PENGANTAR
Menjadi
pelayan PA tidak cukup hanya mampu menyampaikan Firman Tuhan dengan baik pada
anak layan, mengajarkan nyanyian dalam ibadah atau bernyanyi dengan anak,
membantu anak belajar berdoa dan berdoa untuk anak. Seorang pelayan PA yang
baik diharapkan dapat mengenal anak layan yang dihadapinya di jemaat. Pelayan
PA hendaknya mengenali potensi, keunikan atau kekuatan khas tiap anak secara
pribadi meskipun anak layan tersebut seringkali dikeluhkan oleh orang lain
termasuk keluarga dan lingkungan terdekatnya.
Dalam
menjalankan tugas pelayanan sebagai pelayan PA, tidak bisa dihindari pelayan PA
seringkali merasa kesal, kecewa, marah, sedih, bingung dan banyak penghayatan
lainnya atas perilaku anak layan yang dinilai bermasalah, mengganggu pelayan
PA. Sebagai pelayan PA hendaknya kita selalu melihat bahwa berbagai perilaku
anak yang dianggap bermasalah karena mengganggu atau menimbulkan
ketidaknyamanan pada kakak pelayan maupun anak layan itu sendiri di dalam kegiatan
Pelkat PA merupakan suatu tantangan dalam pelayanan. Perilaku anak tidak hanya
dilihat sebagai suatu masalah yang mengganggu kakak pelayan. Pelayan anak perlu
menghadapi berbagai masalah berhubungan dengan perilaku anak tersebut dengan
tepat bahkan membantu anak maupun orangtua untuk dapat menghadapi dan mengatasi
masalah perilaku anak tersebut. Pola pendekatan dalam menghadapi berbagai
masalah perilaku yang tampil anak dengan menggunakan pendekatan kekerasan harus dihindari dilakukan oleh kakak pelayan
dalam kegiatan Pelkat PA.
Perilaku eksesif maupun defisit
sebagai perilaku bermasalah
Perilaku
anak yang seringkali dinilai sebagai perilaku bermasalah adalah perilaku yang
eksesif dalam arti perilaku yang berlebihan, misalnya: anak yang suka berbicara
terus – menerus, anak yang senang berlari – larian. Namun, perilaku yang
bersifat defisit dalam arti: sedikit muncul juga perlu diperhatikan oleh kakak
pelayan sebagai suatu perilaku bermasalah, seperti: anak yang selalu diam,
tidak terlibat dalam kegiatan. Intinya, perilaku anak yang perlu diperhatikan
lebih lanjut adalah perilaku anak yang dibawah maupun diatas rata – rata,
dibawah maupun diatas batas wajar.
Penting
untuk diingat bahwa perilaku bermasalah anak pasti ada latar belakangnya
sebagai suatu penyebab. Penyebab perilaku bermasalah anak layan sangatlah
beragam, mulai dari faktor internal anak layan, seperti: kepribadian,
temperamen, kondisi fisik dan biologis anak, faktor genetik, dll, maupun faktor
eksternal anak layan, seperti: pola asuh keluarga, lingkungan pergaulan dan
pendidikan anak.
Berikut
akan dijelaskan hal praktis yang dapat dilakukan dalam menghadapi perilaku
bermasalah anak:
LANGKAH PERTAMA:
Memahami masalah
anak atau masalah kakak pelayan
Dalam menghadapi berbagai ‘masalah’ sebagai suatu
tantangan dalam pelayanan di Pelkat PA, LANGKAH
PERTAMA yang perlu dilakukan seorang pelayan anak adalah menjawab
pertanyaan utama: apakah masalah ini merupakan masalah anak atau masalah kakak
pelayan ?
Dalam menjawab pertanyaan tersebut terdapat 3 kondisi
apakah suatu perilaku bermasalah/mengganggu yang ditampilkan oleh anak sebagai
masalah anak atau masalah kakak pelayan , yaitu :
• Perilaku bermasalah merupakan
masalah anak jika anak yang
menampilkan perilaku bermasalah tersebut terhalang kebutuhannya. Perilaku
bermasalah menjadi masalah anak karena anak yang menampilkan perilaku
bermasalah tersebut yang paling merasa ‘terganggu’, terhambat, tidak nyaman
atas perilaku yang ditampilkannya.
