YESUS: Sang Penyelamat dan IMANUEL


Bacaan Matius 1 : 18 – 25

Latar Belakang Singkat Injil Matius.

Menulis injilnya sesuadah injil Markus sekitar tahun 80-90 Sebelum Zaman Bersama (SZB). Matius berhadapan dengan kenyataan orang-orang Yahudi yang percaya Yesus sebagai Kristus. Kata Kristus adalah bahasa Yunani atau Mesias dalam bahasa Ibrani dan dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Raja. Bangsa Yahudi yang disingkirkan itu dinilai tidak murni lagi. Mereka dianggap sudah tidak setia lagi kepada hukum dan agama Yahudi yang merupakan tradisi bangsa Yahudi turun temurun sejak nenek moyang mereka yang ditarik sampai ke Abraham. Bangsa Yahudi beranggapan bahwa Mesias belum datang, sedangkan para pengikut Yesus percaya bahwa Yesus itulah Mesias yang dinanti-nantikan bangsa Yahudi. Perbedaan inilah yang membuat bangsa Yahudi menganggap para pengikut Yesus tidak murni lagi. Mereka tercemar dengan ajaran itu sehingga mereka perlu diisolasi.

Tantangan terhadap identitas ke Yahudian mereka menyebabkan mereka berada dalam krisis identitas. Apakah mereka masih bangsa Yahudi, ataukah mereka sudah tidak lagi. Masalah kemurnian ini penting bagi bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi beranggapan bahwa mereka adalah bahwa mereka adalah Umat (am) Tuhan sedangkan bangsa-bangsa lainnya, asing (goyim). Karena itu kehilangan status sebagai umat Tuhan itu sangatlah menyedihkan bagi mereka, karena bangsa Yahudi pengikut Yesus ini sama dengan goyim.

Sehubungan dengan permasalahan identitas Yahudi inilah Matius menuliskan Injilnya tentang Yesus Kristus. Dapat dipahami kalau dalam situasi seperti itu, Matius menekankan dengan sangat keberadaan Yesus bukan sebagai penyesat agama Yahudi, bahkan menegaskan kebenaran keYahudian yang sejati. Oleh karena itu dapat dipahami kalau dalam pemahamannya atas Yesus Kristus sehubungan dengan tradisi bangsa Yahudi, terutama Taurat, ia menolak pemahaman seolah Yesus hendak menjungkirbalikkan Taurat. Dalam Matius 5:17-48 jelas sekali Matius menggambarkan sikap Yesus yang tidak bertentangan dengan Taurat, bahkan mendukungnya, kalau tidak dapat dikatakan memurnikannya.

Yesus juga digambarkan sebagai yang mengeritik perilaku bangsa Yahudi yang tidak melakukan Taurat secara sempurna, bahkan cenderung menunjukkan gejala kemunafikan, seolah suci dan benar, padahal sebenarnya tidak (Matius 23).

Dengan kritik itu, Matius ingin membesarkan hati para pengikut Kristus untuk tidak berkecil hati ketika mereka dituduh tidak murni lagi. Mereka bahkan patut bangga bahwa Yesus, Mesias mereka itu bahkan lebih murni dari bangsa Yahudi yang dikatakan munafik lewat berbagai cara beragama mereka seperti berdoa yang panjang-panjang, di jalan-jalan, dsbnya.

GARIS BESAR KHOTBAH

Sebenarnya, ketidakbersihan bangsa Yahudi itu sudah digambarkan Matius bahkan sejak pasal 1 seperti dalam silsilah Yesus (Matius 1:1-17). Disitu diringkaskan dari sejarah bangsa Israel dan Yahudi bahwa garis keturunan mereka juga tidak sepenuhnya murni dan bersih. Paling sedikit ada empat nama perempuan yang  dalam Alkitab Perjanjian Lama cerita tentang mereka tidak menyenangkan. Mereka adalah Tamar, Rut, Rahab, dan istri Uria. Nama-nama yang diungkit Matius dalam silsilah itu menyebabkan orang Yahudi yang merasa dirinya kudus dan murni itu patut mengerenyitkan dahinya. Keempat perempuan itu dalam perjanjian lama digambarkan sebagai perempuan-perempuan yang tidak murni seperti yang diklaim oleh bangsa Israel itu. Mereka bahkan dihubungkan dengan hal-hal yang “kotor” alias tidak sempurna. Tamar adalah sosok yang digambarkan keturunannya dengan menjalankan peran sebagai seorang pelacur. Rut adalah seorang Moab, orang asing (Goyim) yang tidak layak digauli umat Tuhan (am), bahkan terkutuk karena kematian suaminya. Rahab sudah jelas adalah pelacur yang menyelamatkan juru intai bangsa Israel. Dan terakhir istri Uria yang diperistrikan Daud karena cara-cara yang tidak terpuji dengan upaya sehingga memungkinkan suaminya Uria dibunuh. Itu sejarah bangsa Yahudi yang dianggap suci dan murni.

Dalam Injilnya Matius ingin bertanya, apakah yang dapat dibanggakan dengan kesucian dan kemurnian itu dengan adanya empat perempuan itu?

Perempuan terakhir yang disebut Matius dalam injilnya di pasal 1 adalah Maria. Berbeda dengan empat perempuan lainnya, Maria tidak punya cerita “kotor”. Ia bahkan   hamil oleh Roh Kudus. Begini cara Matius menggambarkannya “ternyata ia mengandung    dari Roh Kudus,sebelum mereka hidup sebagai suami istri”. Matius 1:18b. Kalau keempat perempuan lainnya dihubungkan dengan konotasi yang “kotor” sebagai perempuan, Maria dalam hubungannya berasal dari Ro Kudus. Keperempuanannya malah disucikan. Jadi Yesus yang disebut Kristus, atau Mesias, yang dipercayai para pengikut-Nya yang Yahudi itu tidak salah. I a berasal dari keturunan yang kudus. Ia adalah yang diurapi  Tuhan, berasal dari Tuhan.

Apakah para pengikut Yesus harus malu mempercayainya sebagai Mesias, sebagai Tuhan perlu rendah diri dengan pengakuannya itu? Matius mengatakan tidak! Pilihan itu tidak salah. Pilihan itu benar karena pilihan itu adalah suci, karena keberadaan Yesus, anak Maria itu adalah keberadaan yang kudus, keberadaan karena pekerjaan Roh Kudus.

Itu pulalah kesaksian Paulus sendiri dalam 1 Korintus 12:3b “dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: “Yesus adalah Tuhan,” selain oleh Roh Kudus.”
Merayakan hari kelahiran Yesus dengan demikian adalah perayaan tentang kesucian, kekudusan Tuhan dan setiap orang yang percaya kepada-Nya.  Itulah ciptaan, perjanjian baru antara Tuhan dengan umat-Nya. Tuhan yang suci dan kudus itu telah hadir bersama umat-Nya sehingga umat-Nya tidak perlu merasa ragu karena kesendirian. Tuhan yang suci dan kudus itu telah hadir bersama umat-Nya yang dinilai tidak suci lagi hanya karena percaya kepada Yesus sebagai Kristus. JT/20161224/SGDK-GPIB

DOA; sangat besar kuasanya

YESUS MEMBUATMU BERHARGA