penulis ingin menunjukkan keunggulan kekristenan dari Yudaisme. Dengan menggunakan Kata kucinya “lebih baik” (13 kali). Dalam hal ini, Yesus lebih baik daripada malaikat dan semua tokoh perantara Perjanjian Lama. Ia  memberikan perhentian, perjanjian, pengharapan, keimaman, korban pendamaian, dan janji-janji yang lebih baik. sebab terdapat kecenderungan penerima surat ini yaitu terdiri atas kelompok-kelompok rumah yang merupakan bagian dari jemaat gereja yang lebih luas di Roma. Beberapa di antaranya mulai menunjukkan tanda-tanda  akan meninggalkan iman mereka kepada Yesus dan kembali kepada kepercayaan Yahudi mereka sebelumnya, karena mereka dianiaya dan ditekan, oleh orang-orang Yahudi yang membenci kekristenan. Penulis Kitab Ibrani ini mendesak orang Kristen Yahudi untuk menjadi dewasa dengan menunjukkan kepada mereka bahwa penderitaan mereka bagi Kristus akan diikuti kemuliaan kekal dengan-Nya yang tidak ditawarkan dalam keparcayaan Yahudi atau agama mana pun.
PEMAHAMAN TEKS
Beberapa topik dalam bentuk Khotbah, sudah disampaikan kepada orang-orang Yahudi yang berakhir pada pasal 12. Maka pada pasal 13 ini merupakan tambahan yang menyajikan bermacam-macam pengajaran praktis  dan nasihat-nasihat. Kehidupan praktis sebagai orang Kristen dengan segala kelakuannya bukanlah hal yang dapat dilewatkan begitu saja. Hal itu harus mengalir dari pemahaman seseorang mengenai pribadi dan karya keselamatan Kristus.
Di dalam pasal 13, pasal yang terakhir dari surat Ibrani ini, diawali dengan kata: “peliharalah kasih persaudaraan.” Dalam terjemahan lain (KJV) let brotherly love continue; (NIV) keep on loving each other as brother. Itu berarti menegaskan, supaya kasih persaudaraan berkesinambungan dan tetap terjaga. Penulis Ibrani menekanan hal itu kepada para pendengarnya sebagai unsur terpenting dalam kehidupan orang percaya. Seperti dikatakan dalam 1 Yohanes 4:7-8, “siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” Demikian juga Yesus memberikan perintah utama kepada pengikut-Ny, yaitu mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, serta mengasihi sesama seperti diri sendiri (Matius 22:37-39). Lagi pula, wujud iman umat tidak hanya tampak dari kehidupannya yang tidak menyangkal Kristus dan ketekunannya dalam beribadah, tetapi juga dapat dilihat dari hidup yang menyatakan kasih. Oleh karena itu perbuatan kasih sebagai wujud dari iman kepada Kristus harus dimulai dari lingkungan sendiri, yaitu keluarga dan gereja. Jadi Kasih terhadap sesama harus dibuktikan melaui tindakan nyata, bukan hanya slogan.
Apakah wujud kasih persaudaraan itu atau bagaimana membuktikan kasih kita? Inilah yang menjadi pertanyaan besar dan penting bagi umat. Salah satu bentuknya adalah memberikan tumpangan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan (ay.2), (KJV, NIV) Do not forget to entertained strangers. Artinya: jangan kamu lupa melayani atau memberi tumpangan kepada orang asing. Orang asing berarti yang belum pernah kita kenal, belum pernah kita ketemu. Alkitab menyatakan bahwa orang yang suka memberi tumpangan sama seperti sedang melakukannya bagi Yesus (Mat. 25:40). Banyak orang memiliki harta lebih namun sengaja menutup mata terhadap orang-orang di sekitar yang hidup dalam keterbatasan. Memberi tumpangan merupakan bentuk kebaikan yang wajar bagi setiap orang termasuk Kristen karena pada zaman itu beum banyak tempat-tempat penginapan, lagi pula mereka pernah mengalami hidup sebagai orang asing (ay.3).
Berikutnya, orang kristen harus menjaga kekudusan pernikahan dan jangan mencemarkannya  (ay.4).  Kata ‘mencemarkan’ dalam ayat ini menegaskan kepada kita semua bahwa betapa sebuah perkawinan adalah benar-benar kudus dan sebuah keluarga benar-benar harus dipertahankan karena akan menjadi alat kesaksian bagi kekristenan pada waktu itu. Ada begitu banyak agama lokal yang mengajarkan tentang pelacuran suci di depan patung atau di dalam ibadah kepada dewa-dewi Romawi. Ada juga yang menyepelekan lembaga perkawinan yang sesungguhnya sakral dalam ikatan cinta kasih yang tulus, dengan melakukan perzinahan.
