AKTA GEREJA

HASIL KEPUTUSAN PERSIDANGAN SINODE GPIB
KE XV DI UJUNG PANDANG TAHUN 1990
=================================
PERNIKAHAN
• Masalah
1. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, khususnya mengenai pelaksanaan Perkawinan Kristen Protestan dalam buku Undang - undang No. 1 tahun 1974 bagian penjelasan ( halaman 30 ) pasal 2 : 'yang dimaksud hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan Agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini'
1.1. Menurut pandangan gereja, urutan pelaksanaan Perkawinan adalah :
a. Perkawinan Pencatatan Sipil pada saat berikut hari/tanggal yang sama dilaksanakan.
b. Peneguhan/pemberkatan perkawinan tersebut oleh pejabat gereja.
1.2. Pemahaman/telaah gereja: setelah memenuhi semua persyaratan pada Bab II pasal 6 dan 7; orang tua sebagai instansi pertama yang menentukan perkawinan. perkawinan tersebut dicatat menurut peraturan undang-undang yang berlaku (Bab 1 pasal 2 ayat 2), diikuti dengan peneguhan dan pemberkatan perkawinan tersebut oleh pejabat gereja.
• Prinsip Penyelesaian
  1. Paham teologi Protestan/telaah Gereja Protestan adalah bahwa gereja meneguhkan dan memberkati perkawinan bukan mensyahkan perkawinan. Sahnya perkawinan sesuai urutan instansi pertama dan kedua telah diuraikan di atas.
  2. Pemberkatan perkawinan di Gereja harus memenuhi persyaratan-persyaratan gerejawi yang ditentukan oleh gereja.
  3. Pemberkatan perkawinan didahului oleh penggembalaan perkawinan/katekese perkawinan yang bersifat pengajaran, penyuluhan dan penggembalaan.
  4. Lamanya penggembalaan/katekesasi Perkawinan diatur oleh Pendeta/Peraturan setempat. di tiap jemaat diadakan lembaga/unit/komisi kesejahteraan dan bantuan hukum untuk menangani masalah perkawinan dan keluarga secara luas demi tercapai keluarga sejahtera lahir-batin , di samping tugas lain yang berhubungan dengan pembangunan sumber daya manusia yang diadakan di keluarga-keluarga Kristen.


WILAYAH PELAYANAN
• Masalah
1. Sesuai dengan perkembangan pelayanan dalam jemaat GPIB maka penataan kembali batas wilayah perlu ditegaskan sehingga tidak menimbulkan benturan-benturan pelayanan. Namun ketegasan tersebut hendaknya tidak membatasi warga jemaat beribadah di tempat ibadah GPIB yang lain maupun secara administratif terdaftar pada jemaat tertentu dimana ia bermukim.
1.1. Peraturan Pokok No. 1 pasal 1:
ayat 1: jemaat adalah persekutuan GPIB ditempat tertentu dalam daerah pelayanan GPIB. kehadiran dan pertumbuhannya tampak di dalam khidupan persekutuan, kesaksian dan pelayanan secara teratur dan tertib.
ayat 3: jemaat mempunyai anggota-anggota, pimpinan dan wilayah pelayanan. Persekutuan - persekutuan yang berada di suatu wilayah GPIB ditinjau kembali keberadaannya.
Pasal 2: wilayah pelayanan jemaat ditetapkan oleh Majelis Sinode; penjelasan: wilayah pelayanan dapat ditata melalui pembagian sektor-sektor pelayanan sesuai perkembangan.

A. Penjelasan
Ada tiga masalah dasar yang terkait bila dipahami masalah tersebut dengan kewenangan parokhial semata justru akan menimbulkan permasalahan kewenangan panggilan gereja/kesatuan/sinodal. masalah tersebut dapat diatasi dalam konsensus antar jemaat - jemaat/parokhial yang bersangkutan.
ketiga masalah dasar:
a. warga, adminstrasi, wilayah.
b. wilayah, keanggotaan, administrasi.
c. wilayah pemekaran pemukiman.
• Prinsip Penyelesaian
1. Perlu ditegaskan bahwa sesuai Peraturan Pokok GPIB no. 1 tahun 1982 maka GPIB dalam peraturan dan Strukturnya tidak mengenal bentuk persekutuan , pelayanan dan kesaksian lain daripada jemaat/misi Warga Binaan Gereja.
i. Pelkes Pelayanan Masyarakat kota dan industri merupakan bagian dari Komisi Pelkes di jemaat-jemaat, namun koordinasi fungsionalnya pada jasa BP MUPEL- Regio/kawasan.
ii. semua yang disebutkan pada butir 1 masalah 2. kesimpulan pembahasan berada dalam kemampuan gereja mengadakan antisipasi terus menerus terhadap kebutuhan pelayanan yang ada pada warga dengan cara:
- memanfaatkan fungsionalisme region terkait dengan kewenangan struktural pada jemaat dan kewangan struktural pada Majelis Sinode diatur dengan lancar.
2. kategori profesi menentukan pemahaman pelayanan dan pewilayahan masa depan gereja , dilaksanakan sesuai misi warga dalam binaan gereja.
3. bentuk-bentuk pelayanan dalam masyarakat dengan aktegori profesi terkait dengan loyalitas warga kepada GPIB.


