KANON PERJANJIAN BARU

Materi 8
Pokok Bahasan : Alkitab
Sub Pokok Bahasan : Perjanjian Baru (1)
Tujuan Pembelajaran Khusus
Agar peserta Katekesasi dapat 
  1. Mengidentifikasikan ciri dan corak kitab-kitab Perjanjian Baru.
  2. Memahami apa yang menjadi pertimbangan pengelompokan susunan kitab-kitab Perjanjian Baru.
Alkitab sebagai Kitab Suci Kristen terdiri dari dua bagian. Bagian yang pertama kita disebut Perjanjian Lama (disingkat PL), yang kita terima atau warisi dari orang Yahudi, terdiri dari 39 (tiga puluh sembilan) kitab dan sebagian besar ditulis dalam bahasa Ibrani. PL adalah Kitab Suci orang Yahudi. Bagian kedua disebut Perjanjian Baru (PB), yang khas Kristen, terdiri dari 27 (dua puluh tujuh) kitab dan ditulis dalam bahasa Yunani.
Beberapa puluh tahun sesudah naiknya Yesus ke surga, mulai bermunculan tulisan-tulisan mengenai kehidupan dan perbuatan Yesus (yang kemudian membentuk kitab-kitab Injil), tulisan mengenai kehidupan dan perbuatan para rasul (Kisah Para Rasul), tulisan yang berisikan nubuat tentang masa depan Gereja (Wahyu) serta surat-surat berisi pengajaran yang ditujukan entah kepada jemaat tertentu atau keseluruhan Gereja, entah kepada perorangan (Filemon, Titus, Timotius). Dari tulisan-tulisan itu segera dipilih dan dikhususkan sejumlah tertentu, yang kemudian menjadi 27 (dua puluh tujuh) kitab-kitab PB. Jadi PB bukan satu kitab, melainkan suatu kumpulan kitab-kitab, suatu perpustakaan kecil. Semua kitab-kitab PB berbicara tentang Yesus Kristus, karya-Nya dan ajaran-ajaran-Nya. Meskipun PB berpusat pada Yesus Kristus, namun di dalamnya terdapat juga hal-hal mengenai orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yakni jemaat Kristen mula-mula dan hal-hal yang mereka hadapi. Kitab-kitab PB tidak sama ciri-coraknya; mereka berbeda satu dengan yang lain. Susunan ke-27 kitab-kitab PB - seperti yang sekarang kita jumpai dalam Alkitab - disusun menurut urutan tertentu, bukan menurut waktu penulisannya. Artinya, kitab yang pertama (Matius) dalam PB tidak menunjukkan bahwa ditulis paling dahulu dan merupakan kitab PB yang paling tua.
1. Injil - injil
PB dibuka dengan empat kitab-kitab yang disebut "Injil". Kata "Injil" berasal dari bahasa Yunani euanggelion, yang berarti "kabar baik" atau "berita kesukaan." Kitab-kitab ini hendak memberitakan "kabar baik," yaitu mengenai Yesus Kristus. Kitab-kitab Injil Perjanjian Baru adalah Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes. Isinya sebagian besar berupa cerita-cerita mengenai hidup Yesus, karya-Nya, ajaran-ajaran-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya. Semua cerita-cerita dalam kitab-kitab Injil berakhir pada cerita tentang penampakan diri Yesus sesudah kematian-Nya di salib dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Karena iman Kristen berpusat pada Yesus Kristus, wajarlah kitab-kitab Injil (yang berisi cerita-cerita mengenai Yesus) ditempatkan pada urutan pertama dalam PB. Injil yang dianggap paling tua adalah Injil Matius. Injil Markus dianggap ditulis sesudah Injil Matius, maka ditempatkan pada urutan kedua. Injil Lukas menyusul Injil Markus, dan terakhir Yohanes. Jadi para penyusun kitab-kitab PB mengurutkan kitab-kitab Injil berdasarkan urutan waktu. Namun sekarang ini para ahli Kitab Suci umumnya menganggap Injil Markus adalah yang tertua dari keempat kitab-kitab Injil itu.
2. Kisah Para Rasul
Kitab Kisah Para Rasul berisi kisah mengenai apa yang terjadi setelah Yesus dimuliakan, naik ke surga. Ciri-coraknya hampir mirip dengan kitab Injil. Di dalamnya kita membaca cerita-cerita tentang munculnya jemaat Kristen mula-mula, kehidupannya dan penghambatan yang dihadapinya. Disebut kisah para "rasul", sebab di dalam cerita-cerita Kisah Para Rasul ditampilkan tokoh-tokoh rasul yang memainkan peranan dalam kehidupan jemaat mula-mula, khususnya rasul Petrus dan rasul Paulus. Kisah Para Rasul sebenarnya merupakan jilid kedua dari Injil Lukas (lihat Lukas 1:1; Kisah Para Rasul 1:1). Namun dalam urutan yang sekarang, Kisah Para Rasul terpisah dari Injil Lukas oleh Injil Yohanes. Kisah Para rasul berakhir dengan cerita mengenai rasul Paulus dalam tahanan di kota Roma.
3. Surat-surat
Sesudah kitab Kisah Para Rasul, kita berjumpa dengan sejumlah kitab yang ciri-coraknya sangat berbeda dari kelima kitab-kitab PB yang terdahulu. Kitab kitab ini tidak berisi cerita atau kisah, tetapi lebih berupa anjuran, nasihat atau wejangan, yang lazim disebut "surat" rasuli (yang ditulis oleh rasul atau murid rasul). Sebagian memang berupa surat, namun ada juga yang isinya sebenarnya adalah risalah, khotbah atau kumpulan petuah. Ada yang panjang sekali, tetapi ada juga yang amat pendek.
a.  Surat-surat Paulus. Yang paling banyak dalam kelompok surat-surat ini adalah surat-surat tulisan rasul Paulus (ada 14 surat). Surat-surat Paulus diurut sesuai dengan alamatnya. Surat-surat kepada jemaat ditempatkan lebih dahulu. Surat-surat kepada jemaat-jemaat diurut dari yang paling panjang (Roma) hingga yang paling pendek (2 Tesalonika). Jadi urutan itu tidak berdasarkan pada waktu penulisan. Sesudah surat-surat kepada jemaat, barulah surat-surat kepada pribadi-pribadi tertentu, yang juga diurut sesuai panjangnya. Lazimnya surat-surat Paulus dibedakan: surat-surat besar (Roma, 1 & 2 Korintus, Galatia); surat-surat dari penjara (Efesus, Filipp, Kolose, Filemon) karena di dalamnya disebut bahwa ia mengirimnya dari dalam penjara; dan, surat-surat pastoral (1 & 2 Timotius, Titus), karena berbicara mengenai soal pastoral (penggembalaan) dan/atau pastor (gembala) jemaat. Surat Ibrani ditempatkan dalam urutan paling akhir dalam kelompok surat-surat Paulus, meski surat ini cukup panjang. Mengapa? Ini dikarenakan orang masih ragu apakah surat Ibrani ditulis oleh rasul Paulus. Di dalam surat Ibrani tidak disebutkan siapa yang menjadi penulis atau pengirim surat itu.
b.  Surat-surat Katolik (Am). Sesudah kelompok surat-surat Paulus, ada 7 (tujuh) surat lain. Ketujuh surat-surat itu lazim disebut "surat-surat katolik" atau "surat-surat am," artinya umum. Surat-surat ini tidak dialamatkan kepada jemaat atau pribadi tertentu, tetapi kepada sejumlah (1 Petrus) atau pada umum (1 Yohanes), tanpa menyebut alamat yang dituju (Yakobus, 2 Petrus, Yudas). Hanya 2 Yohanes yang dialamatkan kepada tertentu (Yang tidak disebutkan namanya) dan 3 Yohanes kepada orang tertentu.
4. Wahyu 
Kitab Wahyu Yohanes ditempatkan terakhir dalam susunan kitab-kitab Perjanjian Baru. Kitab ini mempunyai ciri-corak yang lain lagi. Meski kitab ini nampak sebagai surat, namun sebenarnya merupakan kumpulan penglihatan mengenai kehidupan jemaat Kristen dan dunia seanteronya. Kitab ini mengarahkan pandangan jemaat ke masa depan, masa terakhir dari sejarah. Pantaslah kitab ini ditempatkan pada urutan terakhir dari susunan Perjanjian Baru, bahkan dari seluruh susunan Alkitab (PL & PB). Kitab Wahyu menjadi penutup dari sejarah penyelamatan dalam Alkitab.

DOSA, ANUGERAH, PERTOBATAN, PENGAMPUNAN DAN HIDUP BARU

Materi Katekisasi 18
Pokok Bahasan        : Manusia
Sub Pokok Bahasan : Dosa, Anugerah, Pertobatan, Pengampunan dan Hidup Baru
Tujuan Pembelajaran Khusus
  1. Mengetahui dan memahami ajaran Gereja tentang dosa dan anugerah.
  2. Menghayati pengorbanan Kristus bagi manusia.
  3. Menjelaskan pentingnya pertobatan dan hidup baru
Pengertian Dosa
Kita mulai dengan pertanyaan dari mana datangnya dosa? Yang pertama, pandangan bahwa dosa adalah bagian dari penciptaan dan dengan demikian dosa berasal dari Allah. Dasarnya ialah bahwa "segala sesuatu di dunia ini dari Dia dan oleh Dia dan untuk Dia" (Roma 11:36). Mengapa dosa dapat hadir dan terus ada di dunia, kalau Allah tidak menghendakinya? Pandangan ini tidak dapat diterima, sebab bagaimanakah Allah dapat memurkai dosa, bila ternyata Ia sendiri menghendakinya? Yang kedua, anggapan bahwa dosa berasal dari iblis, atau malaikat yang telah jatuh ke dalam dosa dan menjadi iblis. Yohanes 8:44, Yudas 6, 2 Petrus 2:4. Namun anggapan ini pun tidak dapat diterima, sebab nas-nas itu tidak bermaksud menjelaskan asal-usul dosa.
Untuk itu kita perlu mencermati apa yang terjadi dalam kitab Kejadian 1 s/d 3. Ketika manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, ia diberi kebebasan dan tanggung jawab untuk mengembangkan kehidupan bersama ciptaan Allah yang lain (Kejadian 1:27-28). Dengan gambar dan rupa Allah itu ia pun mendapat kesempatan untuk merealisasikan dirinya sebagai mitra Allah. Namun ia memilih untuk melawan Allah dan perintah-Nya (Kejadian 3:6). Inilah yang menyebabkan manusia jatuh ke dalam dosa. Dari nas ini dosa dipandang sebagai perbuatan yang berasal dari dalam diri manusia sendiri, dan bukan berasal dari luar. Dosa lahir oleh karena manusia, dalam kebebasannya, memiliki kehendak (keinginan) yang berlawanan dengan perintah Allah. Jadi dapat diterangkan bahwa dosa adalah sikap hati dan perbuatan manusia melawan perintah Allah yang dilakukan dalam kebebasannya sebagai makhluk ciptaan. Ketika kebebasan dilepaskan dari tanggung jawab maka ia jatuh ke dalam dosa. Dosa terjadi bukan karena sesuatu yang datang dari luar, tetapi berdasarkan keputusan dan pilihan manusia sendiri, oleh karena ia merasa tidak bebas berada di bawah perintah Allah. Ia ingin menjadi otonom yang sama seperti Allah, bebas menentukan pilihannya sendiri.
