1 Korintus 12;12-26
Saudara terkasih....
Realitas (kenyataan) serta Otoritas (kuasa) Ilahi yang memberikan pencerahan (hikmat dan pengetahuan) perihal makna kehidupan bagi semua makhluk ciptaan Tuhan melalui kisah penciptaan mula-mula sebagaimana yang dicatat dalam Kitab Kejadian, menyatakan bahwa Allah menghendaki "kepelbagaian". Bahwa "keragaman" atau "keberagaman" itu adalah dari Allah. Karena ia berasal dari Allah atau karena ia adalah juga bagian dari ordo penciptaan Allah-meski tidak langsung, namun terdapat di dalam keberadaan seluruh ciptaan Allah -, maka "kemajemukan" atau "pluralistik" atau "keragaman" itu adalah indah dan baik adanya. Sedangkan, karena kehidup[an yang "seragam" atau uniform atau cuma satu rupa/bentuk itu adalah bukan merupakan bagian dari ordo penciptaan Allah (bukan kehendak Allah), maka bila ia dipaksakan untuk secara mutlak dan terus-menerus diberlakukan dalam kehidupan ini, akan menimbulkan masalah kemanusiaan bahkan akan menimbulkan kejahatan kemanusiaan yang menyebabkan celaka, petaka dan bencana yang mengerikan. Sebutlah misalnya : kengerian dari bencana kemanusiaan yang dialami oleh kaum Yahudi dari rezim Nazi yang dipimpin Adolf Hitler sebelum perang duania ke dua; kengerian yang terjadi di 'ladang pembantaian' warga non komunis oleh rezim komunis Khemer Merah di Veitnam pada sekitar tahun 1970-an; kengerian akibat gnosida : pembersihan (dengan pembantaian) etnis Bosnia oleh penguasa Hersegovina; kengerian dari tindak kekerasan atas nama agama di negeri ini sebagaimana yang pernah terjadi di Ambon dan di Poso serta yang terjadi beberapa waktu lalu di Cikeusik (pembantaian terhadap umat Ahmadiah) dan di Temanggung : pengrusakan dan pembakaran Gereja. Inilah contoh-contoh daari kenyataan yang terjadi akibat pemaksaan kehendak dari apa yang Tuhan tidak kehendaki.
Selain dari pada beberapa catatan mengenai bencana kemanusiaan yaang mengerikan tersebut diatas, bila kecerdasan kita juga kita gunakan untuk menelaah catatan sejarah tentang kegagalan dua perang besar bermotif agama pada zaman dulu untuk tujuan "Kristenisasi" dan Islamisasi"' menunjukan bahwa, Tuhan tetap tidak berjkehendak umat ciptaan-Nya menggunakan kekerasan atas nama agamauntuk memaksakan kehendak guna terjadinya keberdaan hidup yang 'seragam'; bukan 'beragam' sebagaimana yang Tuhan mau. Akibatnya yang terjadi adalah bukan kedamaian dan kesejahteraan hidup melainkan kesusahan dan penderitaan yang tiada berujung, sampai peperangan demi pewujudan ambisi dan nafsu kedagingan yang berkedok petahuan pada perintah agama itu manusia hentikan.
Akan halnya "kepelbagaian" atau "keragaman" yang terjadi di Korintus akibat dorongan semangat dan kreatifitas untuk membangun dan meningkatkan pelayanan sehingga bermunculan kelompok-kelompok pelayanan di jemaat Korintus. Secara teologis dan secara sistematika (managemen-pelayanan) bagi Paulus merupakan hal yang sebenarnya dapat bermakna positif dan prospektif (menjanjikan); suatu dinamika berjemaat yang berpotensi dapat merubah kelemahan menjadi kekuatan dan tantangan menjadi peluang untuk mewujudkan kebersamaan yang berdaya-guna dan berhasil-guna menghadirkan shalom bagi pembangunan jemaat (pembangunan tubuh Kristus). Itulah sebabnya dalam bagian dari perikop bacaan kita Paulus menulis : "...Allah telah memberi kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya. Andaikata semuanya adalah satu anggota, di manakah tubuh? Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh... Supaya jangan terjadi perpecahan di dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan." (ayat 18-21, 25).