• Pendeta Wanita ( dihapuskan )


Persekutuan Oikumene Umat Kristen (POUK)
• Masalah
- POUK diadakan untuk melakukan koordinasi pembinaan social religius Kristiani dalam wilayah pemukiman baru.
Pembinaan mental, etik dan spiritual Kristen dalam konteks lingkungan RT/RW/Desa sebagai partisipasi pembinaan Lingkungan masyarakat dalam kaitan program pemerintah desa terkait dengan kewenangan partisipatif jemaat GPIB. Dalam hal belum ada ujud jemaat denominasi Kristen Pouk membantu kelancaran diadakannya jemaat/denomisansi tertentu.
Dalam telaah sosial religius ( antara denominasi Kristen, antar umat-umat beragama/kepercayaan, antara denominasi - denominasi Kristen dengan pemerintah secara timbal balik ) POUK hendaknya membangun sifat positif dalam Trikerukunan umat beragama maka POUK tidak boleh terlepas kaitannya dengan jemaat/gereja-gereja.
1. banyak POUK yang menjalankan fungsi dan tugas administratif gereja dalam pemahaman mereka sendiri.
2. Peraturan PGI mengenai POUK dinilai tumpang tindih tanpa dibedakan dengan pola dan corak pelayanan gereja.
3. kenyataan adanya POUK yang berkembang menjadi ‘gereja Oikumene' sekalipun pada prinsipnya tidak bermaksud demikian ada pula sadar/tidaknya
    3.1. melegalisasi organisasi/kelompok oportunis karena berbagai alasan
          pandangan atau sikapnya terhadap jemaat/denominasi untuk
          kepentingan lain.
    3.2. merelatifkan paham/pandangan ajaran dan hokum gereja -
          Denominasi dengan alasan-alasan kecenderungan temporer dan emosional.
    3.3. berkembangnya dan menghimpun orang-orang yang sama type psycho-
          religius yang dilembagakan.
4. banyak warga GPIB yang menjadi warga POUK (sering hanya seorang dua saja dari denominasi lain) melakukan tanggung jawab rangkap dan tidak berbasis pada jemaat, justru tidak berfungsi sesuai warga jemaat/GPIB.
5. sikap yang bertentangan dengan ikrar kewargaan GPIB (pendaftaran atestasi dan janji peneguhan sidi GPIB ) menjadi teladan yang tidak terpuji baik terhadap sesama anggota POUK maupun terhadap anggota/gereja denominasi lain dan agama-agama.
• Prinsip Penyelesaian
  1. GPIB adalah bagian dari gereja yang Esa, Kudus dan Rasuli karena itu sama menghormati gereja-gereja/denominasi lain yang dinyatakan keabsahannya oleh pengakuan gereja - gereja dan dengan legalisasi Departemen Agama.
  2. pengembangan keesaan harus berbasis pada jemaat dan antar jemaat/ denominasi, barulah melaus secara vertikal/wewenang struktural dan horisontal/ wewenang fungsional.
  3. haruslah ditinggalkan pemahaman Oikumene yang dangkal dan sempit diganti dengan pemahaman yang bertumbuh pada ekklesiologi dan missiologi.
  4. kedisiplinan kelembagaan Gereja haruslah terkait bahkan membuka jalan yang tepat bagi penyelenggaraan disiplin dan wawasan nasional.

BAYI TABUNG 
• Masalah
  1. perkawinan adalah hal yang suci dalam pemahaman iman Kristen.
  2. pandangan masyarakat Timur tentang kehadiran anak dalam keluarga sah perkawinannya merupakan pemahaman kecocokan yang patut dihormati.
  3. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dalam bioteknologi harus dikendalikan agar jangan menjadi bencana.
• Prinsip penyelesaian
  1. kemajuan teknologi harus diabadikan pada kebahagiaan umat manusia . namun harus pula menghormati ikhwal kodrati dan pasangan suami-istri yang sah tersebut.
  2. dalam hubungan dengan maksud (point 1), kesejahteraan manusia khususnya suami-istri harus diusahakan tanpa merendahkan martabat manusia dan suami-istri yang bersangkutan sebagai mahkota ciptaan Tuhan.
  3. pelayanan pastoral bagi mereka yang memerlukannya karena gunakan cara bayi tabung adalah hal yang mutlak dilakukan.

