Minggu
V sesudah Efifania
Bacaan Lukas 11:1-13)
Pengantar
Berbeda
dengan Injil Matius, Lukas mencatat bahwa ajaran Yesus tentang hal berdoa
disampaikan ketika dalam perjalanan. Yesus berhenti di suatu tempat untuk
berdoa. Dari permintaan seorang murid Yesus ini, kita mendapat gambaran bahwa
murid ini minta diajari berdoa karena ia melihat Yesus berdoa. Pada saat iut
ada pemahaman yang berkembang, bahwa seorang guru umumnya akan mengajarkan
muridnya berdoa, karena itulah murid tersebut menjadikan Yohanes sebagai acuan.
Yesus tidak keberatan memenuhi permintaan murid-Nya itu. Bahkan, dalam doa yang
diajarkan Yesus, kita diajak memasuki suatu pemahaman yang kaya mengenai
Kerajaan Allah.
Pemahaman
Teks
Ayat
2. Sapaan ‘Bapa’ menjadi hal yang ‘mengangkat status’ pendengar (=murid-murid
Yesus pada waktu itu) mengingat bahwa mereka adalah kelompok yang sedang
dicari-cari kesalahannya (=’dikritisi’) oleh para pemuka agama pada waktu itu
(Lukas 5:21, 30). Sebagai manusia pada umumnya, sikap para pemuka agama itu
dapat saja membuat murid-murid Yesus meragukan ‘status’ mereka di hadapan
Allah. Itulah mengapa, ketika Yesus mengajarkan mereka untuk menyapa Allah dengan
sebutan ‘Bapa” dalam doa. Mereka seperti disadarkan bahwa mereka tetap dianggap
‘anak’ oleh Tuhan, Allah yang mereka sembah. Sehubungan dengan hal itu,
ungkapan “dikuduskanlah nama-Mu” menunjukkan bahwa sekalipun mereka ‘boleh’
memanggil Tuhan sebagai ‘Bapa’ namun sapaan itu tidak mengurangi wibawa Allah
di hadapan umat-Nya. Umat yang adalah anak-anak Allah tetap harus mengutamakan
kekudusan nama TUHAN.
Orang
pada umumnya berpikir bahwa hal Kerajaan Allah adalah sesuatu yang ilahi, yang
akan ‘didatangi’ setelah kematian namun Yesus menghadirkan Kerajaan Allah
justru pada saat mereka masih hidup. Dampak psikologis dari ungkapan ini adalah
murid-murid dibawa kepada ‘nuansa’ yang lain yaitu ilahi ketika berdoa.
Ayat
3. Umumnya orang berdoa karena ingin untuk meminta sesuatu. Yesus tidak
menyalahi maksud itu. Kita boleh meminta, tetapi sebatas pada apa yang kita
butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Itu artinya dalam jumlah yang cukup,
tidak kurang supaya kita tidak mengeluh tetapi tidak juga berlebihan supaya
tidak pongah.
Ayat
4. Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk minta ampun. Secara tidak langsung,
Yesus memberi gambaran hubungan yang penuh pengampunan dengan Tuhan haruslah
juga sejalan dengan hubungan kita dengan orang lain. Dalam doa, kita dapat
menjalin hubungan yang akrab dengan Tuhan dan hubungan yang sama pun harus
terjalin dengan sesama.
Ayat
5-13. Yesus sedang meyakinkan murid-murid-Nya tentang bagaimana doa yang
diajarkan-Nya itu pasti ‘dikabulkan’ oleh Allah.
Ayat
5-10. Hal pengabulan doa: Yesus mengibaratkan orang yang didatangi sahabatnya
untuk meminta roti, orang itu akan memberikannya karena ia tidak mau malu terhadap sahabatnya itu. Begitu juga
Allah terhadap orang yang meminta kepada-Nya. Mekanismenya sangat wajar : bahwa
orang yang meminta pasti akan menerima.
Ayat
11-13. Yesus mengibaratkan seorang ayah hanya memberikan yang baik kepada
anak-anak. Sedangkan Allah lebih dari tiu. Roh Kudus, pemberian Allah dapat
dikatakan sebagai ‘pemberian serba guna’ bagi kita anak-anak-Nya.
