Materi Katekisasi 18
Pokok Bahasan : Manusia
Sub Pokok Bahasan : Dosa, Anugerah,
Pertobatan, Pengampunan dan Hidup Baru
Tujuan Pembelajaran Khusus
- Mengetahui dan memahami ajaran Gereja tentang dosa dan
anugerah.
- Menghayati pengorbanan Kristus bagi manusia.
- Menjelaskan pentingnya pertobatan dan hidup baru
Pengertian Dosa
Kita mulai dengan pertanyaan dari mana
datangnya dosa? Yang pertama, pandangan bahwa dosa
adalah bagian dari penciptaan dan dengan demikian dosa berasal dari Allah.
Dasarnya ialah bahwa "segala sesuatu di dunia ini dari Dia dan oleh Dia
dan untuk Dia" (Roma 11:36). Mengapa dosa dapat hadir dan terus ada di
dunia, kalau Allah tidak menghendakinya? Pandangan ini tidak dapat diterima,
sebab bagaimanakah Allah dapat memurkai dosa, bila ternyata Ia sendiri
menghendakinya? Yang kedua, anggapan bahwa dosa berasal dari iblis, atau
malaikat yang telah jatuh ke dalam dosa dan menjadi iblis. Yohanes 8:44, Yudas
6, 2 Petrus 2:4. Namun anggapan ini pun tidak dapat diterima, sebab nas-nas itu
tidak bermaksud menjelaskan asal-usul dosa.
Untuk itu kita perlu mencermati apa
yang terjadi dalam kitab Kejadian 1 s/d 3. Ketika manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah, ia diberi kebebasan dan tanggung jawab untuk
mengembangkan kehidupan bersama ciptaan Allah yang lain (Kejadian 1:27-28).
Dengan gambar dan rupa Allah itu ia pun mendapat kesempatan untuk
merealisasikan dirinya sebagai mitra Allah. Namun ia memilih untuk melawan
Allah dan perintah-Nya (Kejadian 3:6). Inilah yang menyebabkan manusia jatuh ke
dalam dosa. Dari nas ini dosa dipandang sebagai
perbuatan yang berasal dari dalam diri manusia sendiri, dan bukan berasal dari
luar. Dosa lahir oleh karena manusia, dalam kebebasannya, memiliki
kehendak (keinginan) yang berlawanan dengan perintah Allah. Jadi dapat
diterangkan bahwa dosa adalah sikap hati dan perbuatan
manusia melawan perintah Allah yang dilakukan dalam kebebasannya sebagai
makhluk ciptaan. Ketika kebebasan dilepaskan dari tanggung jawab maka ia
jatuh ke dalam dosa. Dosa terjadi bukan karena sesuatu yang datang dari luar,
tetapi berdasarkan keputusan dan pilihan manusia sendiri, oleh karena ia merasa
tidak bebas berada di bawah perintah Allah. Ia ingin menjadi otonom yang sama
seperti Allah, bebas menentukan pilihannya sendiri.
Di dalam Alkitab, salah satu akar kata
dosa ialah: "chatat" (Ibrani) dan "amartia" (Yunani) yang
artinya pelanggaran atau pemberontakan terhadap hukum
Allah. Dosa adalah sifat dan motivasi yang terkandung dalam hati
manusia, yang menyatu dengan kodratnya sebagai manusia berdosa, sedangkan
kesalahan adalah perbuatan yang tampak dari hati yang berdosa.
Kejatuhan manusia pertama ke dalam
dosa telah membuat semua manusia menjadi pendosa (Roma 5:19). Ini disebut dosa
asal atau turunan atau warisan, yang membuat semua manusia, bahkan sejak dari
dalam kandungan sudah bertabiat dosa (Mazmur 51:7). Jadi, ajaran Pelagius yang
mengatakan bahwa dosa Adam hanya mencelakakan dirinya saja dan tidak menyebar
pada keturunannya, bahwa dosa itu ada bukan karena diwariskan melainkan karena
ditiru, adalah pandangan yang tidak dapat diterima. Sejak dosa pertama manusia
sudah menempatkan dirinya di bawah hukuman Allah, yaitu maut (1 Korintus
15:21-22). Maut adalah terputusnya hubungan dengan Allah dan bukan hanya
menyangkut kematian badani. Maut lebih dari itu, yakni manusia menjadi seteru
Allah dan mati secara rohani.