Operasi Koreksi Kelainan Alat Kelamin
• Masalah
  1. Operasi kelamin populernya diawali dalam kehidupan masyarakat perkotaan dan industri.
  2. Persepsi warga gereja tentang operasi kelamin harus diluruskan.
  3. Ada bahaya kehidupan seksual yang wajar dimanipulasi.oleh egoisme pribadi dengan menyalahgunakan kemajuan iptek khusus bioteknologi.
• Prinsip Penyelesaian
  1. Operasi kelamin dilaksnakan sejauh gangguan kerusakan atau ketidaksempurnaan fisik.
  2. Sekalipun penggantian jenis kelamin kelak dengan mudah dapat dilakukan karena kemajuan bioteknologi namun tidak boleh diadakan penggantian jenis kelamin.
  3. Pelayanan Pastoral dapat dilakukan setelah adanya konsultasi/kerjasama dan koordinasi bersama dokter mengenai suami-istri.

AKTA GEREJA HASIL PERSIDANGAN SINODE GPIB KE XVI
DI SEKESALAM, BANDUNG TAHUN 1995

Pertunangan
• Masalah
  1. yang dimaksud dengan pertunangan adalah suatu lembaga adat yang masih berlangsung dalam masyarakat Indonesia dan kebiasaaan dimana HOCI masih berlaku, yang digunakan oleh gereja untuk meresmikan hubungan mereka, mendoakan , membina dan menggembalakan warganya menuju pernikahan.
  2. dalam wilayah pelayanan GPIB dimana kaidah-kaidah hukumadat masih berlangsung, pertunangan mengakibatkan perjanjian untuk menikah serta pembatasan pergaulan antara kedua pihak yang bertunangan.
  3. pertunangan antara warga gereja dengan bukan warga gereja
• Prinsip Penyelesaian
  1. Pertunangan sebagai upacara harus diawali dengan percakapan penggembalaan. setelah upacara pertunangan yang bersangkutan harus mengikuti kateksasi khusus untuk pernikahan.
  2. Pernikahan baru dapat dilaksanakan setelah penggembalaan pernikahan dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan.

Perceraian
• Masalah
  1. Bahwa Allah menciptakan langit, bumi dan segala isinya. Diciptakannya laki-laki dan perempuan untuk menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. sebab itu seorang laki-laki meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya. Persekutuan antara suami dan istri ini adalah suatu rahasia yang besar yang mencerminkan hubungan Kristus dengan jemaat-Nya.
  2. Firman Allah menyatakan bahwa oleh dosa maka pernikahan manusia menghadapi kesukaran, kedukaan, pergumulan dan pencobaan. Namun demikian Kristus telah menempatkan pernikahan orang beriman dalam terang kasih karunia-Nya dan memberikan kepastian kebahagiaanserta keselamatan bagi mereka yang setia kepada-Nya. Alkitab juga menyaksikan bahwa oleh ketegaran hati manusia maka dasar-dasar nikah itu sering goncang dan mengalami kegagalan yang dapat mengakibatkan perceraian.
  3. Beberapa motivasi yang melatar belakangi suatu perceraian :
      3.1 motivasi yang berkaitan dengan latarbelakang serta maksud orang menikah:
         a. alasan materialistis.
         b. alasan suku/kawin paksa secara adat.
         c. alasan prestasi.
         d. alasan menyelamatkan nama baik keluarga
         e. alasan kawin bisnis/kawin kontrak.
         f. alasan kehamilan
         g. alasan pemuasan libido (hawa nafsu) sex.
         h. alasan akibat perjodohan orang tua.
         i. alasan batas usia muda.

     3.2 motivasi yang berkaitan dengan kenyataan yang muncul dalam pernikahan
         a. alasan ketidakpuasan seksual.
         b. alasan penyimpangan perilaku.
         c. alasan keterlibatan pihak ketiga. misalnya : orang tua, teman, kenalan.
         d. alasan ekonomi.
         e. alasan perangai (ketakutan).
         f.  alasan penyimpangan perilaku seksual.
         g. alasan krisis identitas.
         h. alasan kurangnya penghargaan.
          i. alasan perbedaan agama.
          j. alasan tempat tinggal yang berjauhan.
• Prinsip Penyelesaian
  1. secara prinsip GPIB menolak tegas perceraian.
  2. krisis-krisis yang muncul dalam pernikahan harus ditangani lewat penggembalaan dengan melibatkan pula pihak-pihak lainnya (psikolog, badan penasehat pernikahan).
  3. bilamana perceraian tidak dapat dielakkan dan jalan satu-satunya untuk menghindari kegagalan bagi suami, istri dan anak-anak yang bersangkutan maka gereja wajib mengadakan penggembalaan khusus kepada insan yang bersangkutan secara intensif.