Di dalam Alkitab, salah satu akar kata dosa ialah: "chatat" (Ibrani) dan "amartia" (Yunani) yang artinya pelanggaran atau pemberontakan terhadap hukum Allah. Dosa adalah sifat dan motivasi yang terkandung dalam hati manusia, yang menyatu dengan kodratnya sebagai manusia berdosa, sedangkan kesalahan adalah perbuatan yang tampak dari hati yang berdosa.
Kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa telah membuat semua manusia menjadi pendosa (Roma 5:19). Ini disebut dosa asal atau turunan atau warisan, yang membuat semua manusia, bahkan sejak dari dalam kandungan sudah bertabiat dosa (Mazmur 51:7). Jadi, ajaran Pelagius yang mengatakan bahwa dosa Adam hanya mencelakakan dirinya saja dan tidak menyebar pada keturunannya, bahwa dosa itu ada bukan karena diwariskan melainkan karena ditiru, adalah pandangan yang tidak dapat diterima. Sejak dosa pertama manusia sudah menempatkan dirinya di bawah hukuman Allah, yaitu maut (1 Korintus 15:21-22). Maut adalah terputusnya hubungan dengan Allah dan bukan hanya menyangkut kematian badani. Maut lebih dari itu, yakni manusia menjadi seteru Allah dan mati secara rohani.
Anugerah dan Pengampunan
Oleh karena dosa telah menempatkan manusia di bawah hukuman Allah, Alkitab menunjukkan bahwa manusia mencari jalan untuk keluar dari hukuman itu melalui hukum Taurat atau berdasarkan perbuatan (Roma 3:20). Namun semua hikmat dan usaha manusia tidak dapat menyelamatkannya dari kutuk dan hukuman Allah (Roma 9:16). Keselamatan itu hanya diperoleh melalui rencana dan tindakan Allah yang membebaskan dan menyelamatkan manusia dari hukuman maut. Alkitab menyaksikan berkali-kali Allah berjanji untuk membebaskan dan menyelamatkan. Perjanjian Allah dengan Nuh (Kejadian 9), Abraham (Kejadian 15), dan Israel di gunung Sinai (Keluaran 24) menyatakan janji keselamatan itu. Nabi Yehezkiel menegaskan: "Bukan karena kamu Aku bertindak,.." (Yehezkiel 36:22,32). Ini berarti tindakan penyelamatan yang dikerjakan Allah tidak didasari atas perbuatan baik manusia; melainkan tindakan itu didorong oleh kemurahan hati Allah sendiri. Dia bertindak berdasarkan perjanjian kasih karunia-Nya.
Keseluruhan janji Allah tadi berpuncak dan terwujud di dalam kematian Yesus Kristus. Sebab itu keselamatan adalah anugerah Allah semata-mata, dan manusia tidak ikut di dalam karya tersebut. Kristus menyatakan keselamatan itu melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Yesus Kristus telah menjadi Perantara yang mendamaikan hubungan Allah dengan manusia dan dunia. Berdasarkan pekerjaan pendamaian yang dilakukan Kristus, Allah memulihkan kembali kedudukan manusia, bukan menurut garis keturunan Adam tetapi berdasarkan gambar Allah yang tampak dalam Kristus (1 Korintus 15:45-47). Dengan demikian salib menunjukkan dua kebenaran: Pertama, bahwa di hadapan Allah kita adalah orang-orang berdosa. Kedua, bahwa dosa kita diampuni. Bukan kita sendiri yang tahu akan dosa kita, melainkan ketika manusia berjumpa dengan Allah melalui Roh Kudus (bandingkan Yesaya 6:5, Lukas 5:8). Perjumpaan ini menghasilkan kesadaran bahwa manusia sudah diampuni hanya oleh anugerah Allah dan ia dapat terus hidup berdasarkan kasih karunia Allah saja (Efesus 2:8).
Agustinus mengajarkan bahwa anugerah Allah mendahului semua perbuatan baik dari manusia, termasuk kesadaran untuk mengakui dosa. Jadi manusia diampuni bukan karena ia memliki kemauan untuk mengakui dosanya, namun sebelum hal itu terjadi anugerah Allah sudah diberikan kepadanya. Gagasan ini kemudian dilanjutkan oleh Calvin dengan menekankan pentingnya kemauan dari pihak manusia untuk bertobat dan hidup baru. Menurutnya, kalau kemauan itu dihapus, itu tidak berarti bahwa kemauan hilang oleh karena ketika manusia bertobat, apa yang termasuk kodrat aslinya tidak berubah, yakni pendosa. Di lain pihak, kemauan tidak boleh ditonjolkan sebab seluruh kebaikan yang terdapat di dalam diri manusia pun adalah hasil anugerah Allah semata-mata.
Pertobatan dan Hidup Baru
Perjumpaan manusia dengan Allah melalui Roh Kudus selanjutnya menuntun manusia untuk sampai kepada pertobatan dan hidup baru. Menurut Calvin, pertobatan ialah membalikkan kehidupan kita kepada Allah, dengan digerakkan oleh rasa takut yang tulus dan sungguh-sungguh akan Dia. Ada tiga unsur pertobatan: 1] terjadi perubahan dalam jiwa, bukan hanya perubahan perbuatan lahiriah, 2] harus ada rasa takut yang sungguh-sungguh akan Allah, 3] pematian daging dan dihidupkannya kita oleh Roh.
Yang dimaksud oleh Calvin dengan pertobatan sama dengan kelahiran kembali. Ia memakai istilah yang ditulis oleh rasul Paulus : "menanggalkan manusia lama" dan "mengenakan manusia baru" (Efesus 4:22,24) atau "mati dalam tubuh dan hidup dalam Roh" (Roma 8:10). Namun di dalam diri orang yang telah dilahirkan kembali itu masih tetap ada tempat yang subur untuk kejahatan, yang daripadanya terus menerus timbul nafsu-nafsu yang menggodanya untuk berbuat dosa. Oleh karenanya, pertobatan atau pembaruan itu tidak selesai dalam sekejap mata atau sehari dan setahun, tetapi terus menerus (Kolose 3:10). Terkadang lambat jalannya, sebab Allah hendak membersihkan kotoran dalam diri mereka dan menguduskannya, supaya di sepanjang hidup mereka belajar bertobat, dan mengetahui bahwa perjuangan ini tidak berakhir sebelum kita mati.
Calvin memang menginginkan semua orang Kristen hidup bernafaskan Injil. Namun tekanannya bukanlah pada kesempurnaan, sebab jika demikian menurutnya, gereja akan tertutup bagi semua orang, karena belum ada seorang pun yang dekat dengan kesempurnaan itu. Walaupun demikian, hendaklah kesempurnaan itu menjadi tujuan hidup orang kristen yang harus diusahakan dengan tekun. Menurutnya, janganlah kita berhenti berupaya supaya kita terus menerus maju di jalan Tuhan, dan jangan kita berputus asa karena kecilnya kemajuan itu. Jadi, yang penting bukanlah kesempurnaan melainkan ketekunan. Dalam hal itulah Calvin menekankan pentingnya kesalehan (pietis) bagi hidup orang Kristen. Bahkan menurutnya, Allah tidak dapat dikenal bila tidak ada kesalehan, dalam arti rasa hormat dan kasih kepada-Nya. Jadi kesalehan dimaknai sebagai kebajikan yang terpuji, yang timbul dari kesadaran, hormat, cinta, tunduk dan patuh kepada Allah yang hidup, berdaulat dan berkuasa. Allah yang telah melakukan kebaikan-kebaikan kepada kita.
Luther mengatakan, siapa yang sudah dianugerahi pengampunan oleh Kristus terbebas dari segala sesuatu yang memperbudaknya, tidak tunduk terhadap siapapun, tetapi pada saat yang sama ia terikat untuk melayani sesamanya. Pernyataan itu berarti iman membebaskan manusia dari setiap peraturan, tetapi kebebasannya tidaklah tanpa kendali. Manusia dibimbing sedemikian rupa oleh Kristus, sehingga dengan bebas ia melakukan lebih daripada yang dituntut oleh hukum (Galatia 5:18).
Maknanya Bagi Katekisan
Pedoman hidup bagi orang percaya yang telah diampuni dosanya oleh Allah dan yang telah dibarui di dalam Kristus, ialah sebagai berikut:
Memiliki etika yang baru
Kristus telah memulihkan citra Allah yang rusak oleh dosa. Pemulihan citra Allah itu berdampak pada pemberian kemampuan untuk melakukan hal-hal yang baik. Dengan kata lain, hidup dalam pengampunan adalah hidup dalam rahmat dan kasih karunia untuk mempersembahkan hidup itu sendiri demi kemuliaan Allah (Roma 12:1, Galatia 2:19). Hidup yang demikian adalah hidup yang memiliki etika baru dalam dunia dan masyarakat. Hidup dalam etika yang baru ialah hidup yang mengampuni dan menghargai hak-hak orang lain.
Bertumbuh, berkembang dan berbuah.
Orang yang sudah dibarui harus menampakkan proses pertumbuhan (bertumbuh) dan perkembangan (berkembang), dan akhirnya berbuah, sebab memang demikianlah maksud panggilan Tuhan bagi kita, yakni bekerja (melayani) dan memberi buah (Galatia 5:22).
Kepustakaan :
  1. Buku Pemahaman Iman GPIB.
  2. Dr. Harun Hadiwijono, Iman Kristen, BPK-Gunung Mulia
  3. Dr. J.L.Ch. Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen, BPK-     Gunung Mulia.
  4. Dr. J.L.Ch. Abineno, Aku Percaya Kepada Allah, BPK-Gunung Mulia.
  5. Dr. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, BPK-Gunung Mulia.

YESUS KRISTUS

Materi  14
Pokok Bahasan        : Ajaran Gereja
Sub Pokok Bahasan : Yesus Kristus
Tujuan Pembelajaran Khusus, agar katekesan dapat:
  1. Memiliki pemahaman tentang Tuhan berdasarkan Alkitab.
  2. Percaya dan mengaku Yesus Kristusadalah Tuhandan Juruselamat
  3. Menjadi Warga Gereja yang bertanggungjawab dalam melaksanakan misi Kristus di tengah-tengahkeluarga, Gereja, Masyarakat dan bagi seluruh ciptaan. 
PENDAHULUAN
Yesus Kristus adalah seorang Yahudi. Ia dikenal sebagai anak seorang tukang kayu yang bernama Yusuf dan ibunya bernama Maria. Ia lahir sekitar tahun 6 s.M di masa pemerintahan Herodes Agung.
Seperti para nasir (pelihat) dan nabi serta para tokoh penting lainnya di zaman Perjanjian Lama, termasuk Yohanes Pembaptis di akhir masa “Antar Perjanjian”, maka kelahiran Yesus dan tugas-tugas yang akan diemban-Nya diberitahukan terlebih dulu oleh Tuhan melalui malaikat. Sesuai berita yang disampaikan malaikat kepada Maria bahwa Yesus, sesuai dengan nama-Nya (Yosua = yang menyelamatkan), telah ditentukan untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. (Luk. 1)
Tidak diketahui dengan pasti masa kanak-kanak, masa remaja dan masa muda Yesus. Sebab Alkitab tidak memberitahukan dengan rinci tentang hal itu. Namun, dipastikan masa kanak-kanak dan masa remaja Yesus adalah adalah seperti yang anak-anak dan remaja Yahudi pada umumnya. Yaitu bahwa Yesus mengikuti pendidikan agama di tingkat dasar dan lanjutan di rumah pengajaran (Bethamidras) sampai lulus sebagai seorang anak Taurat pada usia 12 tahun. Tidak aneh jika dicatat oleh penginjil bahwa pada usia 12 tahun Yesus sudah bisa bersoal jawab tentang taurat dengan poara pengajar di Bait Allah (Mat…)
Mengacu pada pergerakan yang digagas Yesus, yang sangat mirip pergerakan pembaharu Yudaisme, khusus kelompok Esseni (kelompok yang berusaha memurnikan Yudaisme), maka mereka berpendapat bahwa Yesus sesudah lulus sebagai anak Taurat, Yesus pergi ke padang gurun untuk belajar dan menjadi penganut kelompok Essenit. Sementara ada ahli lain yang mengatakan bahwa mengamati pada kedekatan Yesus dengan Yohanes Pembabtis, maka bisa dipastikan bahwa Yesus sesudah lulus sebagai anak taurat langsung melalangbuana ke padang gurun dan belajar bersama Yohanes Pembabtis, dan sekaligus menjadi salah seorang pengikut yang setia.