Mengenai keuangan, penulis mengingatkan: “janganlah kamu menjadi hamba uang”, artinya tidak mencintai uang, dan tidak serakah (ay.5). Gaya hidup atau sikap yang harus dikembangkan ialah kepuasan dengan hal-hal yang tersedia dan yang ada pada kita. Penulis mengingatkan agar jangan menempatkan uang sebagai tujuan hidup kita, apalagi mengandalkannya sebagai penjamin kehidupan. Ingatlah akan janji Tuhan bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkan kita, bahkan menolong kita (ay.6).
Diakui bahwa nasihat-nasihat yang disampaikan penulis surat ini, khususnya ayat 1 -6 bukan hal yang mudah, karena yang namanya egoisme, seks dan uang merupakan godaan dosa yang sering membuat anak-anak Tuhan jatuh.
Pada ayat 7-9 mau menegaskan, khususnya dalam kehidupan bersama sebagai gereja supaya semua kehidupan yang indah dalam kekristenan harus dapat dijumpai. Sang penulis mengatakan, ingat dan teladanilah para pemimpin umat yang telah mengajarkan kebenaran firman Allah dan berusaha menjalani hidup kudus sampai pada akhir kehidupan mereka. Inilah contoh iman yang baik. karena itu
Pada ayat 7-9 mau menegaskan, khususnya dalam kehidupan bersama sebagai gereja supaya semua kehidupan yang indah dalam kekristenan harus dapat dijumpai. Sang Penulis mengatakan, ingat dan teladanilah para pemimpin umat yang telah mengajarkan kebenaran firman Allah dan berusaha menjalani hidup kudus sampai pada akhir kehidupan mereka. Inilah contoh iman yang baik. karena itu janganlah kita meremehkannya, apalagi bersikap tidak hormat kepada mereka. Kita hendaknya dapat memahami serta melaksanakan pengajaran kebenaran firman Tuhan, menaruh rasa hormat, dan meneladani pengorbanan dalam pelayanan mereka bagi kita, sekalipun mereka tidak sempurna. Janganlah jadikan kekurangan dan kelemahan pemimpin kita sebagai bahan ejekan, tapi berdoalah terus bagi mereka. Dengan demikian kita telah mengerjakan apa yang berkenan kepada-Nya (ay.21).
Di samping itu  juga dalam ayat 9, penulis Ibrani hendak menjelaskan sekaligus memberi penguatan kepada umat agar tetap setia kepada Yesus Kristus. Jangan sampai disesatkan oleh ajaran-ajaran asing. Segalanya di dunia ini akan berubah namun Tuhan Yesus tetap sama. Ia adalah Tuhan sejak dahulu, hari ini dan selamanya. Tugas kita adalah menyatakan kesetiaan kepada-Nya yang tidak pernah berubah.
Ayat 10-12, menekankan bahwa sekarang kita tidak perlu lagi mempersembahkan kurban yang dipersembahkan karena sudah tersedia di dalam Kristus melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Dengan demikian segala peraturan PL yang berkaitan dengan persembahan kurban tidak berlaku lagi. Jadi hendaknya mereka tidak lagi terjebak kepada ritual PL karenan semua sudah digenapi oleh Kristus melalui pengurbanan-Nya di kayu salib (ayat12).
KHOTBAH
Menurut beberapa pandangan umum ada tiga kata yang berakhiran “ta” yang selalu menggoda kehidupan manusia yaitu: tahta, harta dan wanita. Jangan salah paham dulu, kalau hal ini diangkat maksudnya tentu bukan untuk memojokkan kaum perempuan, namun sebenarnya hal itu diangkat untuk mengantar kita melihat bagaimana ambisi, uang dan seks begitu kuat menggoda siapa saja. Karena itu penulis Ibrani memberi nasihat-nasihat yang berkenan dengan tiga ha itu, agar iman para pembacanya dapat dilihat oleh orang banyak yaitu berpadanan dengan ajaran Yesus. Di samping itu umat diharapkan memiliki pemahaman yang benar tentang kekristenan yang diimani agar tidak mudah diombang-ambing oleh pengajaran dan pemahaman yang lain. Nasihat – nasihat ini khususnya diberikan agar dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga sebagai basis penting dari kehidupan persekutuan atau gereja dan masyarakat.