Anugerah dan Pengampunan
Oleh karena dosa telah menempatkan
manusia di bawah hukuman Allah, Alkitab menunjukkan bahwa manusia mencari jalan
untuk keluar dari hukuman itu melalui hukum Taurat atau berdasarkan perbuatan
(Roma 3:20). Namun semua hikmat dan usaha manusia tidak dapat menyelamatkannya
dari kutuk dan hukuman Allah (Roma 9:16). Keselamatan itu hanya diperoleh
melalui rencana dan tindakan Allah yang membebaskan dan menyelamatkan manusia
dari hukuman maut. Alkitab menyaksikan berkali-kali Allah berjanji untuk
membebaskan dan menyelamatkan. Perjanjian Allah dengan Nuh (Kejadian 9),
Abraham (Kejadian 15), dan Israel di gunung Sinai (Keluaran 24) menyatakan
janji keselamatan itu. Nabi Yehezkiel menegaskan: "Bukan karena kamu Aku
bertindak,.." (Yehezkiel 36:22,32). Ini berarti tindakan penyelamatan yang
dikerjakan Allah tidak didasari atas perbuatan baik manusia; melainkan tindakan
itu didorong oleh kemurahan hati Allah sendiri. Dia bertindak berdasarkan perjanjian
kasih karunia-Nya.
Keseluruhan janji Allah tadi berpuncak
dan terwujud di dalam kematian Yesus Kristus. Sebab itu keselamatan adalah anugerah Allah semata-mata, dan manusia tidak ikut di dalam karya tersebut. Kristus
menyatakan keselamatan itu melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Yesus Kristus
telah menjadi Perantara yang mendamaikan hubungan Allah dengan manusia dan
dunia. Berdasarkan pekerjaan pendamaian yang dilakukan Kristus, Allah
memulihkan kembali kedudukan manusia, bukan menurut garis keturunan Adam tetapi
berdasarkan gambar Allah yang tampak dalam Kristus (1 Korintus 15:45-47).
Dengan demikian salib menunjukkan dua kebenaran: Pertama, bahwa di hadapan
Allah kita adalah orang-orang berdosa. Kedua, bahwa dosa kita diampuni. Bukan
kita sendiri yang tahu akan dosa kita, melainkan ketika manusia berjumpa dengan
Allah melalui Roh Kudus (bandingkan Yesaya 6:5, Lukas 5:8). Perjumpaan ini
menghasilkan kesadaran bahwa manusia sudah diampuni hanya oleh anugerah Allah
dan ia dapat terus hidup berdasarkan kasih karunia Allah saja (Efesus 2:8).
Agustinus mengajarkan bahwa anugerah
Allah mendahului semua perbuatan baik dari manusia, termasuk kesadaran untuk
mengakui dosa. Jadi manusia diampuni bukan karena ia memliki kemauan untuk
mengakui dosanya, namun sebelum hal itu terjadi anugerah Allah sudah diberikan
kepadanya. Gagasan ini kemudian dilanjutkan oleh Calvin dengan menekankan pentingnya
kemauan dari pihak manusia untuk bertobat dan hidup baru. Menurutnya, kalau
kemauan itu dihapus, itu tidak berarti bahwa kemauan hilang oleh karena ketika
manusia bertobat, apa yang termasuk kodrat aslinya tidak berubah, yakni
pendosa. Di lain pihak, kemauan tidak boleh ditonjolkan sebab seluruh kebaikan
yang terdapat di dalam diri manusia pun adalah hasil anugerah Allah
semata-mata.
Pertobatan dan Hidup Baru
Perjumpaan manusia dengan Allah
melalui Roh Kudus selanjutnya menuntun manusia untuk sampai kepada pertobatan
dan hidup baru. Menurut Calvin, pertobatan ialah membalikkan kehidupan kita
kepada Allah, dengan digerakkan oleh rasa takut yang tulus dan sungguh-sungguh
akan Dia. Ada tiga unsur pertobatan: 1] terjadi perubahan dalam jiwa, bukan
hanya perubahan perbuatan lahiriah, 2] harus ada rasa takut yang
sungguh-sungguh akan Allah, 3] pematian daging dan dihidupkannya kita oleh Roh.
