APA ITU SAKRAMEN
Kata sakramen tidak diambil dari Alkitab, melainkan dari adat istiadat Roma, yaitu berasal dari kata sacramentum
(Latin). Kata itu memiliki dua arti, pertama, sumpah prajurit, yaitu
sumpah setia yang harus diucapkan oleh sesorang. Ketika ia diangkat
menjadi prajurit. Kedua, uang jaminan yang harus disetor dan diletakkan
di kuil oleh dua orang atau dua golongan yang sedang berperkara. Siapa
yang kalah dalam perkara akan kehilangan uangnya. Uang jaminan itu
disebut sacramentum (yang dijabarkan dari kata sacer
= kudus), juga mengandung arti perbuatan atau perkara yang kudus, yang
rahasia, yang berhubungan dengan para dewa. Kata sacramentum tersebut
dipopulerkan oleh Tertullianus (sekitar tahun 200) menjadi istilah
teologi, yang kemudian dipandang sebagai terjemahan dari kata mysterion (Yunani), yang mencakup segala sesuatu yang telah dibuat Allah dengan pengantara Kristus demi keselamatan manusia.
Oleh karena keselamatan itu disampaikan kepada orang beriman dalam
ibadah, maka beberapa upacara ibadah itu disebut sacramentum. Barulah
kemudian pada abad pertengahan, Gereja membatasi secara tegas pengertian
sakramen.
Augustinus
yang sangat berpengaruh pada teologi abad pertengahan berkata:
“Sakramen adalah tanda kelihatan dari hal yang kudus atau bentuk yang
kelihatan dari kasih karunia yang tidak kelihatan”. Dengan kata lain
Augustinus menyebutkan sakramen itu “Firman yang kelihatan”.
Calvin mengumpamakan sakramen dengan suatu meterai (latinnya: sigillum, bandingkan “segel” ) yang lazimnya dikenakan pada suatu piagam untuk mensahkan isinya (bandingkan Roma 4:11).
Bagi Calvin, “sakramen adalah tanda lahiriah yang dipakai Allah untuk
memeteraikan dalam batin kita janji-janji akan kerelaan-Nya terhadap
kita, agar iman kita yang lemah diteguhkan dan kita pun menyatakan kasih
dan kesetiaan kepada-Nya”. Lebih lanjut menurut Calvin, sakramen tidak
berarti apa-apa apabila terlepas dari pemberitaan firman. Tanpa
penjelasan tentang apa yang dijanjikan Allah, tidak ada sesuatu untuk
dilambangkan atau dimeteraikan. Juga tanda-tanda atau simbol-simbol yang
digunakan dalam sakramen tidak mempunyai daya atau kekuatan yang
istimewa. Ia baru bermakna bila Roh Kudus bekerja di dalam hati manusia
dan diterima dengan iman. Pemberitaan firman secara lisan dan
pemberitaan firman dalam bentuk sakramen adalah dua tindakan yang tetap
dilakukan dalam gereja dan kehidupan Kristen.
Pada zaman Gereja mula-mula, pada satu
pihak baptisan dan perjamuan kudus ditonjolkan sebagai sakramen, namun
pada pihak lain semua tindakan sakral, seperti pemberkatan, perminyakan
dengan air yang diberkati, dianggap juga sebagai sakramen. Perbedaan
jumlah sakramen ini dikarenakan adanya perbedaan pandangan mengenai
hakekat sakramen. Menurut Gereja Roma Katolik sakramen adalah alat Allah
untuk mencurahkan karunia rohani yang dihasilkan oleh korban Kristus di
kayu salib ke dalam hidup orang beriman. Asal orang yang menerima
sakramen tidak merintangi, maka ketika dilayankannya sakramen itu
masuklah karunia rohani tadi ke dalam hidup orang beriman.
Gereja Roma Katolik dengan mengacu hasil konsili Trente (1547) menetapkan sakramen itu ada 7 (tujuh), yaitu: baptisan, penguatan iman, ekaristi, pengakuan dosa, peminyakan, penahbisan imam, perkawinan.
Sakramen baptisan, dicurahkannya
pengampunan dosa warisan dan segala dosa yang dilakukan hingga saat
dibaptis. Sakramen penguatan iman, dicurahkan karunia untuk bertahan
terhadap segala godaan masa remaja dan pemuda. Sakramen ekaristi,
dicurahkan karunia yang menguatkan iman dalam pergumulan hidup
sehari-hari, dan sakramen ini menjadikan orang dapat menikmati tubuh dan
darah Kristus yang hadir di dalam roti. Sakramen ini terdiri dari dua
bagian, yaitu :
- ekaristi sebagai korban, yang juga disebut misa, yang setiap hari dilayankan oleh imam dan
- ekaristi sebagai perjamuan, yang juga disebut komuni, yang harus diikuti jemaat paling sedikit sekali setahun.
Sakramen pengakuan dosa, meperbaiki atau
membaharui karunia yang dirusakkan atau ditiadakan karena dosa yang
dilakukan setelah menerima baptisan. Yang pokok di dalam sakramen ini
ialah pengampunan yang diucapkan oleh imam. Sakramen peminyakan, untuk
memberikan kekuatan kepada orang sakit keras dan lanjut usia, agar ia
dapat mati secara Kristen. Peminyakan dengan minyak suci menggambarkan
peminyakan dengan Roh Kudus, yang mencurahkan karunia kepada orang yang
akan mati, untuk membebaskannya dari dosa dan menguatkannya di dalam
pergumulan yang terakhir. Juga dengan sakramen ini ada kekuatan baru
yang dicurahkan. Sakramen penahbisan imam, memberikan karunia kepada
yang menerimanya agar dapat menunaikan tugas sebagai imam. Dengan
sakramen ini imam diberi kuasa untuk mengubah roti dan anggur mejadi
tubuh dan darah Kristus, dan untuk mengampuni dosa orang yang menyesal
atas nama Tuhan Yesus. Sakramen perkawinan, orang yang kawin
dipersatukan dan diberi karunia bertahan terhadap segala pergumulan
hidup dalam perkawinan.
Ajaran Gereja Roma Katolik mengenai
sakramen ini berpusat kepada pengertian “sacramentum” atau “mysterium”
atau “rahasia”. Dikatakan Sakramen adalah suatu rahasia, sebab di dalam
sakramen itu senantiasa ada karunia yang baru yang dicurahkan.
Bagi Gereja Protestan tidaklah sama dengan pandangan Gereja Katolik. Sakramen tidak dipandang sebagai mencurahkan karunia rohani, sebab sakramen adalah tanda dan meterai,
yang ditentukan oleh Tuhan Allah untuk menandakan dan memeteraikan
janji-janjiNya di dalam Injil, yaitu bahwa karena korban Kristus, orang
beriman mendapat keampunan dosa dan hidup yang kekal.
Yang dimaksud dengan tanda adalah suatu
perkara atau suatu tindakan, yang tidak memiliki artinya pada dirinya
sendiri, tetapi yang menunjuk kepada suatu perkara atau tindakan yang
lain. Misal : Pelangi (Kejadian 9: 13) menunjuk kepada perjanjian Allah, bahwa Allah tidak memusnahkan segala yang hidup dengan air bah lagi. Sunat ( Kejadian 17: 11)
menunjuk kepada perjanjian Allah dengan Abraham dan keturunannya.
Demikianlah dengan yang digambarkan di dalam sakramen itu adalah: janji-janji
Allah yang terdapat di dalam Injil, yaitu bahwa dengan pengorbanan
Kristus di kayu salib, orang beriman memperoleh pengampunan dosa dan
hidup kekal.
Sebaliknya sakramen adalah meterai,
yaitu sesuatu yang dipakai untuk membuktikan kemurnian bahwa yang
dimeteraikan adalah benar, dapat dipercaya. Demikianlah Sakramen
disebut meterai yang berarti, bahwa sakramen adalah untuk mengokohkan
dan menyatakan janji-janji Allah itu benar, dapat dipercaya.
Sakramen adalah tanda dan meterai
bukanlah yang ditetapkan oleh manusia atau gereja, melainkan ditetapkan
oleh Allah. Karena itu bila kita ingin memperoleh kepastian, apakah
sesuatu adalah sakramen atau bukan, kita harus menyelidiki terlebih
dahulu apakah ada perintah penetapan Allah mengenai hal itu atau tidak.
Menurut Gereja Protestan, sakramen yang diperintahkan oleh penetapan
Allah hanya ada dua, yaitu : perjamuan kudus (Matius 26:26-29; Lukas 22:19; 1 Korintus 11:23-26) dan baptisan (Matius 28:19-20).
Daftar Kepustakaan :
- Hadiwijono,H,, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
- Hadiwijono,H,, Inilah Sahadatku, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1995
- Soedarmo,R, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
- van Niftrik, G,C, & Boland,B,J, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
- Lohse,Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.
- Jonge,C,de. Apa itu Calvinisme?, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
- Verkuyl, J, Aku Percaya, Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993.
- Calvin Yohanes, Institutio (Pengajaran Agama Kristen), Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2000.
- Heuken,A, Ensiklopedi Gereja,7, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2005.-I
- Majelis Sinode GPIB, Bahan Pelajaran Katekisasi Buku-I
Tidak ada komentar :
Posting Komentar