Yang menjadi persoalan adalah bahwa keluarga-keluargaKristen sekarang bukan hanya tidak menjadi saksi, tetapi seringkali menjadi batu sandungan yang membuat orang lain tidak tertarik kepada Injil. Keluarga yang dapat menjadi saksi bukan hanya keluarga yang serba tenang dan rukun, tetapi terutama keluarga yang terus berusaha mencari kebenaran, keluarga yang berjuang menjaga kemurnian cita-cita rumah tangga. Untuk itulah surat Ibrani pasal 13 menasihatkan kita bagaimana menjalani hidup dalam keluarga yang berkenan kepada-Nya dan menjadi berkat bagi sesama.
Tiga hal yang perlu diperhatikan supaya keluarga kita menjadi keluarga kokoh dan menjadi berkat yaitu: pertama, hidup saling mengasihi seperti yang Tuhan perintahkan kepada kita yaitu mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa dan akal budi, serta mengasihi sesama seperti diri sendiri. Wujud nyata kasih kita tentu dan kerelaan memberikan tumpangan kepada sesama (ayat 2). Terutama kepada mereka yang mebutuhkan, karena dengan beerbuat demikian, maka hal itu berarti umat Tuhan akan memberikan contoh kepada orang lain. Kedua, menjaga kekudusan keluarga (ayat 4). Kekudusan perkawinan pada dasarnya mencerminkan kekudusan Allah. Suami-istri harus menjaga kekudusannya sebab dengan demikian mereka diberkati oleh Tuhan dan menjadi alat bagi kemuliaan-Nya. Menaruh hormat berarti menghargai karya Allah dalam mempertemukan dua orang yang berbeda dalam kehidupan suami-istri. Menaruh hormat berarti sebagai suami-istri menjaga kasih yang tulus serta penuh kasih sayang kepada anak-anak. Ada begitu banyak keluarga kristen yang gagal oleh karena godaan nafsu seksual yang tidak dapat dikekang.
Ketiga, percaya akan pemeliharaan Tuhan (ayat 5-6). Tidak dapat dipungkiri bahwa kecintaan akan materi secara berlebihan telah menjadi budaya umum dalam masyarakat. Segala sesuatu diukur berdasarkan kepemilikan atas materi atau uang. Demikian pula dalam kehidupan keluarga, masalah ekonomi, yaitu kebutuhan uang dan keinginan akan materi seringkali menjadi pemicu persoalan. Solusi yang diberikan ialah sebuah kalimat yang sarat akan hikmat yaitu “cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu”. Kalimat ini menegaskan bahwa orang percaya harus mampu mengelola keuangan dalam kehidupan pribadi dan terlebih dalam kehidupan keluarga. Oleh karena itu diperingkatkan: “janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu”. Menghambakan diri pada uang sesungguhnya sama dengan pengikaran kita kepada Allah. Pengingkaran bahwa Allah memiliki kesanggupan oleh kuasa-Nya untuk memelihara kehidupan kita sehari-hari.
Nasihat-nasihat yang diberikan penulis dalam membangun kehidupan keluarga yang kokoh dan menjadi berkat bukan hal yang mudah. Penulis melihat adanya hal-hal yang dapat mengemuka dalam diri umat yaitu keegoisan, seks dan uang sebagai godaan yang sering membuat keluarga anak-anak Tuhan jatuh ke dalam dosa. Oleh karena itu kasih yang nyata sebagai wujud dari iman mereka harus  nampak dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi hal itu telah dicontohkan oleh para pemimpin umat.
Secara keselurhan daam perenungan kita terhadap pasal 13:1-12, mengajak kita agar memperhatikan 2 hal untuk mengembangkan kehidupan berimaan kita. Pertama, kalimat yang bernuansakan peraturan seperti “jangan”, merepakan sebuah tuntutan yang harus dilakukan oleh orang percaya sebagai tanggung jawab yang tak terelakkan. Kedua, kalimat yang bernuansakan anjuran seperti “ingatlah” dan hendaklah” menurut kesadaran terdalam yang diharapakan untuk bertumbuh dari dalam nurani orang percaya sendiri sehingga menjadi kekuatan jiwa dalam mengerti maksud dan kehendak Tuhan.  