Contoh
dari masalah anak adalah: anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), anak dengan kebutuhan khusus, misalnya: anak dengan autisme, anak
keterbelakangan mental. Dalam mengikuti kegiatan di Pelkat PA, perilaku mereka
tidak mengganggu kakak pelayan dan teman – temannya.
• Perilaku bermasalah
sebagai masalah kakak pelayan jika
kakak pelayanlah yang paling merasa ‘terganggu’, tidak nyaman atas perilaku
anak layan yang dinilai bermasalah sedangkan anak tidak bermasalah dengan diri
dan perilakunya. Dalam hal ini, kebutuhan anak terpenuhi akan tetapi kakak
pelayan merasa terganggu.
Masalah
kakak pelayan seringkali terjadi dalam kegiatan Pelkat PA, terutama mengenai
masalah kedisiplinan, contohnya: anak suka menganggu teman, anak sering ngobrol
sendiri bersama teman ketika IHMPA, anak suka mengganggu teman maupun anak yang
tidak taat aturan.
• Suatu perilaku
bermasalah dapat merupakan masalah anak
maupun masalah kakak pelayan. Hal ini terjadi jika masalah tersebut
dirasakan mengganggu oleh kakak pelayan maupun anak layan itu sendiri. Misalnya:
seorang anak dengan masalah hiperaktivitas: sulit diam, bergerak kesana kemari
tentunya mengganggu kakak pelayan menyebabkan kakak pelayan sulit
berkonsentrasi saat menyampaikan Firman Tuhan namun anak hiperaktivitas
tersebut pun sebenarnya terganggu karena ia sulit untuk mengendalikan dirinya,
duduk dengan tenang mengikuti kegiatan di IHMPA. Perilaku anak dengan
hiperaktivitas dalam hal ini bukan merupakan perilaku bermasalah karena
kedisiplinan yang rendah melainkan karena penyebab yang bersifat neurobiologis,
yaitu: adanya gangguan di otak anak tersebut sehingga ia menampilkan perilaku
yang hiperaktif.
Menentukan perilaku
bermasalah sebagai masalah anak atau masalah kakak pelayan atau keduanya sangat
penting untuk menemukan pendekatan yang tepat dan efektif terhadap perilaku
bermasalah tersebut.
kalau itu masalah anak ... ...
Untuk
dapat membantu anak layan menghadapi masalahnya, kakak pelayan harus bisa memahami kondisi anak layan.
Jika masalah anak mengenai kondisi
anak berkebutuhan khusus (ABK)
ABK
adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal: ciri-ciri
mental, kemampuan sensorik, motorik, fisik, perilaku sosial – emosional maupun
kemampuan berkomunikasi, seperti: anak dengan masalah autisme, anak
keterbelakangan mental, anak dengan kecacatan fisik. Hal yang penting dilakukan
oleh pelayan adalah: menerima kondisi
anak layan tersebut. Penerimaan terhadap kondisi anak layan tersebut tampil
dalam sikap dan perilaku pelayan sebagai berikut:
- Tidak menuntut ABK tersebut seperti anak
normal
- Menyediakan aktivitas atau kegiatan yang
sesuai dan dapat dilakukan oleh ABK
- Lebih toleran terhadap munculnya perilaku
bermasalah dalam kegiatan Pelkat PA sehingga tidak memberikan hukuman terhadap
perilaku ABK yang mengganggu kakak pelayan.
- Berupaya meminimalkan penilaian atau
komentar negatif dari temannya yang normal
- Mengelola kelas sehingga perilaku ABK tidak
mengganggu jalannya kegiatan Pelkat PA (penjelasan lebih lanjut di bagian
Manajemen Kelas)
- Berupaya menemukan kekuatan, potensi atau
apa yang masih dapat dilakukan oleh ABK tersebut
Sebagai
kakak pelayan yang memiliki anak layan ABK sangat penting untuk membantu
orangtua memahami dan menerima kondisi anak mengingat seringkali orangtua tidak
menerima kondisi bahwa anaknya merupakan ABK. Usaha yang dapat dilakukan kakak
layan adalah memberikan edukasi mengenai anak kebutuhan khusus baik melalui
percakapan lisan dengan orangtua secara pribadi maupun melalui kegiatan
pertemuan orangtua anak layan.