Renungan
dan Penerapan
Wajar
jika kita baru mau melakukan sesuatu setelah diberi jaminan bahwa apa yang kita
lakukan itu akan membawa hasil yang memuaskan atau yang menguntungkan. Demikian
juga dengan berdoa. Banyak orang baru mau berdoa ketika dalam keadaan terdesak
atau punya keinginan tertentu. Berdoa menjadi pelihan terakhir setelah kita
kehabisan ide untuk berusaha. Bacaan ini membawa kita kepada sisi doa yang
lain, bahwa doa bukan sekadar tentang ‘meminta’ melainkan:
1. Dalam
nuansa doa, diperbolehkannya kita memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’ bukan
sekadar untuk ‘menaikkan status’
dari manusia berdosa menjadi anak Allah melainkan memperkenalkan kita
kepada cara Allah memperlakukan kata yaitu bagaikan bapa kepada anaknya. Pemahaman
ini akanmenjadi hal yang sangat menguatkan bagi kita yang sehari-hari
seringkali dipersalahkan orang, semua yang kita lakukan tidak benar, selalu
salah di mata orang dan akhirnya menjadi bahan bulan-bulanan. Kita yang
mengalami hal itu seringkali menjadi pribadi yang randah diri, tidak percaya
diri bahkan sulit menerima kebaikan orang lain. Kita bahkan menjadi cepat
curiga terhadap perlakuan orang yang baik sekalipun. Kepada kita yang demikian,
Yesus menyampaikan bahwa ada Allah yang ‘ mengangkat’ kita sebagai anak-Nya. Dalam
kekudusan-Nya dan demi pembenaran dalam Kristus, Allah tidak mempersalahkan
kita karena itu datanglah kepada-Nya dalam doa. Hanya doalah kita dapat berdiri
sebagaimana adanya di hadapan Allah.
2. Kita
diarahkan untuk merasakan bahwa kita ini sudah atau sedang berada di dalam
Kerajaan Allah. Bagi kita yang percaya, dunia tempat kita sehari-hari adalah Kerajaan Allah. Jika demikian maka kita seharusnya hidup
berkecukupan dalam hal jasmani dan berkelimpahan dalam hal rohani. Inilah yang
membuat kita tidak perlu meminta yang berkelebihan dalam Kita diarahkan untuk merasakan bahwa
kita ini sudah atau sedang berada di dalam Kerajaan Allah. Bagi kita yang
percaya, dunia tempat kita sehari-hari
adalah Kerajaan Allah. Jika demikian
maka kita seharusnya hidup berkecukupan dalam hal jasmani dan berkelimpahan
dalam hal rohani. Inilah yang membuat kita tidak perlu meminta yang
berkelebihan kepada Bapa melainkan mulai
berpikir bahwa didalam Kerajaan Allah yang seharusnya terjadi adalah apa yang
dikehendaki Allah bukan apa yang kita minta atau inginkan. Dalam hidup, kita
mengalami banyak hal yang mengilhami kita untuk meminta hal itu kepada Tuhan tetapi
dalam doa yang diajrkan Yesus, mari mulai meyakinkan diri bahwa semua yang kita
butuh untuk menghadapi hidup sudah Tuhan sediakan tinggal kita bertaruh iman
dengan selalu mengucapkan : “jadilah kehendak-MU...”
3. Menyadari
diri sebagai pendosa yang memerlukan pengampunan, kita sering meminta
pengampunan kepada Allah namun pelit
dalam memberi ampunan kepada sesama. Secara sederha, Yesus mengajarkan
kita bahwa hubungan yang penuh ampun
dari Bapa seharusnya terjadi juga antara kita dengan orang lain. Kita mendambakan
suasana yang penuh kasih, penuh maklum, penuh pengertian dan akhirnya
ampunan ketika berhubungan dengan
Bapa lewat doa. Oleh karena itu ciptakanlah
suasana yang sama ketika kita berhubungan dengan orang lain.
4. Meyakinkan
adanya jawaban terhadap permohonan kita bahwa Allah akan memberi yang terbaik bagi
anak yang meminta kepada-Nya. Namun ada kalanya tidak semua doa dijawab Tuhan
sesuai permintaan atau harapan kita. Pertanyaannya : salah di mana? Umumnya,
kesalahan terletak pada pemahaman kita tentang doa. Berdoa yang kita
pahami adalah tindakan yang untuk
meminta dan mendapatkan padahal dalam bacaan ini, Yesus mengajak kita terlebih dahulu masuk ke dalam hubungan
Bapa-anak, baru setelah itu kita akan mengetahui bagaimana sebenarnya cara
pertimbangan sebenarnya cara atau pertimbangan Tuhan dalam menjawab doa. SGD&SGD 2016,CTvM/SGRS
Tidak ada komentar :
Posting Komentar