Sumber: Sabda Guna Dharma GPIB edisi 40, juli – Agustus 2015, A.S.P / sgrs  20150828

CaTaTaN : 
Penulis : Tidak diketahui dengan pasti. (perkiraannya termasuk : Apolos, Barnabas, Klemens, Lukas, Paulus, Filipus, Priska dan Silas).

Waktu Penulisan : Antara tahun 64 dan 70 MAsehi.

Judul Kitab : Menunjukkan kepada siapa surat ini ditujukan: Jemaat orang percaya Ibrani yang kemungkinan ada di Roma.

Latar Belakang : Aniaya merupakan sesuatu ancaman nyata bagi jemaat di Roma. Aniaya menyebabkan banyak orang Yahudi yang percaya, yang telah mari bagi cara cara Yahudi mereka dengan mentaati Hukum Taurat, untuk mengambil langkah mundur. Penulis mengunakan kesempayan ini untuk menyatakan kemerdekaan yang telah diberikan olehKristus kepada semua orang percaya, serta menegaskan bahwa dengan Kristus tidak diperlukan lagi segala adat istiadat ritual apapun yang diajarkan oleh kepercayaan Yahudi mereka. Ia meminta mereka meminta pertimbangan pada pengetahuan mereka pada Perjanjian Lama. Penulis khususnya memberi ulasan kepada lima kitab pertama Perjanjian Lama yang merupakan sebuah paralel. (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan).

Tempat Penulisan : Tidak diketahui pasti (kemungkinan Roma).
Mulanya ditujukan kepada : Orang Kristen Yahudi.

Isi : Penulis Kitab Ibrani ini mendesak orang Kristen Yahudi untuk menjadi dewasa dengan menunjukkan kepada mereka bahwa penderitaan yang sekarang bagi Kristus akan diikuti oleh kemuliaan kekal dengannya yang tidak ditawarkan dalam kepercayaan Yahudi mereka atau agama mana pun. Seluruh Perjanjian Lama yang menunjuk kepada pelayanan Kristus Yesus, persembahan, hari-hari raya, Kemah Suci dan para imam, semuanya dipergunakan untuk menunjukkan jalan Yesus yang lebih baik. Iman di definisikan dan dorongan diberikan detil iman dari berbagai pria dan wanita seperti Habel, Henokh, Nuh, Abraham, Sarah, Ishak, Yakub, Yusuf, Musa (pasal 11). Penulis Kitab Ibrani mengungkapkan bahwa Perjanjian Baru yang kekal, yang mengantikan yang sementara, dan harganya telah dibayar penuh oleh darah Kristus.

Kata Kunci :”Pengorbanan”;”Lebih Baik”. “Pengorbanan” Kristus ditunjukkan lebih tinggi dari apa pun yang dipersembahkan oleh sistem kepercayaan Yahudi: Kristus “lebih baik” dari para malaikat karena Ia disembah oleh mereka; Ia “lebih baik” dari Musa, karena Ia lah yang menciptakan Musa; Yesus “lebih baik” daripada keimaman Harun karena penebusan-Nya kekal; dan Ia “lebih baik” daripada hukum Taurat, karena Ia yang menjadi perantara bagi perjanjian yang lebih tinggi.

Tema:
Kekristenan lebih dari sekedar agama… Kekristenan adalah sebuah hubungan dengan Yesus Kristus.
Untuk menjadi pemenang , kita harus berlari dalam perlombaan dengan mata yang tertuju kepada Yesus.
Kita dapatmenyerahkan pencobaan kita kepada Yesus…. Ia telah menghadapi semua itu dan memenagkannya.
Allah ingin anak-anak-Nya saling memberi kekuatan satu sama lain dengan kesaksian.
Hanya darah Yesus yang dapat menyucikan kita dari dosa.

Garis Besar :
Keunggulan Yesus Kristus atas para nabi dan malaikat.  1:1-2:18.
Keunggulan Yesus Kristus atas Musa.  3:1-4:13.
Yesus Kristus, Imam yang lebih ungul.  4:14-7:28.
Keunggulan perjanjian dan pengorbanan Yesus Kristus.  8:1-10:18.
Ketaatan melalui iman.   10:19-12:29.
Petunjuk penutup.  13:1-25.


Sumber: Lembaga Alkitab Indonesia.

DOA; sangat besar kuasanya

YESUS MEMBUATMU BERHARGA