Jika masalah anak dialami oleh anak
‘normal’
Tidak
hanya ABK, kakak pelayan tentunya juga akan menghadapi masalah anak yang
dialami oleh anak normal. Masalah anak ‘normal’ seringkali dialami dalam
relasinya di keluarga maupun lingkungan sosial anak. Masalah anak dalam bagian
ini, antara lain: anak yang mengalami masalah karena konflik rumah tangga
(orangtua bercerai, Kekerasan Dalam Rumah Tangga), menjadi anak tiri, iri
hati/benci pada saudara kandung dan lain-lain. Selain itu, dapat pula dialami
oleh anak yang ditolak atau dijauhi oleh teman-temannya, dan anak yang
mengalami pengalaman traumatis, seperti: pelecehan/kekerasan seksual, dll.
Dalam
materi ini, akan lebih memfokuskan pada masalah anak ‘normal’ daripada ABK
mengingat jumlah anak normal jauh lebih banyak daripada ABK yang mengikuti dan aktif
di kegiatan Pelkat PA.
Dalam
menghadapi masalah anak seperti yang telah disebutkan diatas, kakak pelayan
perlu berperan sebagai pendamping yang menerima kondisi anak layan tersebut,
memahami pikiran, perasaannya. Sebagai pendamping, kakak pelayan menjadi tempat
yang menyenangkan bagi anak untuk berbagi cerita, berbagi perasaan. Kakak
pelayan tidak bertindak sebagai orang yang paling tahu sehingga menuntut anak
untuk melakukan hal-hal tertentu dengan memberikan solusi/pemecahan masalah
secara langsung. Kakak pelayan perlu memahami dari sudut pandang anak layan
mengenai masalahnya. Untuk dapat memahami kondisi anak layan, kakak pelayan
harus memiliki:
·
Kemampuan berempati (merasakan apa yang
dialami anak)
·
Kemampuan untuk mendengar aktif
Berikut
akan dijelaskan kemampuan yang penting dimiliki oleh kakak pelayan dalam
membantu anak menghadapi masalahnya:
1. Kemampuan berempati
Empati
adalah kemampuan memahami apa yang dirasakan, diinginkan, dipikirkan anak layan
yang bersumber dari kemampuan mengenali dan ikut merasakan adanya perasaan
tersebut. Memahami perasaan (empati) berbeda dengan menunjukkan rasa kasihan
atau hanyut dalam kesedihan karena penderitaan/masalah anak layan.
Contoh:
Seorang anak layan dengan berlinang
air mata menceritakan kesedihannya kepada kakak mengenai kedua orang tua yang
sering bertengkar dan akhirnya bercerai.
Tanggapan Simpati (memiliki perasaan,
keinginan, dan pandangan yang sama dengan dengan orang lain) : “Aduuuuh kasihan kamu (mata kakak
berkaca-kaca), orangtua kamu kok tega berbuat itu sama kamu, kakak sedih sekali
mendengarnya (kakak menangis bersama dengan anak layan) ”. Tanggapan
simpati merupakan tanggapan yang tidak sesuai untuk diberikan oleh kakak
pelayan sebagai pendamping.
Kakak
pelayan diharapkan memberikan tanggapan empati.
Tanggapan Empati (memahami apa yang
dirasakan anak layan tanpa hanyut)
“Kelihatannya kamu sedih memikirkan
kedua orang tuamu yang sering bertengkar. Sedih rasanya kalau orangtua bercerai
(sambil menunjukkan ekspresi wajah sedih dan nada suara yang lembut)”
Kadang
seorang anak layan datang kepada kita dengan cerita yang memilukan hati yang
membuat kita terbawa emosi. Namun, yang perlu ditekankan pada saat menunjukkan
empati adalah bahwa kakak pelayan perlu mendengarkan dan menanggapi tanpa
terlalu terbawa secara emosional. Turut merasa sedih atau marah pada saat
mendengarkan cerita anak layan adalah suatu hal yang sangat wajar (karena
mungkin anda pernah mengalami hal yang sama), dan ketika kita menunjukkan emosi
pun berarti kita menunjukkan kepedulian kita. Namun ingatlah bahwa kakak
pelayan berperan sebagai pendamping, yaitu: orang yang membantu anak layan
untuk menghadapi masalahnya.
Kakak
pelayan dapat melakukan empati dengan cara:
·
Memposisikan diri sejajar dengan anak layan. tidak menganggap diri kita lebih tahu
tentang kondisi anak layan karena yang
lebih mengerti keadaan anak layan adalah anak layan itu sendiri.
·
Mendengarkan dengan penuh perhatian.
·
Tidak menilai atau menghakimi.
Misalnya; ketika seorang anak layan yang
bercerita bahwa ia merasa sedih karena merasa tidak disayang orangtua melainkan
selalu dimarahi, pelayan menanggapi: ”itu
karena kamu sering melawan dan tidak patuh pada orang tua, tidak ada orang tua
yang membenci anaknya.”
·
Tidak memaksa anak layan untuk menceritakan
sesuatu yang tidak ingin dia ceritakan
·
Memberikan kalimat-kalimat yang dapat
memberikan dukungan, misal “kakak
mengerti kalau hal ini sangat berat bagi kamu, kamu boleh cerita pada kakak
kapanpun kamu mau”
·
Untuk mengungkapkan bahwa kakak memahami
perasaan anak layan, kakak juga dapat menggunakan bentuk pernyataan seperti di
bawah ini:
“Kamu merasa………………………….karena………………..”
2. Kemampuan Mendengar aktif
Mendengar
aktif berbeda dengan sekedar mendengar. Mendengar aktif memerlukan perhatian
dan kepekaan terhadap perasaan dibalik apa yang dikatakan seseorang. Hal yang
didengarkan bukan hanya yang tersurat tapi juga yang tersirat. Jadi, dalam
mendengar aktif selain berupaya memahami isi pesan (kata-kata, kalimat) tapi
juga memperhatikan non-verbal (misalnya: nada suara dan mimik wajah). Sekedar
mendengar tidak memerlukan upaya untuk memahami isi pesan. Misalnya ketika
sedang serius menonton acara TV, kita mendengar suara orang yang sedang
berbincang. Kita hanya sekedar mendengar tanpa upaya memahami isi perbincangan.
Mendengar
aktif dapat ditampilkan melalui:
- Memberikan kesempatan anak untuk berbicara
menyampaikan maksudnya.
- Menunjukkan kepedulian melalui bahasa tubuh
- Misalnya:
memandang matanya, sesekali mengangguk dan menampilkan ekspresi yang sesuai dengan
ekspresi yang diungkapkannya saat bercerita, tidak mengambil posisi terlalu
jauh sehingga terkesan menolak, dan sebagainya.
- Memberikan tanggapan singkat tanda bahwa
kakak pelayan menghargai, memahami dan menerima.
- Misalnya:
“lalu ... (sambil menganggukkan
kepala saat anak bercerita)”
- Mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka,
- Pertanyaan
yang bersifat menggali informasi lebih dalam dan luas tidak hanya sekedar
jawaban singkat/pendek, seperti: “kamu
dipukul papa ?” (anak hanya menjawab ya/tidak), sebaiknya: “ apa
yang papa buat sehingga kamu sedih ?” (anak dapat menjawab bahwa dirinya
dipukul, dibentak, dihukum dengan tidak boleh sekolah, dll).
- Mengulang isi pesan dalam bahasa yang lebih
singkat dan padat.
- Ini
penting untuk memastikan bahwa pemahaman kita tidak keliru, sekaligus
meyakinkannya bahwa ia sungguh-sungguh didengar. Misalnya: setelah anak
bercerita mengenai perlakuan kasar orangtuanya, kakak membuat kesimpulan: “kamu sangat sedih karena papa kamu sering
memukul dan bicara kasar sama kamu, betul begitu ?”
- Merefleksikan perasaan yang terkandung
dalam cerita.
- Kita
mendengar apa yang disampaikan, kemudian mencoba menemukan perasaan yang
terkandung dalam cerita. Misal: Seorang
anak layan mengatakan bahwa ia tidak mau lagi pergi ke IHMPA karena di IHMPA ia
diejek ‘banci’ oleh temannya. Kakak mengatakan: kamu kesal sama teman-temanmu di IHMPA.
Bila
anak layan betul-betul merasa bahwa dirinya didengar dan kakak pelayan tidak
memberikan penilaian negatif terhadap apa yang dikatakan atau dirasakan anak
layan, maka anak layan akan lebih dapat mempercayai kakak pelayan dan merasa
lebih terbuka dalam berbicara,.
Terkadang
memang sulit bagi kakak pelayan untuk mendengarkan anak layan dengan kesulitan
emosi tertentu, mereka mungkin akan menangis, mudah marah, merasa tertekan,
atau tidak berdaya. Kakak pelayan sebagai
orang yang membantu, perlu untuk tetap bersikap tenang. Cobalah untuk
menahan keinginan untuk mencoba membuat anak layan merasa lebih baik dengan
cepat. Saat bersama anak mendengarkan ceritanya, bukanlah waktunya untuk
mencoba memecahkan masalah. Lebih baik sediakan lingkungan yang nyaman dan
dorong anak layan untuk membicarakan apa yang dia pikirkan dan rasakan.
kalau itu masalah kakak pelayan ...
...
Jika
perilaku bermasalah anak layan lebih merupakan masalah kakak pelayan, maka
kakak pelayan perlu lebih aktif melakukan hal – hal untuk mencegah atau
meminimalkan munculnya perilaku bermasalah tersebut. Dalam materi ini, ada 3
cara yang akan dijelaskan, yaitu:
- Teknik komunikasi PESAN DIRI
- Teknik DISIPLIN tanpa kekerasan
- Manajemen/mengelola kelas IHMPA
Berikut
akan dijelaskan satu per-satu tiga cara tersebut:
1. Teknik komunikasi PESAN DIRI (I-messages)
Cara
komunikasi dengan teknik PESAN DIRI ini lebih efektif untuk menggantikan cara
komunikasi yang umumnya dilakukan orang dewasa pada anak yang bersifat
menyalahkan dan menyudutkan anak, yaitu: PESAN KAMU (You-messages), contoh: “KAMU gimana sih ! susah sekali diatur
!”, “KAMU nakal yah !”.
Dalam
teknik komunikasi PESAN DIRI, kakak pelayan menyampaikan kepada anak secara
terus terang dengan tegas dan tidak menyalahkan mengenai perilaku anak yang
mengganggu kakak pelayan. Pesan tidak diawali dengan kata ‘KAMU’ yang membuat
anak merasa disalahkan dan disudutkan melainkan diawali dengan kata ‘KAKAK
(AKU)’.
Pesan
yang disampaikan terdiri dari:
Perasaan yang
dialami kakak pelayan karena perilaku anak tersebut
Perilaku yang tidak diterima atau mengganggu kakak pelayan
Gambaran akibat konkret perilaku anak layan
terhadap perilaku kakak pelayan
Contoh:
Ketika menegur anak layan
yang terus berbicara dengan temannya (ngobrol)
saat kakak bercerita adalah:
”Kakak
sedih (perasaan), kakak
bercerita, Lusi ngobrol terus (perilaku yang tidak diterima), jadi kakak susah deh melanjutkan
ceritanya (akibat)”
2.
Teknik DISIPLIN tanpa kekerasan
Disiplin
seringkali diartikan dalam 2 hal berikut:
- Kegiatan atau aturan yang dirancang
untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan.
Misalnya,
ketika anak layan rajin hadir IHMPA maka ia akan memperoleh penghargaan
tertentu (hadiah, pujian), kakak pelayan memberi kesempatan anak layan yang
duduk rapih mengikuti IHMPA dengan baik untuk bersalaman dengan kakak pelayan
dan pulang terlebih dahulu setelah IHMPA selesai daripada anak layan yang tidak
mengikuti IHMPA dengan baik.
Disiplin
dalam arti pertama ini disebut “disiplin positif”.
