Renungan Minggu, 02 Januari 2011
Bacaan Alkitab Ulangan 2 : 1 – 7
Sesungguhnya yang kita lihat pada kitab Ulangan adalah praktek ‘menceritakan ulang’ apa yang dialami Israel dalam perjalanan di padang gurun. Konteksnya adalah perpisahan. Musa mengantar umat Israel sampai ke tapal batas tanah perjanjian. Tetapi dia tidak diperbolehkan Tuhan untuk ikut masuk kedalam tamah perjanjian itu. Yosua akan memimpin bangsa itu menyeberang Yordan untuk menduduki tanah perjanjian.
Musa sangat berkepentingan untuk menuturkan kembali apa-apa yang terjadi karena beberapa alasan. Pertama, karena pengalaman dengan generasi Mesir, maksudnya generasi yang keluar dari Mesir. Praktis mereka adalah orang tua dari umat kepada siapa Musa bertutur. Generasi Mesir mengalami penindasan tetapi juga mengalami peristiwa-peristiwa dimana Tuhan melepaskan mereka dari Mesir, malahan dengan bencana dan kematian pada pihak Mesir. Kedua, karena selain Yosua dan Kaleb, maka yang dihadapi Musa adalah generasi padang gurun. Generasi ini mengalami peperangan-peperangan yang keseluruhannya hanya berupa penolakan terhadap mereka. Dan mereka harus menghadapi penolakan-penolakan ini dengan pengorbanan yang tidak kecil. Ketiga, Musa yakin akan rencana penyelamatan oleh Allah yang sedang dilakukan lewat Israel. Dia malah yakin bahwa setelah dia akan muncul seorang pemimpin umat yang menyelamatkan bukan hanya Israel, melainkan seluruh muka bumi. Keempat, Musa mengalami kesamaan antar generasi Mesir dan generasi padang gurun. Sama-sama keras kepala, sama-sama gampang membelok dari hukum Allah, sama-sama keras hati. Karena itu yang Musa lakukan adalah merefleksikan pengalaman bersama. Pengalaman iman bersama merupakan kenyataan yang tidak bisa dibantah oleh siapapun. Pengalaman iman bersama merupakan titik temu bagi mereka sekalian. Bagaimanapun keadaannya Israel tidak bisa menyangkal garis keturunan mereka. Pada garis keturunan itu ada ikatan-ikatan persaudaraan. Selama bergenerasi-generasi, ikatan ini tidak pernah terlihat, karena Israel di Mesir dan bani Esau diluar Mesir. Tapi Israel juga memelihara tuturan sejarah hubungan mereka dengan Esau. Bagaimana nenek moyang mereka Yakub menipu Esau. Dan bagaimana permusuhan laten antara bani Esau dengan bani Israel. Mereka sadar bahwa kalau diberikan kesempatan bani Esau akan mencelakakan mereka. Tapi berkat Tuhan memastikan bahwa Yakub menjadi tuan Esau. Jadi Israel juga bisa saja melakukan pemaksaan dan kekerasan terhadap bani Esau. Dalam hubungan inilah Tuhan berfirman lewat Musa agar Israel tidak boleh melakukan kekerasan terhadap bani Esau. Mereka akan melewati daerah Esau. Dan mereka tidak boleh mengambil sesuatu secara Cuma-Cuma dari bani Esau. Mereka harus membeli apa yang mereka butuhkan. Sebab Esau sendiri diberkati Tuhan, sekalipun bukan berkat utama seperti yang diberikan kepada Yakub, leluhur Israel. Ada peringatan khusus dengan kata ‘hati-hati’, untuk menunjukkan bahwa Tuhan Allah sendiri yang memasang tanda ‘awas’ itu. Melewatinya akan membawa bencana.
Kita memasuki hari kedua dalam tahun ini. Suatu perjalanan panjang baru saja kita mulai. Tetapi nyatanya kita tidak melakukan perjalanan kehidupan dalam suatu situasi yang bebas kesulitan. Banyak kesulitan akan menghadang. Tapi kita diutus kedalam dunia ini untuk menjadi bagian dari dunia ini. Dengan kata lain, kita tidak diutus untuk mendatangkan kerugian bagi sesama. Kita diutus untuk menghadirkan damai sejahtera bagi sesama. Sama seperti Israel berada di tanah Esau dan tidak boleh merugikan Bani Esau, demikian juga kita diutus kedalam masyarakat kita bukan untuk mendatangkan kerugian, melainkan untuk mendatangkan damai sejahtera.
Perilaku kehidupan yang mendatangkan damai sejahtera, itulah yang akan merupakan penilaian masyarakat atas kehadiran kita. Perilaku mendatangkan damai sejahtera itu juga yang menumbuhkan benih persaudaraan dan kebersamaan. Persaudaraan dan Kebersamaan itulah yang justru makin menipis di negeri ini, sebab setiap orang dan setiap kelompok ingin menang dan sejahtera sendiri sekalipun orang lain menjadi korban. Kekerasan, keterpurukan, kebodohan dan pembodohan semuanya berawal dari egoisme primordial yang mestinya menjadi sasaran perilaku pelayanan kita. Kalau ini kita lakukan dengan serius, maka kita akan menjadi alat Tuhan untuk memperbaiki negeri ini. Dan untuk maksud itulah sebetulnya Tuhan hadirkan kita sebagai umat-Nya, kini dan disini.------------------sTh.K-----------