Anggapan ini lebih dapat diterima karena beberapa alasan : Pertama, Yesus muncul di muka umum, ketika mendatangi Yohanes Pembabtis di sungai Yordan dan memberi diri-Nya dibabtis oleh Yohanes Pembabtis. Pada kesempatan itulah, Yesus mendapat kejelasan status-Nya, yaitu ditetapkan sebagai Anak Allah serta mendapat kuasa oleh pengurapan Roh Allah dalam bentuk burung merpati.
Gelar Anak Allah yang dikenalkan kepada Yesus bukanlah suatu istilah biologis (sebuah sebutan untuk diri-Nya Kis. 9:20; 2 Kor 1:19; Gal 2:20; Ef 4:3; 1 Yoh 3:8; 4:15; Ibr 4:14; 5:8; Why 2:18) tidak pada saat kelahiran-Nya di Betlehem tetapi sedari kekal Ia adalah “Anak Allah”. Istilah Anak Allah dalam Perjajjian Lama menunjuk kepada bangsa Israel sebagai umat Allah. Gelar Anak Allah yang pada satu sisi menunjuk pada cara berada Allah yang tidak berada di atas atau yang transenden (Allah Bapa), Allah yang berada di dalam diriNya sendiri tetapi menunjuk pada Allah yang ada di dekat kita, bersama kita, menyertai kita (Imanuel Mat 1:23; Yes 7:4) Allah yang berdiri di tempat kita manusia serta mendamaikan dunia ini dengan diriNya sendiri (2 Kor 5:19).
Istilah Anak Allah dalam Perjanjian Lama menunjuk kepada bangsa Israel sebagai umat Allah. Dalam diri Yesus sebagai Anak Allah, kita yang bukan orang Israel terhisap dalam umat pilihan Allah.
Kedua, Yesus memulai pergerakan-Nya, ketika Yohanes Pembabtis ditangkap dan dipenjara, dan akhirnya di bunuh oleh Herodes Antipas.
Ketiga, mengikuti Yohanes Pembabtis, Yesus pertama kali tampil di Galilea dan menyerukan pertobatan dan bersiap diri untuk menyambut Kerajaan Allah yang menyatu dengan diri dan seluruh pelayanan-Nya.
PERGERAKAN YESUS
Yesus memulai pergerakan (pelayanan)-Nya di tempat asalnya, yaitu di Galilea dan sekitarnya. Ia pun memilih para pengikut-Nya sejumlah 12 orang; umumnya dari lingkungan para nelayan ditambah beberapa anggota pergerakan, misalnya : Yudas Iskariot (dari kelompok Sicaari, suatu sayap dari pergerakan zelot), dan Simon orang Zelot.
Seperti para tokoh pembaharu Yudaisme, khususnya orang Zelot, yang pada masa itu berjuang untuk menentang penjajahan Romawi demi membebaskan dan memerdekakan Israel, maka Yesus pun demikian. Hanya berbeda dengan kelompok Zelot yang memakai kekuatan senjata dan melakukan kekerasan, Yesus dan pergerakan-Nya tidak menggunakan kekuatan senjata dan kekerasan dalam melawan penjajahan Romawi. Yesus menempuh cara-cara damai dengan bertindak seperti seorang nabi kharismatik yang berkeliling untuk mensosialisasikan ajaran yang mengandung ide tentang Kerajaan Allah.
Yesus mengajar dengan penuh kuasa dan charisma, memakai metode perumpamaan yang mudah dimengerti orang yang tidak terpelajar. Kuasa-Nya bukan dari diri-Nya sendiri, tetapi dari Bapa-Nya. Kuasa itu Ia terima melalui hubungan yang akrab di dalam doa kepada Bapa-Nya yang dilakukan disela-sela kepadatan kegiatan-Nya.
Yesus mendekati semua orang, khususnya kaum marginal yang tersingkir dari lingkungan masyarakat, dengan penuh simpati dan empati, tanpa merasa jijik, untuk membawa mereka kembali ke jalan Tuhan. Ia bersikap ramah dan bertutur lemah lembut dalam setiap laku dan ajaran-Nya. Ia tidak hanya mengajar, tetapi juga melakukan banyak tidakan mujizat.
Semua hal itu menyebabkan Yesus lebih dapat diterima oleh banyak orang daripada tokoh-tokoh Yudais lainnya. Yesus diterima bukan hanya oleh kaum marginal, yakni orang-orang kecil, miskin, lemah, sakit, dan berdosa (pelacur dan pemungut cukai), termasuk kaum perempuan dan anak-anak; tetapi juga kelompok cerdik cendikia, yakni beberapa anggota Sanhedrin yang bersimpati pada-Nya. Hal ini mengakibatkan gerakan Yesus berkembang pesat, sehingga menimbulkan iri hati dari para tokoh dan pemimpin lainnya; khusus kelompok imam, yakni para Farisi dan ahli Taurat.
Makin terkenalnya nama Yesus, seiring perkembangan gerakan-Nya yang pesat, yang terdengar sampai keluar Galilea, ternyata mengundang perhatian penguasa Galilea, yakni Herodes Antipas, dan bahkan wali negeri Roma di Yudea, yakni Pilatus. Hal itu tidak membuat Yesus takut dan mundur. Sebaliknya Yesus semakin tampil galak untuk mengkritik para raja dan pembesar karena melakukan kekerasan dan menindas rakyat. Tidak aneh jika banyak orang memahami Yesus sebagai nabi Elia yang hidup kembali. Sementara Herodes Antipasa menganggap Yesus sebagai Yohanes Pembabtis yang telah ia bunuh, tetapi bangkit kembali. Sejak itu dimulai upaya-upaya untuk membunuh Yesus.
DARI GALILEA ke YERUSALEM
Dari Galilea, sesudah mengalami pemuliaan dan penetapan kembali sebagai Anak Allah di atas gunung, mak Yesus mulai menuju ke Yerusalem dengan gerakan massa yang sangat besar. Yerusalem adalah tujuan akhir dari gerakan Yesus. Sebab Yerusalem adalah pusat kekuasaan keagamaan dan politik. Telah terjadi konspirasi jahat dan menyengsarakan rakyat antara penguasa agama dan politik di Yerusalem; dan Yesus datang untuk menghancurkan semuanya itu. Tentu, dengan semua resiko yang harus Yesus terima, seperti yang telah diprediksikan-Nya; bahwa Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang berdosa. Mereka akan membunuh Dia. Tetapi sesudah tiga hari Ia akan bangkit.
Konspirasi polotik yang sangat kuat antara penguasa agama dan politik, bahkan menerobos masuk untuk memecah-belah pergerakan. Dengan politik uang guna menyuap Yudas, menyebabkan Yesus, akhirnya ditangkap, diadili dengan pengadilan yang tidak adil, disiksa dengan cambukan serta ditetapkan sebagai pemberontak dengan hukuman digantung secara tersalib sampai mati di tempat penyalibab di bukit Golgota.
Kematian Yesus untuk keselamatan kehidupan dunia, membuat-Nya mengalami kematian sebagai hukuman Allah atas dosa dan diserahkan kepada kebinasaan di dalam liang kubur. Sebuah kematian yang mengerikan namun ditengah penderitaan disalib itulah terdengar percakapan dengan Sang Bapa :”Ya Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23;34). Diatas salib inilah kuasa kegelapan dikalahkan. Oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu iblis yang berkuasa atas maut.(Ibr 2:4)
DARI GOLGOTA ke KUBUR KOSONG
Yesus dikubur di kuburan Yusuf Arimatea, anggota Sanhedrin yang bersimpati pada Yesus dan Gerakan-Nya. Dengan penguburan itu, para penginjil mau menjelaskan bahwa Yesus tidak hanya akan menjadi Tuhan atas kehidupan, tetapi juga menjelaskan bahwa Yesus tidak hanya akan menjadi Tuhan atas kehidupan, tetapi juga atas kematian dan alam maut. Di dalam kematian-Nya, Ia memasuki terowongan dan alam maut yang kegelapannya sangat menakutkan tiap manusia yang hidup maupun mati. Tetapi justru Yesus pergi ke situ, supaya kuasa-Nya dapat menjangkau kita di sana. Dengan demikian, kematian tidak lagi menakutkan karena di dalam dunia orang matipun Tuhan dan KasihNya dapat menyertai kita.
Yesus tidak bisa terus ditahan oleh kuasa alam maut. Sesudah tiga hari, dengan kuasa dan daya dorong yang dasyat dari Bapa-Nya, Yesus akhirnya menembusi alam maut dan kegelapan kubur untuk bangkit dan hidup kembali.
Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa penting dalam iman Kristen. Salib sebagai bentuk kasih kepada Allah dan sesame dengan harga tinggi memiliki arti karena adanya kebangkitan “Jika Kristus tidak bangkit, maka sia-sialah kepercayaan kamu” (1 Kor 15:17). Dalam peristiwa kebangkitan itulah ketaatan untuk melakukan kehendak Bapa hingga di kayu salib bukanlah sebuah kekalahan, melainkan kemenangan (Yoh 12:32; Flp 2:9). Kebangkitan Yesus adalah juga sebuah jaminan bagi kebangkitan kita, Yesus adalah manusia pertama yang bangkit (Kis 26:23; 1 Kor 15:20,23; Kol 1:18; Why 1:5), dank arena itu kematian tidak menjadi kata akhir bagi manusia.
KENAIKAN dan KEDATANGAN KEMBALI
Yesus tidak harus berada di dunia, sebab Dia bukan dari dunia. Dia telah menyelesaikan karya penyelamatan dunia yang dipercayakan oleh Bapa-Nya. Karena itu, Dia harus kembali untuk menerima kemuliaan yang telah ditinggalkan-Nya ketika menjadi manusia.
Yesus adalah Allah sejati dan manusia sejati. Di dalam Dia kita berjumpa dan mengenal Allah yang sesungguhnya, dan juga berjumpa dengan manusia yang sesungguhnya, serta bagaimana seharusnya menjadi manusia sesungguhnya bagi sesame.
Sejak kenaikan Yesus ke surge maka arah iman kita kembali tertuju dan pengharapan kita menjadi kian pasti. Sebab Yesus adalah Kristus (Yesus-IESU: dalam bahasa Ibrani Yesua/Yehoshua) mengandung arti Yahweh menolong atau yang menyelamatkan. Sedangkan Kristos (Ibrani = Mesiah) = YANG DIURAPI.
Kedua kata itu dapat diterjemahkan : “Dia Yang menyelamatkan adalah Dia Yang diurapi”.