- Arti disiplin yang kedua adalah
hukuman terhadap tingkah laku yang dianggap ‘buruk’ atau tidak pantas,
misalnya anak layan yang terlambat datang ke IHMPA mendapatkan hukuman
atau terkena disiplin. Jadi disiplin dalam arti yang kedua ini disebut
“disiplin negatif”.
Hal
yang seringkali dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak adalah disiplin yang
kedua, yaitu: disiplin negatif sehingga disiplin seringkali disama artikan
dengan hukuman. Disiplin berhubungan dengan pemberian konsekuensi. Seringkali
yang dilakukan adalah memberikan hukuman atau konsekuensi yang tidak
menyenangkan saat perilaku yang tidak diinginkan muncul namun saat perilaku
yang diinginkan muncul maka tidak diberikan konsekuensi apapun atau didiamkan
saja. Sebagai kakak pelayan, sebaiknya lebih berfokus pada munculnya perilaku
baik yang dilakukan oleh anak layan daripada fokus pada perilaku tidak baik
yang dilakukan oleh anak layan. Jika kakak pelayan terlalu fokus pada perilaku
tidak baik anak layan maka pendekatan yang umumnya sering digunakan adalah
pendekatan hukuman, yang umumnya berupa: kata-kata yang merendahkan anak,
menyinggung perasaan anak bahkan hukuman yang bersifat fisik, seperti: dicubit
atau dijewer.
Hal yang perlu
diperhatikan adalah membantu anak layan memahami
tingkah laku baik apa yang diinginkan oleh kakak pelayan dan tingkah laku buruk
apa yang tidak diinginkan kakak pelayan (melanggar disiplin). Anak layan
dapat memahaminya tanpa melalui pemberian hukuman dengan kekerasan. Anak layan
dapat memahami melalui belajar dari hubungan
antara perilaku yang ditampilkan dan
konsekuensi yang diterimanya.
Misalnya: kalau anak
menyelesaikan gambar (perilaku) maka
kakak akan memberikan stiker atau kakak tersenyum sambil memberi gambar bintang
di buku anak layan (konsekuensi),
tetapi kalau anak layan tidak menyelesaikan gambar maka di IHMPA minggu ini (perilaku) maka anak layan tidak
mendapatkan stiker dan tidak mendapatkan tambahan gambar bintang di bukunya (konsekuensi).
Disiplin
tanpa kekerasan yang baik bersifat:
TEGAS (1 for ALL) : Terdapat suatu aturan yang berlaku untuk semua anak layan
tanpa terkecuali termasuk aturan tersebut juga berlaku untuk kakak pelayan. Hindari
karena status orangtua anak di gereja maupun di masyarakat maka anak tertentu
terlindungi dari konsekuensi. Jika aturan dipenuhi maka konsekuensi harus
diberikan, demikian pula ketika aturan tidak dipenuhi.
JELAS : Anak layan memahami mengapa ia mendapatkan konsekuensi
tertentu dari perilaku yang ditampilkannya, baik konsekuensi positif karena
perilaku baik maupun konsekuensi negatif
KONSISTEN : Aturan dan konsekuensi terjadi terus-menerus dan
dilakukan oleh setiap kakak pelayan. Hindari penilaian pada anak layan bahwa
kalau kakak tertentu maka aturan akan digunakan tetapi pada kakak yang lain
aturan tidak digunakan sehingga ada kesan kakak tertentu galak sedangkan kakak
tertentu baik hati.
Dengan demikian pada akhirnya anak layan dapat memilih
untuk: IKUT ATURAN atau TERIMA KONSEKUENSI
3. MANAJEMEN KELAS IHMPA
Mengenai
perilaku bermasalah yang muncul saat IHMPA, kakak pelayan juga dapat
mengatasinya dengan melakukan manajemen kelas. Dalam manajemen kelas IHMPA,
kakak pelayan berusaha untuk mengatur lingkungan sehingga gangguan terhadap
proses kegiatan yang berlangsung karena perilaku anak layan menjadi seminimal
mungkin. Kelas IHMPA diatur sedemikian rupa sehingga tiap anak dapat diawasi
dan dijangkau oleh kakak pelayan. Dalam manajemen kelas, semaksimal mungkin
situasi, kondisi dan suasana IHMPA yang
menyenangkan, positif dan partisipatif bagi anak diciptakan oleh kakak
pelayan. Dengan situasi, kondisi dan suasana demikian maka harapannya anak
dapat terlibat aktif dan tidak menampilkan perilaku bermasalahnya saat IHMPA.