Euthanasia
• Masalah
  1. Istilah Euthanasia berasal dari dua kata Yunani, EU (baik, indah) dan THANATOS (mati) yang berarti ' mati baik ' atau ' mati indah ', didalamnya mengandung pengertian mati dengan tentram.
  2. Dalam perkembangannya Euthanasia digunakan terhadap kasus-kasus dimana seseorang yang sedang dalam sakratul maut dipertimbangkan untuk diakhiri perjalanan hidupnya.
  3. Dalam kaitannya dengan dunia kedokteran, pengertian euthanasia lebih ditekankan pada tindakan mengakhiri penderiataan pasien yang tidak disembuhkan secara medis dengan mengakhiri hidupnya.
  4. Dari segi hukum euthanasia adalah tindakan pembunuhan (KUHP pasal 340, 344, 380). Namun demikian dari segi ekonomi euthanasia meringankan pembiayaan pasien/keluarga pasien.
  5. Ditengah-tengah kenyataan ini tidak tertutup kemungkinan warga GPIB mengalami hal seperti ini, baik sebagai pasien, keluarga pasien ataupun dokter.
• Prinsip Penyelesaian
  1. tindakan euthanasia berkaitan erat dengan etik moral seorang dokter ataupun pasien/keluarga pasien itu sendiri.
  2. dokter tidak mempunyai hak dengan maksud baik apapun , diminta ataupun tidak diminta untuk mengakhiri hidup seorang pasien yang sedang menderita, dokter terikat sumpahnya. Tetapi dokter tidak mempunyai hak dengan alat atau fasilitas apapununtuk merangsang kehidupan sekalipun sudah dapat ditemukan secara medis bahwa seorang pasien akan segera berakhir hidupnya.
  3. Allah menghendaki kehidupan dan oleh karena itu euthanasia sebagai tindakan mengakhiri penderitaan dengan mempercepat/memperkenankan berakhirnya hidup seseorang bertentangan dengan kehendak Allah. Tindakan ini hanyalah keinginan manusia, tetapi bukan kehendak Allah. ( Roma 8 : 31 - 39 ).

Homoseksual
• Masalah
  1. Pengertian: seseorang yang tertarik secara seksual kepada sesama jenis seksnya. Bila itu terjadi pada wanita disebut Lesbian.
  2. Masalah homoseks masih rumit dan masih disalah mengerti oleh sebagian jemaat/masyarakat. Hubungan seks antara seorang laki-laki yang mirip wanita dan seorang wanita yang bersifat laki masih belum diterima sebagai homoseks, meskipun ada beberapa diantaranya menunjukkan ciri-ciri demikian.
  3. Gereja menggumuli masalah homoseks dalam menentukan sikapnya.
• Prinsip Penyelesaian
  1. Masalah homoseksual memerlukan penanganan yang arif dan tegas. Gereja tetap berpegang pada prinsip bahwa hubungans seks hanya dapat dibenarkan antara suami-istri dalam lembaga nikah yang sah. (band. 1 Kor. 7 : 3 - 4, Ef. 5 : 22 - 33).
  2. Untuk penaganan homoseksual diperlukan pendekatan melalui pembinaan yang intensif dan penggembalaan.

Abortus
• Masalah
  1. Pengertian : pengangkatan bakal manusia dari rahim/kandungan dengan campur tangan manusia yang mengakibatkan kematian.
  2. Dalam kenyataan bahwa pengguguran ada dalam kehidupan jemaat/masyarakat dalam bentuk:
       a. keguguran.
       b. pengguguran langsung
       c. pengguguran yang bersifat Therapeutis.
   3. gereja menggumuli masalah pengguguran dalam menentuka sikapnya.

• Prinsip Penyelesaian
  1. Dalam penanganan masalah keguguran, Gereja tetap berprinsip bahwa baik hidup ataupun mati kita ini milik Tuhan. Namundalam realita gereja tetap menggumuli masalah-masalah pengguguran, oleh karena itu perlu diambil langkah-langkah/tindakan baik bersifat pembinaan maupun penggembalaan.
  2. Untuk mencegah terjadinya praktek pengguguran maka peranan pembinaan warga jemaat disemua tingkat : keluarga , PA, PT, PT, GP, dan warga jemaat/masyarakat. Khususnya kasus- kasus yang bersifat dilematis perlu diadakan kosultasi dengan para ahli.

DOA; sangat besar kuasanya

YESUS MEMBUATMU BERHARGA