Perhatikan kalimat : "... Allah telah memberi kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya.." dalam nas bacaan kita. Dengan menganalogikan (mengibaratkan) kepelbagaian (keragaman) peran dan fungsi serta tanggung-jawab dalam berjemaat atau dalam menanggung-jawabi pelayanan dalam berjemaat bagaikan "anggota-anggota tubuh" yang Tuhan tempatkan pada tempat dan fungsinya masing-masing secara unik (secara khas/khusus) dalam keberadaannya yang berbeda tapi satu dalam semangat; "semua untuk satu" dan 'satu untuk semua". Seharusnya "kepelbagaian" tersebut adalah 'aset' atau 'modal' untuk dapat mewujudkan karya-karya yang besar yang menyukacitakan hati Tuhan dan hati sesama; namun karena "kepelbagaian" atau "keragaman" (perbedaan) itu lantas digunakan untuk tujuan persaingan yang tidak sehat serta digunakan untuk kepentingan diri dan kelompok sendiri maka yang mewujud adalah realitas (kenyataan) yang bertentangan dengan apa yang dikatakan di ayat 25 : supaya jangan terjadi perpecahan di dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.."
Yang terjadi di Korintus adalah ibarat masing-masing anggota tubuh saling menyombongkan diri dan melecehkan yang lain; yang satu merasa tidak memerlukan bantuan anggota tubuh yang lain; ibarat kaki bilang pada mata : aku tidak membutuhkan engkau. Maka selanjutnya yang terjadi adalah tubuh yang celaka dan lumpuh atau tubuh yang cacat/tubuh yang tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Itulah realitas Korintus dalam konteks penulisan surat 1 dan 2 Korintus; komunitas yang terpecah; komunitas yang kehilangan toleransi; komunitas kehilangan kerukunan; komunitas yang mengalami kematian solidaritas serta mengalami kematian kesatuan dan persatuan. Akibatnya, menjadi komunitas atau jemaat yang gagal; gagal menghadirkan diri menjadi rahmat bagi alam semesta. Buktinya, mereka adalah jemaat yang kaya dan mapan tapi tidak kunjung dapat mengumpulkan dana kemanusiaan atau bantuan diakonia bagi jemaat Yerusalem yang tengah dilanda bencana kelaparan yang dasyat. Mereka sebenarnya kaya dan banyak memiliki tokoh intelektual, tapi menjadi miskin dan tampak begitu lamban dan bodoh serta memalukan.
Pesan spiritual atau pesan etis-teologis dari nas bacaan kita adalah : (1) Sadarilah akan realitas "keragaman" atau realitas "kebhinekaan" yang ada dalam kehidupan berumah-tangga dan berjemaat kita lalu bersyukur dalam doa (ibadah ritual) maupun dalam kegiatan pelayanan yang konkret (ibadah aktual) untuk saling melengkapi, saling bertolong-tolongan, bergandengan trangan serta bahu-membahu demi mencapi visi dan misi pelayanan ber GPIB kita bersama, yakni hadir mewujudkan damai sejahtera Allah bagi seluruh ciptaan melalui praktik hidup sebagai gereja yang terus menerus diperbaharui. Kita hadir untuk memberlakukan kesetiakawanan-sosial serta kerukunan serta melalui kehadiran yang membangun keutuhan ciptaan dalam memberi perhatian terhadap lingkungan hidup, semangat keesaan dan semangat kesatuan dan persatuan. (2) Bawa dan berkelakuan pula pola serta semangat kehidupan "rupa-rupa karunia tapi satu Roh" itu ke ranah kehidupan sosial kemasyarakatan dengan turut berperan membangun dan memperkuat jejaring dialog lintas iman (dialog antar umat beragama) baik di tingkat sinodal, mupel maupun lokal jemaat oleh masing-masing Majelis Jemaat setempat baik berupa dialog dengan perkataan tapi utamanya dialog dalam program kegiatan kemasyarakatan yang konkret. (3) Berhentilah berbantah-bantahan dan hidup dalam perselisihan/ketidak-akuran; bangunlah dengan tulus dan jujur persekutuan jemaat Tuhan; karena hidup dalam perbantahan dan perselisihan/hidup dalam ketidak-aturan hanyalah akan mendatangkan celaka. Kita Amsal mengingatkan : "lebih baik sekerat roti disertai dengan ketentraman, dari pada makan daging serumah disertai dengan perbantahan. Orang yang serong hatinya akan jatuh kedalam celaka." (Amsal 17:1 dan 20). (4) Kelola dan manfaatkan semaksimal mungkin "kebhinekaan" atau "keragaman" yang Tuhan anugerahkan dalam kehidupan ini untuk mewujudkan "kesatuan" dan "kekompakan" serta "kerukunan". Karena jelas hukumnya : bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Hidup dalam "kerukunan" adalah hidup yang baik dan indah di mata Tuhan. Mengenai hal ini, dengan gamblang Alkitab kita katakan : "Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun .... sebab kesanalah TUHAN akan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selaman-lamanya." (mazmur 133). ++++E.R.R+++++SGD.