Berikut
akan disajikan beberapa contoh tips praktis dalam manajemen kelas IHMPA:
- Suasana
kelas yang positif: Untuk menciptakan suasan kelas
yang positif, kakak pelayan dapat melakukannya dengan cara pengaturan fisik
kelas (kursi disusun melingkar, anak dengan perilaku bermasalah duduk di tempat
yang dapat dijangkau kakak pelayan atau dibagian samping/belakang sehingga
tidak terlalu mengganggu anak lain), membuat kelas lebih terasa nyaman untuk
anak dengan menambahkan dekorasi atau menempel hasil karya anak layan, dan
lain-lain.
- Menciptakan
kegiatan rutin yang kreatif dan menyenangkan untuk anak: Misalnya: menempel tanda
kehadiran di awal/ di akhir ibadah, selalu memberikan kesempatan anak layan
bertugas secara bergiliran, dan lain-lain.
- Jaga
iklim ‘emosi’ di kelas IHMPA : Hindari kakak pelayan melakukan
sesuatu yang membuat anak merasa takut namun tidak juga memberikan kesempatan
anak menampilkan perilaku yang mengganggu anak layan atau jalannya IHMPA,
misalnya: ketika perilaku yang tidak diharapkan muncul, kakak pelayan segera
melakukan tindakan seperti: memindahkan tempat duduk anak yang perilakunya
mengganggu, memberikan pujian/senyuman ketika perilaku yang diharapkan dari
anak layan muncul. Dalam menegur/mendisiplinkan anak perlu diingat bahwa yang
tidak disukai oleh kakak pelayan adalah perilaku anak layan tersebut bukan anak
layan sebagai individu.
- Memberikan
kesempatan semua anak layan untuk berpartisipasi : Kakak
pelayan memberikan kesempatan yang adil dan merata untuk semua anak termasuk
anak yang dinilai seringkali menampilkan perilaku bermasalah.
Tips umum dalam menghadapi masalah
anak ... ...
Secara
umum, ada hal-hal yang sebaiknya dilakukan ketika kita menangani anak-anak. Demikian
pula, ada juga hal-hal yang sebaiknya dihindari ketika kita berinteraksi dengan
anak. Hal-hal tersebut antara lain:
1. Hal-hal yang harus dilakukan
- Menyediakan waktu yang cukup untuk membantu
Mendampingi
anak menghadapi masalahnya membutuhkan komitmen kakak pelayan mengingat
perubahan terjadi merupakan hasil dari suatu proses yang bukan sekejap mata.
- Menerima anak layan apa adanya
Pelayan
memahami dan menerima bahwa tiap anak berbeda-beda dan masalah perilaku yang
ditampilkan anak memiliki latar belakangnya. Seringkali perilaku bermasalah
merupakan cara anak untuk mengkomunikasikan bahwa dirinya membutuhkan perhatian
yang lebih dari kakak pelayan karena hal ini tidak didapatkan dari keluarganya.
- Bersabar dalam menghadapi berbagai
perubahan yang terjadi
Perubahan
perilaku anak membutuhkan proses yang tidak sebentar. Seringkali kakak pelayan
merasa lelah karena hasil tidak seperti yang diharapkan.
- Lakukan hal praktis yang memenuhi kebutuhan
anak yang menampilkan perilaku bermasalah
Kakak
pelayan seringkali tidak perlu melakukan hal yang rumit untuk anak lain. Kakak
pelayan dituntut untuk melakukan hal yang sederhana yang membuat anak merasa
nyaman, merasa bahwa dirinya dimengerti, misalnya: melalui perilaku non-verbal
kakak pelayan (senyum, sentuhan yang sesuai, kontak mata yang hangat, dll).
- Menunjukkan kepedulian dan harapan positif
pada anak.