Ada tiga pemimpin rakyat yang diurapi yakni, Raja, Imam, Nabi. Ketiga jabatan ini menyatu dalam diri Yesus. Sebagai Raja, Nabi dan Imam. Yesus Sang Pemimpin rakyat itu berkarya membawa keselamatan; bukan hanya pada saat kematian dan kebangkitan-Nya, tetapi kelak pada saat Ia datang kembali dalam kemuliaan-Nya. Tindakan penyelamatan ini tidak berasal dari manusia, karena kebaikan dan kemampuannya untuk memberlakukan tuntutan-tuntutan hokum agama tetapi merupakan anugerah Allah sola gratia).
Yesus berfirman, “Siapa yang bertahan sampai akhir akan diberi mahkota kemuliaan”.

PANGGILAN DAN PENGUTUSAN GEREJA

Materi 26
A. APA ITU GEREJA
Gereja adalah salah satu realitas yang paling fundamental dari Iman Kristen. Doktrin tentang Gereja disebut Ekklesiologi. Alkitab menerangkan bahwa Gereja sebagai persekutuan orang percaya, tubuh Kristus dan Persekutuan oleh Roh Kudus. Persekutuan Orang Percaya.
Perjanjian Baru menyebut Gereja sebagai Persekutuan Orang Percaya (1 Petrus 2 : 9). Kata yang dipakai untuk Gereja adalah Ekklesia (ek : keluar; kaleo : memanggil). Jadi secara harafiah berarti kumpulan orang-orang yang dipanggil ke luar. Dalam bahasa Ibrani : Qahal yang berarti himpunan orang yang dipanggil untuk mendengarkan nasihat-nasihat atau untuk penugasan militer.
Komunitas Mesianik.
Komunitas Mesianik adalah himpunan orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Mesias yang memproklamirkan kehadiran Kerajaan Allah (Lukas 4 : 21; 11 : 20; 12 : 32). Bandingkan pengakuan Simon Petrus (Matius 16 : 18).
Tubuh Kristus.
Istilah ini dipakai untuk Gereja dalam Pemahaman secara Universal (Efesus 1 : 22; Kolose 1 : 18). Tetapi juga untuk Gereja lokal (1 Korintus 12 : 27). Istilah tubuh Kristus menekankan Kesatuan Gereja, Saling ketergantungan warganya dan hubungan vital Gereja dengan Kristus Kepala Gereja.
Persekutuan oleh Roh Kudus.
Gereja adalah ciptaan Roh Kudus. Oleh Roh Kudus Gereja menjadi Persekutuan Kudus yang diikat oleh Kasih (Galatia 5 : 22). Gereja menjadi wadah yang memiliki Roh Kudus dan karunia-karunia Roh Kudus memperlengkapi warga Gereja untuk melaksanakan tugas kesaksian kepada dunia. Gereja sebagai Persekutuan Orang Percaya maupun Individu digambarkan juga sebagai Rumah Roh Kudus (1 Korintus 3 : 16; Efesus 2 : 21; 2 Petrus 2 : 5). Gambaran ini menunjuk pada sifat kudus Gereja. Tiang Penopang dan Dasar Kebenaran (1 Timotius 3 : 15). Simbol ini menunjuk kepada tugas Gereja sebagai pengawal dan pembela kebenaran Allah. Gereja dibangun di atas Firman Allah dan selanjutnya bertugas memelihara dengan setia kebenaran tersebut.
Keluarga Allah.
Orang-orang percaya yang telah mengalami Pembaharuan hidup oleh Roh Kudus diangkat menjadi "Anak angkat Allah" (Roma 8 : 15-16), menyebabkan Gereja disebut sebagai Keluarga Allah. Sebagai anggota Keluarga Allah, masing-masing warga Gereja terpanggil untuk saling menolong (Galatia 6 : 1). Sebagaimana yang layak terjadi di antara sesama saudara.
Catatan :
Masih ada istilah-istilah yang dipakai untuk menggambarkan Gereja seperti Kitab Wahyu : Pengantin Perempuan Kristus, Yerusalem Baru, Israel Baru.
B. CIRI-CIRI GEREJA
Keesaan.
Kristus sendiri menginginkan dan mendoakan agar Gereja bersatu. Kesatuan yang diinginkan Tuhan bukan terutama Kesatuan Organisatoris, tetapi kesatuan komunitas atau organism seperti yang terdapat dalam Keesaan Allah sendiri (Yohanes 17 : 1 - 26). Keesaan ini sama sekali tidak menghapuskan kepelbagaian dalam tubuh Gereja. Sebaliknya kepelbagaian Karunia. Fungsi dan Jabatan masing-masing warga merupakan Ungkapan dari kesatuan organis tersebut (1 Korintus 12 : 4, 6). Keesaan itu terjadi karena Gereja memiliki satu Bapa, satu Tuhan dan satu Roh. Dan juga bersama mengalami satu Panggilan, satu Pengharapan, satu Iman, satu Baptisan (Efesus 4 : 1 - 6).
Kekudusan.
Allah memilih umat-Nya yaitu Gereja-Nya agar menjadi kudus ( 1 Petrus 1 : 15 dan 16). Kekudusan tersebut tidak hanya kekudusan yang nampak secara lahiriah dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang di cap kudus melainkan pancaran dari karya Roh Kudus, yang memisahkan kita dari dosa dan menanamkan sifat Ilahi-Nya dalam kehidupan Gereja.
Bersifat Khatolik (Am).
Gereja bersifat Universal. Ia tidak dibatasi secara Geografi. Gereja adalah satu Keluarga Allah (Efesus 4 : 6). Satu di dalam Tuhan Yesus Kristus (Efesus 2 : 14, 16; 1 Korintus 10 : 17). Satu dalam Persekutuan dalam Roh Kudus (Kisah Para Rasul 4 : 16). Bavink menjelaskan sifat Am dari Gereja menunjuk kepada :
  1. Keesaan yang utuh dari jemaat-jemaat lokal yang tersebar.
  2. Keesaan yang meliputi warga yang berasal dari segala bangsa, zaman dan tempat.
  3. Merangkul seluruh pengalaman manusia baik dalam hidup ini maupun hidup yang akan datang, yang nampak maupun yang tidak nampak. Dengan kata lain ide Am, merupakan suatu pengakuan tentang keesaan tentang Agama Kristen didasarkan atas keyakinan bahwa Keristenan adalah agama dunia yang melayani semua manusia dan menguduskan setiap makhluk tanpa memandang tempat, bangsa maupun waktu.
Bersifat Rasuli.
Gereja dibangun atas dasar pengajaran Rasul dan Nabi (Efesus 2 : 20). Gereja bersifat rasuli artinya Gereja tercipta akibat diberitakannya Injil yang apostolik yaitu Injil yang sesuai dengan yang ditradisikan dari Kristus kepada para Rasul sesuai dengan apa yang dicatat dalam Alkitab, dan tetap memelihara dan meneruskan dengan setia tradisi Injil Rasuli itu.
Dalam tulisannya kepada jemaat di Korintus Paulus sangat menekankan aspek tradisi Rasuli yang diajarkannya kepada Jemaat di Korintus. Kepada Timotius Paulus menuntut agar Timotius memelihara tradisi Rasuli itu agar regenerasi kepemimpinan itu tidak berbalik menjadi degenerasi.
C. PANGGILAN DAN PENGUTUSAN GEREJA
Panggilan Utama Gereja adalah memberitakan Injil Tuhan Yesus Kristus (1 Petrus 2 : 9 ; Matius 28 : 19-20; Markus 13 : 10-13 ; Lukas 4 : 14, 19). Panggilan tersebut dilaksanakan melalui Persekutuan (Koinonia), Pelayanan (Diakonia), Kesaksian (Marturia). Istilah-istilah ini dikenal sebagai Tri Dharma Gereja yang tidak dapat dipisahkan walaupun dapat dibedakan. Gereja adalah persekutuan yang bersaksi dan melayani; kesaksian yang harus dilaksanakan adalah kesaksian oleh persekutuan yang dibarengi dengan pelayanan. Pelayanan adalah pelayanan di dalam dan oleh persekutuan dan merupakan kesaksian.
D. TANGGUNG-JAWAB WARGA GEREJA
Pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan adalah tanggung-jawab dari seluruh warga gereja. Adalah keliru pendapat yang mengatakan bahwa pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan hanyalah tanggung-jawab dari para pejabat dan fungsionaris dalam organisasi Gereja. Imamat Am orang percaya menegaskan keikutsertaan aktif semua warga untuk mengemban panggilan dan pengutusan Gereja secara bertanggung-jawab.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Sinclair B. Ferguson dkk, New Dictionery Of Theology, Intervarsity Press, Leicester, England
  2. Louis Berkhof, A Summary Of Christian Doctrine, The Banner Of Truth Trust Edinburgh England
  3. Bahan Pelajaran Katekisasi Buku 1, Majelis Sinode GPIB


SEJARAH GEREJA DI INDONESIA

Materi ke - 29
Pokok Bahasan          : Konteks Gereja
Sub Pokok Bahasan   : Sejarah Gereja di Indonesia
Tujuan Pembelajaran Khusus :
  1. Menjelaskan pertumbuhan gereja dan penginjilan di Indonesia secara garis besar
  2. Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi gereja di Indonesia pada kurun waktu masa VOC dan penjajahan Belanda.
  3. Menghargai keberadaan Gereja-Gereja di Indonesia yang berakar pada sejarah masa lampau.

Kepulauan Nusantara (sekarang Indonesia) memiliki sejarah yang panjang. Sebelum tahun 400 Masehi (abad 4) telah terjadi berbagai perkembangan tetapi tidak ada peninggalan tulisan sehingga masa itu kita sebut pra sejarah Nusantara. Sejarah Nusantara baru dimulai dengan kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha abad 4 sampai 15 yang tersebar di Kalimantan, Jawa dan Sumatra. Kerajaan-kerajaan yang terkenal adalah Sriwijaya di Sumatra Selatan (abad 7-13) dan Majapahit (13-15) di Jawa Timur, yang juga menjadi salah satu mata rantai dalam jalur perdagangan antar Asia Timur (Tiongkok) dan Eropa (Italia) melalui jalur laut. Sejak dulu Nusantara terkenal dengan hasil rempah-rempah antara lain lada, kayu cendana, kemenyan, cengkeh, pala dan kapur barus. Rempah-rempah itu telah menjadi primadona perdagangan internasional dengan para pedagang datang dari Cina, India, Gujarat, Persia, Arab dan kemudian orang-orang Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Setelah kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang menyebarkan agamanya, muncul pedagang-pedagang Gujarad, Persia dan Arab yang menyebarkan agama Islam.
Sejarah mencatat bahwa sejak abad 11 telah muncul kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, Malaka, Jawa, Kalimantan, sampai ke Nusantara bagian Timur yaitu Ternate, Tidore dan Hitu. Kerajaan-kerajaan ini berkembang sampai abad 17 dan menyebarkan Islam yang menjangkau wilayah-wilayah Nusantara seperti yang kita kenal sekarang. Walaupun Islam menguasai hampir semua daerah pesisir pulau-pulau di Nusantara, tetapi agama-agama asli atau suku tetap hidup terutama di pedalaman-pedalaman khususnya di pulau-pulau yang secara perdagangan tidak menguntungkan, seperti Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Pada satu ketika jalur perdagangan rempah-rempah dari Asia (khusus Nusantara) mengalami kemacetan. Rempah-rempah tidak dapat lagi dibawa ke Eropa. Hal ini disebabkan perang salib antara orang-orang Arab dan Turki (yang Islam) melawan orang-orang Germania (Kristen) pada tahun 1095 – 1299 dan berlanjut sampai abad 16. Akibat perang ini banyak wilayah Kristen di Timur Tengah dan Afrika Utara menjadi Islam. Malah wilayah Spanyol dan Portugis beberapa abad dijajah Islam.