Yang dimaksud oleh Calvin dengan pertobatan sama dengan kelahiran kembali. Ia
memakai istilah yang ditulis oleh rasul
Paulus : "menanggalkan manusia
lama" dan "mengenakan manusia baru" (Efesus 4:22,24) atau
"mati dalam tubuh dan hidup dalam Roh" (Roma 8:10). Namun di dalam
diri orang yang telah dilahirkan kembali itu masih tetap ada tempat yang subur
untuk kejahatan, yang daripadanya terus menerus timbul nafsu-nafsu yang menggodanya
untuk berbuat dosa. Oleh karenanya, pertobatan atau pembaruan itu tidak selesai
dalam sekejap mata atau sehari dan setahun, tetapi terus menerus (Kolose 3:10).
Terkadang lambat jalannya, sebab Allah hendak membersihkan kotoran dalam diri
mereka dan menguduskannya, supaya di sepanjang hidup mereka belajar bertobat,
dan mengetahui bahwa perjuangan ini tidak berakhir sebelum kita mati.
Calvin memang menginginkan semua orang
Kristen hidup bernafaskan Injil. Namun tekanannya bukanlah pada kesempurnaan,
sebab jika demikian menurutnya, gereja akan tertutup bagi semua orang, karena
belum ada seorang pun yang dekat dengan kesempurnaan itu. Walaupun demikian,
hendaklah kesempurnaan itu menjadi tujuan hidup orang kristen yang harus
diusahakan dengan tekun. Menurutnya, janganlah kita berhenti berupaya supaya
kita terus menerus maju di jalan Tuhan, dan jangan kita berputus asa karena
kecilnya kemajuan itu. Jadi, yang penting bukanlah kesempurnaan melainkan
ketekunan. Dalam hal itulah Calvin menekankan pentingnya kesalehan (pietis)
bagi hidup orang Kristen. Bahkan menurutnya, Allah tidak dapat dikenal bila
tidak ada kesalehan, dalam arti rasa hormat dan kasih kepada-Nya. Jadi
kesalehan dimaknai sebagai kebajikan yang terpuji, yang timbul dari kesadaran,
hormat, cinta, tunduk dan patuh kepada Allah yang hidup, berdaulat dan
berkuasa. Allah yang telah melakukan kebaikan-kebaikan kepada kita.
Luther mengatakan, siapa yang sudah
dianugerahi pengampunan oleh Kristus terbebas dari segala sesuatu yang
memperbudaknya, tidak tunduk terhadap siapapun, tetapi pada saat yang sama ia
terikat untuk melayani sesamanya. Pernyataan itu berarti iman membebaskan
manusia dari setiap peraturan, tetapi kebebasannya tidaklah tanpa kendali.
Manusia dibimbing sedemikian rupa oleh Kristus, sehingga dengan bebas ia
melakukan lebih daripada yang dituntut oleh hukum (Galatia 5:18).
Maknanya Bagi Katekisan
Pedoman hidup bagi orang percaya yang
telah diampuni dosanya oleh Allah dan yang telah dibarui di dalam Kristus,
ialah sebagai berikut:
Memiliki etika yang baru
Kristus telah memulihkan citra Allah
yang rusak oleh dosa. Pemulihan citra Allah itu berdampak pada pemberian
kemampuan untuk melakukan hal-hal yang baik. Dengan kata lain, hidup dalam
pengampunan adalah hidup dalam rahmat dan kasih karunia untuk mempersembahkan
hidup itu sendiri demi kemuliaan Allah (Roma 12:1, Galatia 2:19). Hidup yang demikian adalah hidup yang memiliki etika baru
dalam dunia dan masyarakat. Hidup dalam etika yang baru ialah hidup yang
mengampuni dan menghargai hak-hak orang lain.
� Bertumbuh, berkembang dan
berbuah.
Orang yang sudah dibarui
harus menampakkan proses pertumbuhan (bertumbuh) dan perkembangan (berkembang),
dan akhirnya berbuah, sebab memang demikianlah maksud panggilan Tuhan
bagi kita, yakni bekerja (melayani) dan memberi buah (Galatia 5:22).
Kepustakaan :
- Buku Pemahaman Iman GPIB.
- Dr. Harun Hadiwijono, Iman Kristen, BPK-Gunung Mulia
- Dr. J.L.Ch. Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman
Kristen, BPK- Gunung Mulia.
- Dr. J.L.Ch. Abineno, Aku Percaya Kepada Allah,
BPK-Gunung Mulia.
- Dr. R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, BPK-Gunung
Mulia.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar