Efesus 2 : 1 - 7
Minggu, 22 Mei 2011
Pernahkah kita melihat putra-putri kita atau anak-anak mudah jatuh cinta dan dia menjadi sangat semangat untuk melakukan apa saja demi orang yang dicintainya atau demi kekasihnya? Apa yang mereka lakukan kadang menurut kita tidak masuk akal. Misalnya walau hari hujan lebat tetapi demi janji dengan sang kekasih seorang pemuda rela kehujanan untuk berjumpa dengan kekasihnya. Suatu tindakan yang belum tentu dilakukannya terhadap saudaranya atau bahkan orang tuanya. Siapa pun pasti akan mengerti hal seperti itu kalau dia pernah merasakan kekuatan cinta kasih. Kekuatan kasih itu sungguh luar biasa dan itulah yang sesungguhnya dialami oleh setiap orang beriman. Tuhan Allah di dalam Kristus telah memilih untuk mencintai atau mengasihi manusia walaupun sesungguhnya manusia tidak layak untuk dicintai atau dikasihi.
Paulus memulai pasal ini dengan pernyataan "kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa." Pernyataan ini menegaskan bahwa setiap orang sebelum berada dalam Kristus, ia telah mati karena pelanggaran dan dosanya. Mati berarti berada di luar harkat diri sebagai manusia yang serupa dan segambar dengan Sang Khalik. Sebelum orang berada dalam iman kepada Kristus, ia hidup menurut keinginan-keinginan manusianya yang dikendalikan oleh nafsu dunia.
Berada di luar Kristus digambarkan oleh Paulus sebagai mati. Tidak mampu membawa diri dan kehidupannya ke arah yang baik dan menyenangkan. Berada di luar Kristus membuat setiap orang selalu mengarahkan dirinya kepada kehancuran diri sendiri. Menurut Paulus, kita semua sebenarnya ada dalam keadaan seperti itu. Mati karena dosa dan pelanggaran kita. Kita menjadi terpisah dari Allah. Keterpisahan dari Allah dapat membuat kita lama kelamaan tidak lagi kuatir terhadap akibat dosa dan pelanggaran kita; membuat kita tidak lagi merasa ngeri atau takut, bahkan makin menyenangi hal-hal yang semula kita anggap dosa dan pelanggaran. Kita senang dan suka melakukannya dengan pengetahuan dan kesadaran penuh. Akibatnya kita kehilangan tujuan dan arah hidup kita sebagaimana tujuan Tuhan menciptakan kita.
Allah menciptakan kita dengan tangan kasih-Nya. Dia menciptakan kita sehakekat atau serupa dan segambar dengan-Nya, yang dirasakan-Nya dalam hati, yang penuh kasih, dituangkan-Nya dengan dengan polesan tangan kasih-Nya ketika dia membentuk kita dari debu. Atau ketika kita dibentuk dalam rahim ibu, orang tua kita tidak mampu menentukan bagaimana kita dibentuk, tetapi yang pasti pertumbuhan kita di dalam rahim ada di dalam perhatian Kasih-Nya; di sana pun tangan kasih Allah membentuk kita. Mengapa? Karena Dia melalui hidup kita, dunia mengenal Dia yang mengasihi dunia. Melalui kehadiran kita, dunia mengenal cinta-kasih dan kehendak-Nya serta menerima semua yang baik yang diberikan Allah bagi dunia.
Hal ini hilang ketika dosa menyebabkan kita terpisah dari Allah. Kita kehilangan tujuan penciptaan-Nya atas kita dan kehilangan arah hidup kita. Namun kita bersyukur karena Allah, di dalam kasih-Nya yang luar biasa telah menjatuhkan pilihan hati-Nya untuk mengasihi kita kembali. Allah di dalam Yesus Kristus memilih kita untuk menjadi milik-Nya yang dipulihkan. Ia memilih kita, bukan karena kita pantas dan layak; bukan karena Ia menghargai apa yang kita buat setiap waktu. Dia memilih kita karena Ia mau. Ia ingin agar kita mengalami lagi kasih-Nya; memiliki lagi citra kita sebagai 'serupa dan segambar dengan_nya.' Itulah anugerah yang dilimpahkan Allah kepada kita. Di dalam Kristus, Allah melakukan karya besar yang sulit dimengerti oleh dunia dan manusia. Karya besar yang didasarkan pada kasih yang tidak terbandingkan, yang melampaui segala sesuatu dan sangat berlimpah. Kasih yang sangat lebar dan panjang, tinggi dan dalam, dan yang tidak terselami. (band. 3 : 18).