Kebangkitan melawan Islam sekaligus sebagai upaya merebut daerah-daerah penghasil rempah-rempah (Nusantara) muncul ketika Spanyol dan Portugis berhasil mengusir orang-orang Islam dari Eropa Selatan. Kemenangan ini disambut Paus Gereja Katolik Roma Aleksander VI yang memberikan mandat kepada Spanyol dan Portugis untuk menguasai dunia baru bagi Gereja Katolik Roma (d.h.i. Paus). Kita ingat Colombus yang berlayar ke Barat dan menemukan Amerika tahun 1492 dan Vasca da Gama ke Timur mencapai India tahun 1498. Malah dengan cepat orang-orang Portugis menguasai Malaka 1511 dan mendarat di Ternate 1512. Gereja Katolik Roma secara resmi beribadah di Ternate tanggal 24 Juni 1522 (diperingati sebagai masuknya Gereja Katolik Roma ke Indonesia).
Mulailah kegiatan Gereja di Maluku yang dirintis oleh pater-pater Dominikan, Fransiskus dan Agustin. Belakangan datang membantu pater-pater Jesuit dengan pelayanan Fransiscus Xaverius pada tahun 1546 sampai 1548. Hasilnya cukup berkembang dengan masuknya 47 desa di Leitimor Ambon Saparua, Haruku, Nusalaut dan Seram Selatan memeluk Katolik Roma. Gereja Katolik juga menjangkau Sulawesi Utara 1563 tetapi tidak berhasil membentuk jemaat-jemaat seperti di Maluku. Begitu pula menyebar ke NTT dan berhasil membangun Jemaat-jemaat Katolik di Flores, Solor dan Timor.
Perjalanan Portugis di Indonesia penuh dengan tantangan. Tidak hanya dari Sultan-Sultan Islam (pater Simon Vaz dibunuh di Morotai 1535) tetapi juga dari pihak Belanda dengan Verenigde Oost-Indische Campagnie (=VOC) badan dagang yang didirikan 1602 yang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
Terjadilah perang yang menentukan di Teluk Ambon. Tanggal 23 Februari 1605, kapal-kapal perang Belanda dibawah Laksamana Steven van der Haghen mengalahkan kapal-kapal perang Portugis dibawah Laksamana Caspar de Mello. Benteng Portugis jatuh ke tangan Belanda, maka pada hari Selasa, 27 Februari 1605 diadakanlah Ibadah Pengucapan Syukur di Benteng Victoria, Ambon. Itulah ibadah Protestan yang pertama di Nusantara (dan Asia). Sekarang, tanggal 27 Februari tersebut dijadikan sebagai titik tolak ulang tahun GPI = Gereja Protestan di Indonesia. Sejak itu Ambon dijadikan pusat VOC di Nusantara dengan dipimpin oleh Gubernur Jenderal. Semua umat Katolik di Ambon dialihkan menjadi umat Protestan. Dari Ambon dilakukan pelayanan oleh tenaga-tenaga pendeta dari Belanda yang dibantu oleh perawat orang sakit yang sebelumnya bertugas di kapal-kapal VOC. Pelayanan menjangkau pulau-pulau di Maluku bagian Selatan seperti Kei, Aru, Tanimbar, Babar dan Kisar, juga perjalanan pelayanan dari Bacan ke Minahasa dan Sangir tahun 1675 dan 1689. Namun perkembangan pelayanan tersebut tidak memuaskan. Orang-orang Kristen di Maluku bertambah dari 16.000 saat penyerahan dari Portugis (awalabad 17) menjadi 33.000 pada akhir abad 17. Sejak 1612 telah ditempatkan pendeta di Ambon dan tahun 1622 dibentuk Majelis Gereja di Banda dan 1625 di Ambon yang mengorganisir pelayanan. Pendeta-pendeta mendidik guru-guru Ambon yang selanjutnya berjasa memelihara jemaat - jemaat tatkala tidak ada lagi penempatan pendeta karena merosotnya VOC.
Sementara itu VOC mencari pusat perdagangan baru karena Ambon dianggap terlalu jauh. Maka dibangunlah kota Batavia (=Jakarta sekarang) pada tanggal 30 Mei 1619 dan Jan Pieterzoon Coen diangkat menjadi Gubernur Jenderal. Lalu bulan Desember 1619, diangkatlah Pdt. Adriaan Jacobsz Hulsebos (sahabat Coen) menjadi pendeta di Batavia. Ia mengadakan pelayanan Perayaan Perjamuan Kudus pertama yang dilaksanakan tanggal 3 Januari 1621 sekaligus membentuk Majelis Gereja Protestan di Batavia. Majelis Gereja Batavia membuka pelayanan berbahasa Belanda di pusat VOC, (Taman Fatahilah sekarang), Bahasa Portugis untuk orang-orang yang dimerdekakan sebagai pengikut orang-orang Portugis atau keturunan Portugis di Tugu tahun 1633 (sekarang Jemaat GPIB Tugu Tanjung Priok). Sebelumnya sejak tahun 1621 telah dilaksanakan pelayanan berbahasa Melayu yang mengambil lokasi di luar benteng (sekarang Taman Fatahilah) dan sekarang kita kenal dengan Jemaat GPIB Sion di Kota. Sementara itu dibuka pos pelayanan bahasa Melayu di Jatinegara (Gereja GPIB Bethel Kononia sekarang), dilayani oleh Cornellis Senen (1600-1661), seorang guru Injil asal Banda. Ia seorang kaya yang memiliki tanah di Jatinegara (yang terkenal dengan Meester Cornellis) dan di daerah Senen (sekarang terkenal dengan Pasar Senen).
Dari Batavia VOC membuka pelayanan di Kupang (1613), Malaka (1641), Makasar (1670), Padang (1683), Surabaya (1708) dan Semarang (1753). Sampai tahun 1624, di Nusantara ini terdapat 5 (lima) Jemaat, yaitu Banda, Ambon, Bacan, Solor dan Batavia. Jemaat-jemaat ini pertama kali mengadakan rapat bersama (Sidang Sinode) pada tanggal 8 Agustus – 20 Oktober 1624 di Batavia untuk memberlakukan peraturan Gereja Protestan di Nusantara. VOC melakukan kegiatan Gereja sebatas merawat kerohanian orang-orang Belanda yang berdagang dan pegawai-pegawainya (termasuk orang-orang pribumi yang menjadi Kristen) di wilayah-wilayah Nusantara, khusus kota-kota pelabuhan. Perawatan rohani itu mencakup ibadah-ibadah Minggu, Baptis, Perjamuan Kudus. Katekisasi, pernikahan, pemakaman, menghibur orang-orang sakit, kunjungan-kunjungan dan penerjemahan bagian-bagian Alkitab ke dalam bahasa Melayu. Tidak ada data yang menjelaskan bahwa VOC memberitakan Injil untuk memenangkan orang-orang pribumi yang masih belum beragama. VOC melakukan tugas rawatan rohani berdasarkan Pengakuan Iman Belanda (1561, artikel 36 yang menugaskan pemerintah untuk: “mempertahankan pelayanan Gereja yang kudus, memberantas dan memusnahkan penyembahan berhala dan agama palsu, menjatuhkan kerajaan Anti-Kristus dan berikhtiar supaya Kerajaan YESUS KRISTUS berkembang, berusaha agar Firman Injil dikabarkan ke mana-mana, supaya ALLAH dimuliakan dan dilayani oleh tiap-tiap orang, sebagaimana diperintahkan-NYA dalam Firman-NYA.”
Sekalipun ada penugasan seperti ini, tetapi VOC lebih mementingkan perdagangan. Boleh dikatakan tak ada upaya secara berencana melakukan pekabaran Injil dan mendirikan Gereja di Nusantara. Masyarakat yang beragama suku (percaya kepada leluhur) tidak dijangkau. VOC lebih mengamankan kepentingan dagangnya dari rongrongan Sultan-sultan dan raja-raja Islam. Untuk menjaga kepentingannya. VOC memonopoli perdagangan dan membiarkan kerajaan Islam berkuasa di daerah-daerahnya masing-masing. Jadi VOC tidak menjajah Nusantara sampai badan ini dibubarkan tanggal 31 Desember 1799 oleh Kerajaan Belanda. Korupsi yang merajalela dan merosotnya perdagangan rempah-rempah menyebabkan badan ini gulung tikar. Secara otomatis pula jemaat-jemaat yang dilayaninya juga terlantar dan tidak terurus. Bahkan kebanyakan kembali lagi ke agama sebelumnya. Fakta sejarah membenarkan bahwa warga masyarakat setempat (=pribumi) menjadi Kristen bukan karena percaya sungguh-sungguh kepada TUHAN YESUS KRISTUS sebagai Juruselamat. Mereka menjadi Kristen terutama karena faktor politik yaitu mencari perlindungan kepada Portugis atau Belanda untuk mempertahankan diri. Juga oleh faktor psikologis yaitu mengangkat martabat dan kedudukan yang dipersamakan dengan pendatang dari Eropa. Sehingga mereka mengganti nama dan marganya dengan nama orang-orang Eropa, walau sering terjadi bahwa orang-orang Eropa itu tidak menjadi teladan secara moral dan etika. Persoalan-persoalan ini sering menjadi pergumulan Gereja juga zaman selanjutnya.
Dengan bubarnya VOC, Belanda secara resmi berkuasa atas Nusantara sebagai wilayah jajahannya sejak 1 Januari 1800. Belanda mulai mengadakan langkah-langkah penataan, namun mengalami kesulitan karena perkembangan yang terjadi di Eropa. Revolusi Perancis 14 Juli 1789 dan ekspansi Napoleon Bonaparte (1799-1815) turut mempengaruhi peta politik di Eropa. Belanda berada dalam pengaruh Perancis dan permusuhan Perancis dengan Inggris turut menyeret Belanda. Atas restu Napoleon, Herman Willem Daendels ditempatkan sebagai Gubernur Jenderal di Nusantara (1808-1811) dengan tugas mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Daendels gagal mempertahankan pulau Jawa, dan Nusantara resmi dikuasai Inggris (1811-1816). Thomas Stamford Raffles menjadi penguasa Inggris di Nusantara dengan pangkat Letnan Jenderal. Jasa-jasa Raffles tidak hanya terlihat dalam membangun Kebun Raya Bogor, tetapi juga dalam pelayanan Gereja. Ia mendirikan Yayasan Penginjilan dan mendorong pertumbuhan Gereja, khusus di Batavia dan Surabaya, termasuk penerjemahan Alkitab. Inggris mengakhiri peranannya di Nusantara tahun 1816 berdasarkan Konvensi London 1814. Belanda kembali berkuasa dan menerapkan 3 (tiga) kebijakan penting.
Pertama, dibidang pendidikan di mana penduduk setempat (pribumi) diperkenankan menempuh pendidikan dasar dan menengah, dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Kebijakan ini terutama didorong oleh gerakan humanism di Eropa dan tanggung jawab pemerintah untuk mengupayakan kemajuan di antara masyarakat. Pendidikan dasar dan menengah ini ditingkatkan dengan berdirinya sekolah-sekolah termasuk sekolah-sekolah zending dan sekolah Teologi.