Saudara terkasih....
Realitas (kenyataan) serta Otoritas (kuasa) Ilahi yang memberikan pencerahan (hikmat dan pengetahuan) perihal makna kehidupan bagi semua makhluk ciptaan Tuhan melalui kisah penciptaan mula-mula sebagaimana yang dicatat dalam Kitab Kejadian, menyatakan bahwa Allah menghendaki "kepelbagaian". Bahwa "keragaman" atau "keberagaman" itu adalah dari Allah. Karena ia berasal dari Allah atau karena ia adalah juga bagian dari ordo penciptaan Allah-meski tidak langsung, namun terdapat di dalam keberadaan seluruh ciptaan Allah -, maka "kemajemukan" atau "pluralistik" atau "keragaman" itu adalah indah dan baik adanya. Sedangkan, karena kehidup[an yang "seragam" atau uniform atau cuma satu rupa/bentuk itu adalah bukan merupakan bagian dari ordo penciptaan Allah (bukan kehendak Allah), maka bila ia dipaksakan untuk secara mutlak dan terus-menerus diberlakukan dalam kehidupan ini, akan menimbulkan masalah kemanusiaan bahkan akan menimbulkan kejahatan kemanusiaan yang menyebabkan celaka, petaka dan bencana yang mengerikan. Sebutlah misalnya : kengerian dari bencana kemanusiaan yang dialami oleh kaum Yahudi dari rezim Nazi yang dipimpin Adolf Hitler sebelum perang duania ke dua; kengerian yang terjadi di 'ladang pembantaian' warga non komunis oleh rezim komunis Khemer Merah di Veitnam pada sekitar tahun 1970-an; kengerian akibat gnosida : pembersihan (dengan pembantaian) etnis Bosnia oleh penguasa Hersegovina; kengerian dari tindak kekerasan atas nama agama di negeri ini sebagaimana yang pernah terjadi di Ambon dan di Poso serta yang terjadi beberapa waktu lalu di Cikeusik (pembantaian terhadap umat Ahmadiah) dan di Temanggung : pengrusakan dan pembakaran Gereja. Inilah contoh-contoh daari kenyataan yang terjadi akibat pemaksaan kehendak dari apa yang Tuhan tidak kehendaki.
Selain dari pada beberapa catatan mengenai bencana kemanusiaan yaang mengerikan tersebut diatas, bila kecerdasan kita juga kita gunakan untuk menelaah catatan sejarah tentang kegagalan dua perang besar bermotif agama pada zaman dulu untuk tujuan "Kristenisasi" dan Islamisasi"' menunjukan bahwa, Tuhan tetap tidak berjkehendak umat ciptaan-Nya menggunakan kekerasan atas nama agamauntuk memaksakan kehendak guna terjadinya keberdaan hidup yang 'seragam'; bukan 'beragam' sebagaimana yang Tuhan mau. Akibatnya yang terjadi adalah bukan kedamaian dan kesejahteraan hidup melainkan kesusahan dan penderitaan yang tiada berujung, sampai peperangan demi pewujudan ambisi dan nafsu kedagingan yang berkedok petahuan pada perintah agama itu manusia hentikan.
Akan halnya "kepelbagaian" atau "keragaman" yang terjadi di Korintus akibat dorongan semangat dan kreatifitas untuk membangun dan meningkatkan pelayanan sehingga bermunculan kelompok-kelompok pelayanan di jemaat Korintus. Secara teologis dan secara sistematika (managemen-pelayanan) bagi Paulus merupakan hal yang sebenarnya dapat bermakna positif dan prospektif (menjanjikan); suatu dinamika berjemaat yang berpotensi dapat merubah kelemahan menjadi kekuatan dan tantangan menjadi peluang untuk mewujudkan kebersamaan yang berdaya-guna dan berhasil-guna menghadirkan shalom bagi pembangunan jemaat (pembangunan tubuh Kristus). Itulah sebabnya dalam bagian dari perikop bacaan kita Paulus menulis : "...Allah telah memberi kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya. Andaikata semuanya adalah satu anggota, di manakah tubuh? Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh... Supaya jangan terjadi perpecahan di dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan." (ayat 18-21, 25).
Perhatikan kalimat : "... Allah telah memberi kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya.." dalam nas bacaan kita. Dengan menganalogikan (mengibaratkan) kepelbagaian (keragaman) peran dan fungsi serta tanggung-jawab dalam berjemaat atau dalam menanggung-jawabi pelayanan dalam berjemaat bagaikan "anggota-anggota tubuh" yang Tuhan tempatkan pada tempat dan fungsinya masing-masing secara unik (secara khas/khusus) dalam keberadaannya yang berbeda tapi satu dalam semangat; "semua untuk satu" dan 'satu untuk semua". Seharusnya "kepelbagaian" tersebut adalah 'aset' atau 'modal' untuk dapat mewujudkan karya-karya yang besar yang menyukacitakan hati Tuhan dan hati sesama; namun karena "kepelbagaian" atau "keragaman" (perbedaan) itu lantas digunakan untuk tujuan persaingan yang tidak sehat serta digunakan untuk kepentingan diri dan kelompok sendiri maka yang mewujud adalah realitas (kenyataan) yang bertentangan dengan apa yang dikatakan di ayat 25 : supaya jangan terjadi perpecahan di dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.."
Yang terjadi di Korintus adalah ibarat masing-masing anggota tubuh saling menyombongkan diri dan melecehkan yang lain; yang satu merasa tidak memerlukan bantuan anggota tubuh yang lain; ibarat kaki bilang pada mata : aku tidak membutuhkan engkau. Maka selanjutnya yang terjadi adalah tubuh yang celaka dan lumpuh atau tubuh yang cacat/tubuh yang tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Itulah realitas Korintus dalam konteks penulisan surat 1 dan 2 Korintus; komunitas yang terpecah; komunitas yang kehilangan toleransi; komunitas kehilangan kerukunan; komunitas yang mengalami kematian solidaritas serta mengalami kematian kesatuan dan persatuan. Akibatnya, menjadi komunitas atau jemaat yang gagal; gagal menghadirkan diri menjadi rahmat bagi alam semesta. Buktinya, mereka adalah jemaat yang kaya dan mapan tapi tidak kunjung dapat mengumpulkan dana kemanusiaan atau bantuan diakonia bagi jemaat Yerusalem yang tengah dilanda bencana kelaparan yang dasyat. Mereka sebenarnya kaya dan banyak memiliki tokoh intelektual, tapi menjadi miskin dan tampak begitu lamban dan bodoh serta memalukan.
Pesan spiritual atau pesan etis-teologis dari nas bacaan kita adalah : (1) Sadarilah akan realitas "keragaman" atau realitas "kebhinekaan" yang ada dalam kehidupan berumah-tangga dan berjemaat kita lalu bersyukur dalam doa (ibadah ritual) maupun dalam kegiatan pelayanan yang konkret (ibadah aktual) untuk saling melengkapi, saling bertolong-tolongan, bergandengan trangan serta bahu-membahu demi mencapi visi dan misi pelayanan ber GPIB kita bersama, yakni hadir mewujudkan damai sejahtera Allah bagi seluruh ciptaan melalui praktik hidup sebagai gereja yang terus menerus diperbaharui. Kita hadir untuk memberlakukan kesetiakawanan-sosial serta kerukunan serta melalui kehadiran yang membangun keutuhan ciptaan dalam memberi perhatian terhadap lingkungan hidup, semangat keesaan dan semangat kesatuan dan persatuan. (2) Bawa dan berkelakuan pula pola serta semangat kehidupan "rupa-rupa karunia tapi satu Roh" itu ke ranah kehidupan sosial kemasyarakatan dengan turut berperan membangun dan memperkuat jejaring dialog lintas iman (dialog antar umat beragama) baik di tingkat sinodal, mupel maupun lokal jemaat oleh masing-masing Majelis Jemaat setempat baik berupa dialog dengan perkataan tapi utamanya dialog dalam program kegiatan kemasyarakatan yang konkret. (3) Berhentilah berbantah-bantahan dan hidup dalam perselisihan/ketidak-akuran; bangunlah dengan tulus dan jujur persekutuan jemaat Tuhan; karena hidup dalam perbantahan dan perselisihan/hidup dalam ketidak-aturan hanyalah akan mendatangkan celaka. Kita Amsal mengingatkan : "lebih baik sekerat roti disertai dengan ketentraman, dari pada makan daging serumah disertai dengan perbantahan. Orang yang serong hatinya akan jatuh kedalam celaka." (Amsal 17:1 dan 20). (4) Kelola dan manfaatkan semaksimal mungkin "kebhinekaan" atau "keragaman" yang Tuhan anugerahkan dalam kehidupan ini untuk mewujudkan "kesatuan" dan "kekompakan" serta "kerukunan". Karena jelas hukumnya : bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Hidup dalam "kerukunan" adalah hidup yang baik dan indah di mata Tuhan. Mengenai hal ini, dengan gamblang Alkitab kita katakan : "Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun .... sebab kesanalah TUHAN akan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selaman-lamanya." (mazmur 133). ++++E.R.R+++++SGD.