Demi pilihan kasih-Nya atas kita Ia rela mengambil rupa seorang hamba, lahir di kandang, dewasa dalam pengembaraan untuk berkarya walau tidak punya tempat untuk membaringkan kepala-Nya, lalu menderita dan mati di salip. Sebuah pilihan cinta kasih yang tidak dapat dan tidak mampu dilakukan oleh siapa pun dan tidak dapat ditiru oleh siap pun.Dan itulah yang telah dilakukan oleh Allah di dalam Kristus. Karena kasih-Nya, Allah di dalam Kristus telah dan selalu melakukan hal-hal yang sungguh indah dan berguna bagi kita. Kini sebagai wujud kasih kita atas anugerah yang telah memilih kita dan menguduskan kita untuk mengalami kebaikan-Nya maka mari kita pakai kehidupan kita untuk melakukan hal-hal yang baik, indah dan berguna bagi semua orang dan untuk kemuliaan Tuhan. S.H.R. SGD
Minggu, 22 Mei 2011
Pernahkah kita melihat putra-putri kita atau anak-anak mudah jatuh cinta dan dia menjadi sangat semangat untuk melakukan apa saja demi orang yang dicintainya atau demi kekasihnya? Apa yang mereka lakukan kadang menurut kita tidak masuk akal. Misalnya walau hari hujan lebat tetapi demi janji dengan sang kekasih seorang pemuda rela kehujanan untuk berjumpa dengan kekasihnya. Suatu tindakan yang belum tentu dilakukannya terhadap saudaranya atau bahkan orang tuanya. Siapa pun pasti akan mengerti hal seperti itu kalau dia pernah merasakan kekuatan cinta kasih. Kekuatan kasih itu sungguh luar biasa dan itulah yang sesungguhnya dialami oleh setiap orang beriman. Tuhan Allah di dalam Kristus telah memilih untuk mencintai atau mengasihi manusia walaupun sesungguhnya manusia tidak layak untuk dicintai atau dikasihi.
Paulus memulai pasal ini dengan pernyataan "kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa." Pernyataan ini menegaskan bahwa setiap orang sebelum berada dalam Kristus, ia telah mati karena pelanggaran dan dosanya. Mati berarti berada di luar harkat diri sebagai manusia yang serupa dan segambar dengan Sang Khalik. Sebelum orang berada dalam iman kepada Kristus, ia hidup menurut keinginan-keinginan manusianya yang dikendalikan oleh nafsu dunia.
Berada di luar Kristus digambarkan oleh Paulus sebagai mati. Tidak mampu membawa diri dan kehidupannya ke arah yang baik dan menyenangkan. Berada di luar Kristus membuat setiap orang selalu mengarahkan dirinya kepada kehancuran diri sendiri. Menurut Paulus, kita semua sebenarnya ada dalam keadaan seperti itu. Mati karena dosa dan pelanggaran kita. Kita menjadi terpisah dari Allah. Keterpisahan dari Allah dapat membuat kita lama kelamaan tidak lagi kuatir terhadap akibat dosa dan pelanggaran kita; membuat kita tidak lagi merasa ngeri atau takut, bahkan makin menyenangi hal-hal yang semula kita anggap dosa dan pelanggaran. Kita senang dan suka melakukannya dengan pengetahuan dan kesadaran penuh. Akibatnya kita kehilangan tujuan dan arah hidup kita sebagaimana tujuan Tuhan menciptakan kita.
Allah menciptakan kita dengan tangan kasih-Nya. Dia menciptakan kita sehakekat atau serupa dan segambar dengan-Nya, yang dirasakan-Nya dalam hati, yang penuh kasih, dituangkan-Nya dengan dengan polesan tangan kasih-Nya ketika dia membentuk kita dari debu. Atau ketika kita dibentuk dalam rahim ibu, orang tua kita tidak mampu menentukan bagaimana kita dibentuk, tetapi yang pasti pertumbuhan kita di dalam rahim ada di dalam perhatian Kasih-Nya; di sana pun tangan kasih Allah membentuk kita. Mengapa? Karena Dia melalui hidup kita, dunia mengenal Dia yang mengasihi dunia. Melalui kehadiran kita, dunia mengenal cinta-kasih dan kehendak-Nya serta menerima semua yang baik yang diberikan Allah bagi dunia.
Hal ini hilang ketika dosa menyebabkan kita terpisah dari Allah. Kita kehilangan tujuan penciptaan-Nya atas kita dan kehilangan arah hidup kita. Namun kita bersyukur karena Allah, di dalam kasih-Nya yang luar biasa telah menjatuhkan pilihan hati-Nya untuk mengasihi kita kembali. Allah di dalam Yesus Kristus memilih kita untuk menjadi milik-Nya yang dipulihkan. Ia memilih kita, bukan karena kita pantas dan layak; bukan karena Ia menghargai apa yang kita buat setiap waktu. Dia memilih kita karena Ia mau. Ia ingin agar kita mengalami lagi kasih-Nya; memiliki lagi citra kita sebagai 'serupa dan segambar dengan_nya.' Itulah anugerah yang dilimpahkan Allah kepada kita. Di dalam Kristus, Allah melakukan karya besar yang sulit dimengerti oleh dunia dan manusia. Karya besar yang didasarkan pada kasih yang tidak terbandingkan, yang melampaui segala sesuatu dan sangat berlimpah. Kasih yang sangat lebar dan panjang, tinggi dan dalam, dan yang tidak terselami. (band. 3 : 18).
Demi pilihan kasih-Nya atas kita Ia rela mengambil rupa seorang hamba, lahir di kandang, dewasa dalam pengembaraan untuk berkarya walau tidak punya tempat untuk membaringkan kepala-Nya, lalu menderita dan mati di salip. Sebuah pilihan cinta kasih yang tidak dapat dan tidak mampu dilakukan oleh siapa pun dan tidak dapat ditiru oleh siap pun.Dan itulah yang telah dilakukan oleh Allah di dalam Kristus. Karena kasih-Nya, Allah di dalam Kristus telah dan selalu melakukan hal-hal yang sungguh indah dan berguna bagi kita. Kini sebagai wujud kasih kita atas anugerah yang telah memilih kita dan menguduskan kita untuk mengalami kebaikan-Nya maka mari kita pakai kehidupan kita untuk melakukan hal-hal yang baik, indah dan berguna bagi semua orang dan untuk kemuliaan Tuhan. S.H.R. SGD