Kedua, di bidang ekonomi dalam rangka mengatasi kesulitan ekonomi dan keuangan di Negeri Belanda dan juga daerah-daerah jajahannya. Masyarakat digerakkan untuk menanam jenis-jenis tanaman yang dibutuhkan pasaran dunia yaitu: kopi, teh, karet dan kina. Usaha ini diikuti dengan dibukanya perkebunan-perkebunan di Jawa dan Sumatra. Kebijakan ini dikenal dengan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) sejak 1830. Walau kebijakan inimengalami kemajuan pesat tetapi hasilnya tidak dinikmati rakyat. Bagi Gereja zaman itu contoh pembangunan di bidang ekonomi ini mengilhami Gereja juga untuk mendorong pembangunan ekonomi Jemaat, antara lain dengan membuka lahan untuk kebun-kebun Jemaat.
Ketiga, di bidang agama, dimana pemerintah memproklamirkan adanya kebebasan beragama, sejak pemerintahan Daendels di Nusantara. Kebijakan ini dilatar-belakangi oleh aliran Pencerahan di Eropa abad 18 yang sangat menekankan kemandirian manusia yang bebas dari semua kuasa di luar dirinya baik yang duniawi maupun ilahi. Manusia bebas menentukan apa yang baik dan penting bagi hidupnya. Juga dalam hal beragama atau tidak. Hal-hal yang diluar akalnya tidak harus mengikat dirinya termasuk Gereja. Kebebasan beragama ini juga tak hanya dipengaruhi aliran pencerahan, tetapi juga ada aliran lain di kalangan orang-orang Kristen yang disebut pietisme (= gerakan kesalehan).
Gerakan ini mengajarkan bahwa hidup saleh ditandai dengan hidup suci yang dibuktikan dengan pertobatan pribadi oleh kuasa Roh Kudus dan baptis ulang. Selain itu gerakan ini mendorong orang-orang Kristen untuk tidak terikat pada organisasi Gereja dan bila perlu berjuang membuat Gereja-gereja bertobat. Mereka membangun solidaritas orang-orang Kristen dan menggerakkan untuk memberitakan Injil ke seluruh dunia. Keanggotaan gereja tidak penting.
Kebijakan-kebijakan di atas diterapkan di daerah jajahan Belanda di Nusantara. Namun tidak mudah, karena menghadapi masyarakat yang sangat majemuk. Lagi pula masyarakat mengalami kemiskinan karena perdagangan rempah-rempah merosot tajam. Lalu  kerajaan-kerajaan setempat semakin dikurangi kekuasaannya oleh Belanda. Nafsu penjajahan menimbulkan kebencian dari masyarakat. Muncullah pemberontakan-pemberontakan setempat dimulai dari Thomas Matulesy (Pattimura) di Maluku, 1817; Diponegoro di Jawa, 1825-1830; Imam Bonjol di Sumatera, 1821-1837; Hidayat di Kalimantan, 1859-1852; Sisingamangaraja XII di Tapanuli, 1878-1907; dan banyak lagi daerah-daerah yang bergolak melawan Belanda.
Menghadapi keadaan yang bergolak ini Belanda mengadakan konsolidasi pemerintahan dan menanamkan kekuasaannya di seluruh wilayah Nusantara. Bersamaan dengan itu disusun dua langkah di bidang agama untuk menghadapi keadaan, khusus Islam.
Pertama, menghimpun kembali Jemaat-jemaat Protestan yang telah ada sejak VOC dan mengorganisir orang-orang Protestan di seluruh wilayah Nusantara ke dalam Gereja Protestan di India Timur (De Protestantsche Kerk in Oost Indie) dengan keputusan pemerintah 1815 dan dilaksanakan tahun 1840. Dibentuklah Majelis Gereja dibawah Departemen Perdagangan dan Daerah Jajahan. Pusatnya di Gereja Immanuel, Merdeka Timur 10 Jakarta sekarang. Untuk itu dibangun Gereja Raja Willem (sekarang Immanuel) tahun 1835-1839. GPI sering disebut sebagai Gereja yang diatur oleh Negara dengan sistem birokrasi dan organisasi yang ketat. Pembiayaannya oleh Negara.
Kedua, mengizinkan badan-badan penginjilan dari Eropa masuk ke Nusantara untuk menginjili penduduk asli yang belum beragama agar menjadi Kristen. Oleh pengaruh Pietisme (seperti disebut 5.5) terbentuk badan-badan penginjilan (zending) di Inggris, Belanda, Jerman dan Swiss. Saat Inggris berkuasa di Nusantara, misi dari London bekerja di Jakarta dan Baptis di Semarang. Selanjutnya penginjilan dari Belanda yang bekerja di Nusantara. Sedangkan Tapanuli dilayani oleh penginjilan dari Jerman dan Kalimantan oleh penginjilan dari Swiss. Badan-badan penginjilan ini bekerja secara mandiri tanpa bergantung pada Negara, walau sering dihambat karena dianggap merugikan kepentingan politik, ekonomi dan sebagainya dari Negara. Boleh dikatakan GPI dan Badan-badan penginjilan (zending) bahu membahu melaksanakan dan mengembangkan kekristenan di Indonesia. Sementara itu gereja Roma Katolik dengan kebijakan kebebasan beragama di perbolehkan melakukan kegiatan di Nusantara. Dibangunnya Gereja Katedral baru pada 1891 menandai keagiatan-kegiatan Gereja Katolik Roma dibawah pater-pater Jesuit dan yang lainnya di Nusantara.
Selanjutnya kita akan mempelajari secara singkat Gereja Protestan di bawah Negara.
Gereja Protestan yang diasuh Negara disebut De Protestansche Kerk in Oost Indie, kemudian berganti nama menjadi De Protestansche Kerk in Nederlands-Indie. Lalu menjelang kemerdekaan disebut De Protestansche Kerk in Indie. Akhirnya tahun 1948 dirubah menjadi Gereja Protestan di Indonesia (GPI). GPI, melalui pemerintah Belanda bekerja sama dengan Gereja Hervormd Belanda (De Nederlandsch Hervormd Kerk atau Gereja Reformasi/Pembaruan Belanda) menempatkan pendeta-pendeta Belanda di Indonesia. Mereka melayani di Batavia (= Jakarta), Ambon, Manado/Tomohon, Kupang, kemudian Semarang, Surabaya, Makasar, Padang dan kota-kota besar lainnya. Umumnya melayani orang-orang Belanda, pegawai-pegawai dan tentara yang umumnya berasal dari Ambon, Minahasa dan Timor. Disamping itu GPI bekerjasama dengan badan-badan zending Belanda (Nederlandsch Zendeling Genootschaap = NZG), untuk membangun kembali jemaat-jemaat di Maluku. Joseph Kam dipekerjakan di Ambon tahun 1815-1833 dan mengunjungi hampir seluruh wilayah Maluku sampai ke Timor, Minahasa dan Sangir. Ia digelar Rasul Maluku karena kegiatannya mengunjungi Jemaat-jemaat, menyediakan tenaga guru, dan fasilitas pelayanan seperti bahan-bahan khotbah dan katekisasi.
GPI juga bekerjasama dengan NZG melayani di Minahasa melalui 3 (tiga) penginjil terkenal Gerrit Jan C. Hollendorn (1827-1839), Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlob Schwarz (1831 sampai1880-an) termasuk membuka sekolah-sekolah untuk masyarakat. Di Timor GPI bekerjasama dengan NZG dan disana ditempatkan pendeta-pendeta penginjil seperti R. le Bruijn (1819) dan Yohanis Condrad Terlinden (1829) di pulau Rote. Mereka juga melayani dan membuka sekolah-sekolah.
Di lain pihak (di luar GPI) muncul penginjilan-penginjilan yang dilakukan secara pribadi atau kelompok. Di Jawa Timur juga tercatat nama seperti: Johanes Emde (1774-1859) yang bekerja di Surabaya menyebarkan Alkitab, serta mengkristenkan dengan menerapkan budaya Eropa (harus meninggalkan adat setempat). Conrad Laurence Coolen (1775-1858) mendirikan desa rohani (Islam dan Kristen) di Ngoro (Selatan Surabaya) dengan mengajarkan kekristenan secara “ngelmu”, zikir, mempergunakan gamelan, wayang dan mendorong agar tetap mempertahankan budaya Jawa. Pengikut-pengikut Coolen bertapa dan mencari hubungan dengan KRISTUS sebagai “Guru”. Pengikut-pengikutnya antara lain Kyai Ibrahim alias Kyai Ngabdulah alias Tunggul Wulung yang menginjili di daerah Juwana-Jepara, gunung Muria dan sekitar. Selain itu Kyai Zadrack (1840-1924) di Purworejo Jawa Tengah. Juga Pa Dasima serta Paulus Tosari dari Ngoro, yang mendirikan desa Kristen di Mojowarno sekitar tahun 1834 dan 1840. Dua nama terakhir ini menjadi perintis berdirinya Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Di Batavia ada nama-nama seperti Cornelis Chastelein pada tahun 1714 membebaskan pengikut-pengikutnya dalam 12 marga (a.l. Jonathans, Bäcas, Sudira) untuk mengolah tanahnya di Depok (de Eerste Protestant Organizatie Kerk, Jemaat GPIB Depok sekarang) dan memberikan mereka 12 marga yang membentuk Jemaat disana. Selain itu ada seorang tokoh (awam): Mr. F.L Authing, wakil Ketua Mahkamah Agung yang menginjili Kampung Sawah dan Gunung Putri (Jemaat-jemaat GKP sekarang). Juga Pdt. E.W. King yang membentuk Jemaat Jatinegara (GKP Rehoboth sekarang).
Selanjutnya GPI mengembangkan kemandiriannya yang ditandai dengan Keputusan-keputusan Sidang Gereja Am (=Sidang Sinode) pada tahun 1916, 1933, 1936, 1939 dan memuncak pada tahun 1948. Sesuai keputusan 1933 maka GPI membentuk Gereja-Gereja Bagian yang berdiri sendiri dalam lingkungan GPI, yaitu: Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM) 30 September 1934; Gereja Protestan Maluku (GPM), 6 September 1935, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) 31 Oktober 1947; dan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 31 Oktober 1948.
Sebelum GMIM berdiri, muncul perpecahan di Sulawesi Utara sehingga mendahului terbentuknya GMIM, pada tahun 1933 telah berdiri Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM). GMIM memperluas penginjilannya ke Gorontalo (muncul Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo), Buol Toli -Toli (menjadi Gereja Protestan Indonesia di Buol-Toli-Toli), Donggala (Gereja Protestan Indonesia di Donggala).
GPM melaksanakan penginjilan ke Papua (menjadi GPI Papua). GPI tetap menjadi Gereja dan terbuka menerima anggota baru antara lain Gereja Kristen Luwuk-Banggai.