Kakak
pelayan perlu memotivasi dan menguatkan anak bahwa masalah dapat teratasi.
- Fokus pada potensi atau yang positif pada
anak
Kakak
pelayan harus menemukan kekuatan atau hal baik pada anak layan yang bermasalah
sekalipun.
- Melibatkan orang dewasa yang terkait
langsung dengan anak
Hindari
merasa bahwa kakak pelayan bertanggungjawab terhadap upaya membantu anak
menghadapi masalahnya atau mengatasi perilaku anak bermasalah. Pelibatan orang
lain perlu dilakukan, terutama orangtua anak layan yang secara langsung
berhubungan dengan anak layan tersebut.
- Mencegah kekerasan dan hal-hal yang
menimbulkan ketidaknyamanan
Niat
baik dari upaya yang dilakukan untuk membantu anak seringkali malah berdampak
negatif bagi anak layan. Karena itu tiap langkah yang dilakukan harus
dianalisis konsekuensinya, misalnya:
menegur orangtua anak yang sering melakukan kekerasan jangan sampai
mengakibatkan anak layan malah semakin mengalami kekerasan di rumah.
Apapun
cerita atau informasi yang diberikan oleh kakak pelayan maupun orangtua
sebaiknya tidak diceritakan kepada orang lain. Kakak pelayan perlu menjaga
kepercayaan anak dan keluarganya.
- Melakukan atau merekomendasikan rujukan
Kakak
pelayan perlu menyarankan pada orangtua untuk membawa anaknya ke profesional
terutama apabila anak tampak sangat terganggu dengan perilakunya dan anak
juga sangat mengganggu orang lain.
2.
Hal-hal yang harus dihindari
- Terlalu banyak bicara atau menasehati :Seringkali
orang dewasa termasuk pelayan terlalu cepat untuk memberikan nasehat atau
terlalu banyak berbicara mengenai hal-hal yang harus dilakukan anak layan.
Solusi yang kita anggap baik untuk dilakukan seringkali tidak sesuai atau tidak
cocok untuk anak layan.
- Memberikan harapan palsu atau yang tidak
realistisKakak
pelayan tidak disarankan memberikan janji atau harapan yang maksudnya untuk
lebih menenangkan anak layan karena hal ini akan membuat anak menjadi tidak
percaya pada kakak pelayan terutama kalau janji dan harapan tidak menjadi
kenyataan.
- Cepat memberikan label : Kakak
pelayan tidak perlu memberikan label terhadap masalah anak, misalnya:
mengatakan bahwa anak yang bermasalah adalah anak autis. Memberikan label
autis/istilah untuk menggambarkan masalah anak layan bukan urusan kakak pelayan
melainkan merupakan urusan profesional, seperti: psikolog, dokter.
- Under-estimate
(meremehkan)
anak : Hindari
menganggap bahwa anak layan tidak mampu sehingga kakak pelayan melakukan semua
atau banyak hal untuk anak layan.
- Terlalu hanyut dalam masalah anak :Kakak
pelayan perlu menghindari dirinya larut dalam masalah anak, seperti:
terus-menerus memikirkan anak layan yang bermasalah sehingga mengorbankan
kepentingan kakak pelayan secara pribadi, atau menunjukkan perilaku yang
terlalu mengasihani anak layan.
- Mau menjadi pahlawan bagi anak layan: Kakak
pelayan juga perlu menghindari untuk mengambil tanggung jawab penuh untuk
mengatasi masalah anak layan.
- Menjadikan masalah anak menjadi bahan
‘gosip’ pelayan : Hendaknya
fokus pada apa yang bisa dilakukan tidak hanya mempergunjingkannya.
Dalam menghadapi perilaku anak layan
yang merupakan masalah anak maupun masalah kakak pelayan, fokuskan pada apa
yang bisa dilakukan dan hindari hal-hal yang malah berdampak negatif pada anak
layan (DO NO HARM). Sebagai pelayan anak, terima anak layan apa adanya dan
terus doakan anak layan yang dinilai bermasalah tersebut, serta sabar karena
perubahan merupakan suatu proses. Penulis: Nael Sumampouw