Pada jalur lain kekristenan di Indonesia pada parohan abad 19 (± 1860 an) berkembang melalui pelayanan penginjilan (zending atau misi) dari Eropa (Belanda, Jerman, Swiss) dan dari Amerika Utara. Badan-badan penginjilan dari Belandalah yang paling berperan di Nusantara. Kurang lebih 10 badan penginjilan, yang terbesar adalah Nederlansche Zendeling Genootschap (NZG) yang bekerja di Maluku, Minahasa, Jawa Timur, Tanah Karo, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Badan-badan penginjilan Belanda lainnya bekerja di Papua, Halmahera, Sangir Talaud, Sulawesi Selatan dan Tenggara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumba, Bali dan Kepulauan Riauw. Hasil penginjilan dari Belanda itu antara lain : GKP dan GKI dan GKJW (Jawa), GKPB (Bali), GKS (Sumba), Gereja Toraja, GKST (Sulawesi Tenggara), GMIST (Sangir Talaud), GMIH (Halmahera) dan GKI Papua. Selain itu Bala Keselamatan terbentuk di Palu dan Bandung. Badan penginjilan Jerman (Rheinish Missiongeselschap – RMG) bekerja di Kalimantan dan Tapanuli (terkenal nama: Nomensen) dan Nias. Pekerjaan mereka di Kalimantan dilanjutkan oleh penginjilan dari Swiss. Hasil penginjilan mereka menghasilkan antara lain HKBP, GKPS, HKI, BNKP (Nias) dan GKE (Kalimantan). Selanjutnya penginjilan dari Amerika Utara berlangsung melalui Kemah Injil (1928) di Kalimantan Timur, Makasar dan Papua; Gereja Pentakosta (1921) di Jawa Tengah dan Surabaya; Advent (1900); Metodis menginjili Sumatera Utara (1905). Penginjilan Baptis sendiri telah masuk di Jawa Tengah tahun 1814 tetapi tenggelam dan baru muncul lagi tahun 1952. Para penginjil menghadapi medan pelayanan yang tidak mudah. Islam sudah sangat kuat, agama-agama suku (leluhur) memiliki pengaruh yang berakar dalam masyarakat, sarana dan prasarana yang belum tersedia dan hidup masyarakat yang miskin dan butu huruf. Para penginjil tidak hanya memberitakan Injil secara verbal (kata-kata) tetapi juga membangun masyarakat dengan desa teladan (seperti Hutadame di Tapanuli atau Kebung Gunung di Sangir, Duma di Halmahera atau Mojowarno di Jawa Timur). Juga dengan mendirikan sekolah-sekolah umum dan penginjil, rumah sakit, panti asuhan, kebun-kebun jemaat (ekonomi) serta membangun relasi dengan masyarakat setempat. Semua usaha penginjilan ini dikoordinasikan oleh satu badan yang disebut Zendingsconsulaat (1906) sehingga dihindari konflik antar lembaga penginjilan di Indonesia. Badan ini bekerja bersama dengan GPI dan membentuk Dewan Gereja-Gereja di Indonesia, DGI (sekarang: Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia – PGI) tanggal 25 Mei 1950 di Jakarta. Selain itu penginjilan ini juga ditopang oleh Lembaga Alkitab Belanda yang menyediakan Alkitab dalam bahasa Melayu, menerjemahkan dalam bahasa-bahasa daerah dan menyediakan tenaga-tenaga penerjemah. Lalu berdiri Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) tahun 1954.
Antara tahun 1920 sampai 1939, umumnya Gereja-gereja baik yang diasuh Negara maupun badan penginjilan mengalami kemandirian dan berdiri sendiri. Tenaga-tenaga pribumi telah dididik melalui sekolah-sekolah pendeta/penginjildan Sekolah Tinggi Teologia di Jakarta (1934) dan bersiap mengambil alih kepemimpinan dari tangan orang-orang asing (Eropa dan Amerika). Sementara persiapan pengalihan itu berlangsung, muncul Perang Dunia II (1940-1945). Gereja-gereja di Indonesia sangat menderita. Selain para pendeta asing dibunuh atau ditawan, juga orang-orang Kristen dianggap pro Belanda dan dimusuhi Islam. Walau tidak sedikit orang-orang Kristen yang berjuang dalam gerakan nasionalisme baik sebelum maupun sesudah PD II, kecurigaan tetap berlanjut. Berdirinya Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI) merupakan antiklimaks dari konsolidasi gereja-gereja di Indonesia sesudah PD II, dan sekaligus memperlihatkan bahwa gereja-gereja di Indonesia merupakan kekuatan sosial dan keagmaan yang diperhitungkan pemerintah RI di bawah Presiden Sukarno. Tokoh-tokoh bangsa antara lain seperti Dr .W.Z. Johanes, Mr.J. Latuharhary, Mr. A.A. Maramis, Dr. Sam Ratulangi, Dr.T.S.G.Mulia, Mr. Amir Syarifudin, Dr J. Leimena dan Letjen. T.B. Simatupang, merupakan orang Kristen yang berperan penting dalam persiapan kemerdekaan dan perjuangan revolusi kemerdekaan. Mulailah era baru partisipasi gereja dalam masyarakat dan bangsa dengan Negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sejarah DGI (atau PGI sekarang) dapat dipelajari dari pelajaran tentang Gerakan Oikumene di Indonesia. Perkembangan gereja-gereja di Indonesia setelah tahun 1950 banyak diwarnai oleh peranan gerakan Oikumene baik dari dalam negeri meupun luar negeri (internasional). Secara internasiomnal gerakan oikumene ini berhadapan langsung dengan gerakan-gerakan baru dalam gereja-gereja yang memunculkan aliran-aliran baru, antara lain gerakan kharismatik. Gerakan ini cenderung anti gereja-gereja “lama” yang dianggap kurang “bergairah” dan tak menampakkan tanda-tanda Roh Kudus seperti bahasa-bahasa roh, pertobatan dan hidup suci secara normal dan menjauhi hal-hal duniawi seperti politik. Gerakan kharismatik ini tidak hanya ingin membarui gereja-gereja Protestan tetapi juga gereja-gereja Pentakosta yang dianggapnya sudah “membeku”. Gerakan ini muncul pada tahun 1970-an dan sampai saat ini dengan bebas mengadakan pelayanan “pertobatan” dan sering mengganggu hubungan antara gereja-gereja di Indonesia.
Kita tiba pada beberapa kesimpulan :
  1. Kekristenan masuk ke kepulauan Nusantara (Indonesia) melalui jalur perdagangan international sebagaimana juga yang dialami agama-agama lainnya sejak abad 4 Masehi. Baik agama Hindu dan Budha dari India maupun Islam dari Arab serta Kristen dari Eropa pada awalnya dibawa oleh para pedagang.
  2. Masuknya agama-agama ini tidak serta merta meniadakan agama-agama suku (warisan leluhur suku-suku itu) yang telah beruratakar di Indonesia. Malah pengaruh agama-agama suku tersebut terasa dalam cara penghayatan iman yang sering bersifat spiritisme (percaya kuasa-kuasa roh-roh), mistik (percaya kekuatan-kekuatan gaib),legalistic (mengandalkan aturan-aturan sebagai jalan keselamatan) dan eksklusif (menganggap diri sendiri benar dan yang lain jelek).
  3. Sejak awal perjuangan Kristen dengan Islam (yang sudah ada sebelumnya) sering ditandai dengan kecurigaan dan yang mengakibatkan ketegangan bahkan konflik. Keadaan seperti ini sudah muncul sejak abad 15 di Maluku dan berlanjut seperti yang kita alami dalam peristiwa Ambon (1999) dan kemudian Poso (2000).
  4. Gereja-gereja kita, baik diasuh Negara maupun badan-badan “penginjilan “, umumnya terbentuk dengan latar belakang suku atau kedaerahan. Sehingga gereja-gereja kita mudah terpecah bukan karena ajaran tetapi sering oleh factor-faktor non teologis seperti suku, ekonomi dan kepentingan-kepentingan pribadi/kelompok.
  5. Gereja-gereja kita sampai pada tahun 1960-an mengembangkan kemandirian dan berperan dalam masyarakat dan bangsa. Malah oleh gerakan oikumene internasional belajar dan berusaha merumuskan teologinya (ajaran, ibadah, pelayanan dan kesaksiannya) dalam hubungan dengan pergumulan bangsa dan Negara Indonesia. Tetapi setelah tahun 1970 sampai sekarang sering disibukkan dengan soal-soal yang berhubungan dengan gerakan kharismatik yang banyak berorientasi pada budaya kerohanian Amerika Utara yang bebas dan cenderung merelatifkan warisan-warisan yang dipegang gereja-gereja.
Buku-buku Petunjuk untuk pengajar dan katekisan:
Umum
1. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, M.C.Ricklefs.
2. Agama Murba, Dr. Harun Hadiwijono, BPK Gunung Mulia Jakarta.
Khusus
  1. Ragi Carita 1, Dr. Th. van den End, BPK Gunung Mulia Jakarta.
  2. Ragi Carita 2, Dr. Th. van den End, BPK Gunung Mulia Jakarta.
  3. Sejarah Apostolat I, II/1, II/2, Dr.J.L.Ch.Abineno, PERSETIA, Jakarta.
  4. Sejarah Gereja Protestan di Indonesia, Dr. Samuel B.Hakh dan Drs. Jusak Soleiman (Peny.), BPH GPI Jakarta. 

SEJARAH GEREJA UMUM

Gereja Abad I sampai dengan Abad VII (Tujuh konsili pertama)
Kehadiran Gereja dimulai dengan kehadiran Roh Kudus di tengah-tengah murid-murid pada hari raya Pentakosta. Murid-murid mengalami suatu kuasa Roh yang tercurah atas mereka, di mana mereka belum pernah mengalaminya sebelumnya. Pemberitaaan Injil dimulaikan dan selanjutnya akan menjangkau seluruh umat manusia. Gereja sebagai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus memulaikan sejarah persekutuannya, di mana di dalamnya akan terjadi dengan tidak ada lagi perbedaan yang dibatasi oleh perbedaan sosial, bahasa, ataupun suku bangsa. Hal itu tidak bisa terjadi dalam persekutuan Yahudi ataupun agama orang Yunani pada waktu itu. Kebiasaaan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat pada itu, tidak akan terjadi dalam persekutuan yang percaya kepada Yesus Kristus. Kenapa hal demikian terjadi ? Karena Gereja hanya mempunyai misi yang jelas dalam pekabaran injilnya, bahwa Yesus dari Nazareth adalah Mesias yang dijanjikan Allah untuk seluruh umat manusia.
Persekutuan gereja ini memulaikan pekabaran injilnya dari kota Yerusalem terus kemudian menyebar ke Mesir, Arab, Siria, Mesopotania, bahkan sampai ke Roma. Orang yang menjadi pengikut Yesus, bukan saja dari kalangan orang Yahudi, tetapi juga berasal dari kalangan non Yahudi. Orang yang berasal dari golongan sosial yang rendah sampai ke kalangan atas. Orang-orang Kristen yang baru dan ibadah dilakukan di rumah-rumah karena mereka belum memiliki akan rumah ibadah yang permanen, karena agama Kristen belum menjadi agama yang resmi,dan bergerak secara diam-diam. Kelompok yang dianggap aneh ini oleh kalangan masyarakat, dan baru disebut “Kristen” terjadi di kota  Antiokhia. Sebutan “ Kristen” yang diterima oleh pengikut Yesus ini merupakan kata sindiran yang berisi penghinaan, karena mereka tidak disukai dalam masyarakat (Kisah Para Rasul 11: 6).
Pada satu sisi ketika pemberitaaan injil Yesus dinyatakan dalam kehidupan persekutuan dengan sesama manusia, tentunya penguasa – penguasa dan pemimpin agama Yahudi tidak menyukai akan kehadiran agama yang baru. Karenanya orang-orang Kristen diburu dan ditangkap, bahkan dibunuh. Kitab Kisah Para Rasul banyak menceritakan tentang penderitaan yang dialami orang-orang Kristen pada waktu itu. Stefanus, Yakobus anak Zebedius, Yakobus saudara Yesus adalah orang-orang pertama yang mati sahid dari perbuatan pemuka agama Yahudi yang tidak menyukai akan penyebaran agama Kristen yang begitu cepat. Dari awal hubungan kekeristenan dan agama Yahudi tidak akur, karena banyak peraturan-peraturan orang Yahudi dilanggar oleh orang-orang Kristen baru. Keadaan ini terus berlangsung sampai dengan menjelang akhir abad pertama dengan terpisahlah agama Yahudi dengan kekeristenan.
Demikian pula dalam pemerintahan Romawi, kekeristenan tidak diakui sebagai agama yang resmi, sebagaimana agama Yahudi sebagai agama resmi dan diakui negara. Persekutuan Kristen yang sedang bertumbuh menuntut hak yang sama dengan penganut agama Yahudi. Hak itu tidak dapat diperoleh, karena kekeristenan dianggap anti sosial dan tidak patriot. Akibatnya penyiksaaan, pembunuhan terjadi. Tercatat kaisar Nero, kaisar Kladius. Keadaan ini berlaku sampai dengan abad kedua.
Baru di tahun 312 gereja diakui sebagai agama resmi, dengan masuknya Constantianus menjadi orang Kristen. Segala milik gereja yang dirampas oleh Negara, dikembalikan. Kemudian di tahun 380 gereja baru diakui sebagai gereja Negara oleh kaisar Theodosius.
Selain dari penyiksaan, pembunuhan yang terjadi dalam kehidupan orang Kristen, ada juga persoalan di dalam kehidupan kekeristenan sendiri, yaitu mengenai Tentang Hakekat Yesus dalam hubungan dengan Allah yang terus menerus dipersoalkan sampai dengan abad ke lima. Persoalan tentang Hubungan Gereja dan Negara, persoalan Kepemimpinan Gereja, munculnya kelompok gnostik, mewarnai kehidupan gereja pada masa ini juga.
Dari persekutuan-persekutuan yang ada di rumah-rumah, pengikut Kristus bertambah banyak, maka dengan sendirinya terjadi juga gedung-gedung ibadah dan organisasinya makin lebih baik. Selanjutnya muncul jabatan-jabatan baru dalam gereja seperti penilik jemaat, penatua dan diaken.
Pada masa ini juga, Gereja-gereja di wilayah Timur memisahkan diri, dengan alasan tradisi yang dibawa, permasalahan hakekat Yesus Kristus, peranan negara di dalam keputusan konsili, dan kepemimpinan di rumah. Hal ini terjadi dengan sendiri, sehingga gereja-gereja orthodoks (Gereja Gerika-Katolik) akan dipimpin oleh sinode atau patriarch.
Terlepas dari persoalan-persoalan yang dihadapi oleh gereja baik itu yang berasal dari dalam dan luar gereja, ada satu pertanyaan menarik, kenapa orang – orang begitu tetarik pada ajaran rasul-rasul dan pengikut Kristus lainnya ? Kesaksian orang Kristen pada itu yang dikuasai Roh Kudus, mereka memberlakukan kasih Allah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, kepada orang lain. Persekutuan Kristen tidak membedakan orang berdasarkan status sosial yang ada. Dengan kekuatan kasih, gereja berhasil memberlakukan kesamaan derajat antara sesama manusia. Hal ini tidak bisa diberlakukan dalam kehidupan masyarakat pada waktu itu, dan gereja memberi jawab terhadap apa yang menjadi pergumulan mereka tentang jati dirinya sebagai seorang manusia. Gereja memberlakukan kasih ketimbang mempercakapkan tentang hakikat Yesus, yang mungkin sulit diterima orang. Kasih orang Kristen memberi makna bagi kehidupan dan memberi arah kehidupan yang benar.
Gereja pada Abad Pertengahan sampai dengan Abad XV
Semakin besar pengaruh Injil Yesus Kristus untuk bangsa-bangsa di Eropa, maka terjadi juga perubahan pola kepemimpinan Gereja. Peran Uskup di kota Roma menjadi sangat penting dibandingkan uskup-uskup lain yang ada di Asia Kecil lainnya. Secara otomatis Uskup di kota Roma pemimpin Gereja Katolik.
Gereja telah menjadi agama Negara, tentunya hal yang menggembirakan. Namun hubungan Gereja dan Negara yang baik, namun sering dirinya melupakan tugas dan panggilan yang sebenarnya, yaitu menyuarakan suara kenabiannya di masyarakat. Aturan-aturan gereja mengarah kepada soal organisasi, walaupun itu terkait dengan hidup kesalehan.
Konsep – konsep teologia di dalam dan di luar gereja berkembang dengan pesat. Teologia sering kali bertemu dengan filsafat Yunani. Hakikat Yesus terus dikembangkan, masalah hubungan gereja dan negara, tentang manusia, dosa, perjamuan, serta pola kepemimpinan gereja di Roma terus menjadi persoalan tersendiri. Belum lagi ketika kekeristenan berjumpa dengan agama Islam yang muncul pada abad ke enam.
Persoalan dengan kelompok-kelompok bidat yang berseberangan pemahaman dengan gereja mewarnai sejarah panjang pelayanan Gereja. Pada abad ke lima belas muncul Renaissance dan Humanisme sebagai masa pencerahan, yang mempengaruhi pola hidup dan pola berpikir orang–orang Kristen. Theologia Gereja juga akan berkembang dengan sendiri, yang mengarahkan diri kepada pemahaman–pemahaman baru akan muncul di dalam gereja, yang diyakini berdasarkan Alkitab. Peraturan-peraturan gereja semakin bertambah, dan memperkokoh tentang keberadaan diri gereja, sebagai alat keselamatan Allah di tengah-tengah dunia ini.
Gereja pada Abad Reformasi sampai dengan Abad XIX
Bertambah kuatnya akan keadaan Gereja dan teologianya yang menyatakan diri alat keselamatan Allah, tentunya tidak bisa dikatakan bahwa itu semua benar adanya. Ada hal-hal yang terus dipersoalkan ketika gereja, tidak lagi melihat bahwa dirinya harus selalu berada dibawah terang Alkitab. Bisa saja gereja berbuat salah ketika merumuskan teologianya.
Inilah yang dilihat oleh para tokoh reformator yang ada, sehingga mereka merumuskan ulang teologai yang semestinya berkembang dalam gereja. Ini keadaan kang dilakukan oleh para tokoh reformator pada Tahun 1517, seperti Marthin Luther, Yohanes Calvin, Zwingli, dan yang lain. Mereka menolak akan ajaran gereja yang bertolak belakang dengan Aklkitab. Dasarnya mereka mau kembali kepada ajaran yang berdasarkan Alkitab. Hal tersebut tentunya ditentang oleh Gereja yang berpusat di Roma, dan menganggap para tokoh tersebut sebagai bidat. Mereka disingkirkan dari kalangan gereja Negara pada waktu itu, dengan menganiaya dan menangkapnya. Kekuatan Negara dipakai untuk untuk melaksanakan itu. Akibatnya Golongan Protestan ini dipaksakan untuk memisahkan diri dari gereja Negara. Mereka dimusuhi oleh Negara atas perintah Paus. Mereka dengan sendirinya membentuk kelompok yang kemudian hari disebut sebagai Kristen Protestan.
Apa yang memampukan mereka untuk melakukan pembaharuan dalam gereja? Kekuatan Allah, yang menginginkan Gereja kembali dalam pemahaman yang bersumber dari Alkitab, sehingga apa yang terjadi dalam ruang lingkup sebagai persekutuan Gereja adalah kekuatan Firman Allah. Marhtin Luther melakukan pembaharuannya berbasis di negara yang berbahasa Jerman, sedangkan Yohanes Calvin membentuk gereja di Genewa. Ajaran Calvin berkembang di kota tersebut dengan melihat konteksnya. Ajaran Calvin ini dibawa ke Prancis, kemudian penyebarannya masuk negeri Belanda. Terbentuklah gereja dan badan pekabaran injil disana.
Pada awal abad ke-17 (1602) VOC yang didukung oleh pemerintah Belanda, mengembangkan perdagangannya di wilayah Indonesia, maka itu juga akan membawa mandat Gereformeed Belanda untuk mengembangkan agama Kristen Protestan Di Indonesia. Selama 1602-1799 satu-satunya gereja yang ada di Indonesia, yang angggota kebanyakan pegawai VOC, dan dari kalangan pribumi sangat sedikit
Zaman VOC ada juga pekabar-pekabar injil mencoba masuk ke Indonesia, akan tetapi tidak tidak didukung oleh VOC karena dianggap akan membahayakan kedudukan mereka, apabila orang pribumi menjadi Kristen, akan terjadi pemberontakan. Para penginjil ini bukan orang Belanda, dan tidak tunduk kepada pemerintah. Tetapi perlu dicatat, paling tidak ada aliran Lutheran ada masuk ke Indonesia, namun kemudian mereka akan dihisapkan kepada gereja Negara, De Protestansche Kerk in Nederlandsch- Indie ( Indische Kerk atau GPI).
Awal 1800 pemerintah Belanda mengambil alih akan VOC, Gereja Negara (Gereformeerde Kerk menjadi Nederlandsch Hervormde Kerk (NHK) tetap tunduk kepada Pemerintah, dan tetap bercorak Calvinis. Gereja Negara yang menerapkan penjenjangan jabatan, dan pemimpin Gereja adalah pejabat pemerintah.
Pada sisi lain, selain hadirnya gereja Negara, ada pekabaran injil yang dilakukan oleh badan sending di Inggris, Jerman, Swiss.dll. Badan zending ini dibentuk oleh anggota gereja untuk mengabarkan injil di Indonesia. Salah satunya yang paling lama bekerja adalah Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) dari tahun 1813-1942. Mereka menginjili di Maluku, Minahasa, Poso, Timor, dan Jawa Timur, Tanah Karo. Hasil pekabaran Injil mereka kemudian hari akan terhisap di dalam GPI.
Selain itu, mereka menghasilkan jemaat-jemaat yang sekarang dikenal sebagai GMIH, GMIST, GKI IRJA. Sending NZV menghasilkan GKI Jabar, GKP, GEPSULTRA.
Gereja pada Abad XX sampai dengan  Abad XXI
Gereja dan pelayanannya terus berkembang, baik itu di Eropa dan tempat-tempat lainnya di dunia ini. Ajaran –ajaran Kristen terus mewarnai kehidupan jemaatnya dan di luar gereja. Gereja tetap mengembangkan akan teologianya, baik itu di kalangan Katolik ataupun Protestan. Di luar Gereja aliran kekeristenan terus bertambah. Ada kelompok Anabaptis, kelompok Peitis,dll. Apalagi ketika benua Amerika diketemukan, dan terjadi perpindahan penduduk di Eropa ke Amerika, maka dengan sendirinya terjadi kebebasan beragama,yang kemudian hari memunculkan akan aliran kekeristenan yang baru. Di Amerika muncul kekeristenan yang baru, yang tidak bisa dikembangkan di Eropa. Ada kelompok Baptis, Pentakosta, Kharismatik, kelompok Injili, Adventis, Saksi Yehova, Mormon, Christian Science, Gerakan Zaman Baru, dll.
Apa yang berkembang di dalam kehidupan Gereja di Eropa dan Amerika, dengan sendirinya akan juga mncul gereja-gereja baru yang ada di Indonesia. Ini karena kekuatan pekabaran Injil yang dilakukan. Gereja baru akan berlanjut, demikian juga gereja-gereja yang merupakan hasil pekabaran injil dari gereja di Eropa, akan berkembang juga.
Daftar Bacaan Buku :
  1. Sejarah Gereja, Dr H Berkhof, Dr.I.H. Enklaar, Jakarta, BPK, 1967
  2. Berbagai Aliran Di Dalam Dan Sekitar Gereja, Pdt. Dr. Yan S Aritonang Jakarta, BPK, 1995
  3. Di Sini Kutemukan, Dr. Sri Wismoadi Wahono, Jakarta, BPK, 1986 

DOA; sangat besar kuasanya

YESUS MEMBUATMU BERHARGA