Bacaan Amsal 11 : 1 – 6
Kitab Amsal merupakan suatu kumpulan ajaran tentang cara hidup yang baik. Ajaran-ajaran itu diungkapkan dalam bentuk petuah, peribahasa dan pepatah. Kebanyakan diantaranya menyangkut persoalan-persoalan yang timbul dalam hidup sehari-hari. Selain tentang cara-cara hidup yang baik, kitab ini mengajar orang untuk memakai pikiran sehat dan bersikap santun. Melalui peribahasanya, kita dapat melihat betapa dalamnya pengetahuan guru-guru Israel zaman dahulu mengenai sikap dan tindakan orang bijaksana dalam keadaan-keadaan tertentu. Petuah-petuah itu menyangkut berbagai bidang, termasuk hubungan dalam keluarga, urusan dagang, sopan santun dalam pergaulan, perlunya menguasai diri dsb.
Memahami isi kitab Amsal berbeda dengan memahami kitab-kitab lain yang berisi cerita, sejarah atau surat-surat rasul sebab pengertian tiap kalimatnya ”terlepas” satu dengan yang lain. Bila di awal kalimat dimulai dengan pernyataan negatif maka pada bagian berikutnya pernyataan positif, atau sebaliknya. Untuk itu kita perlu melihat dan membahasnya ayat per ayat dengan pengertiannya masing-masing.
”Neraca serong adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi IA berkenan akan batu timbangan yang tepat.” (ayat 1)
Bahwa dalam melakukan kegiatan hidupnya, manusia tidak pernah luput dari pandangan Allah. Oleh karena itu apa pun yang dilakukannya, tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, apalagi diwarnai kecurangan. Agar cepat kaya, ada sekelompok orang yang nekad berbuat jahat dan merugikan orang lain. Hal itu merupakan ”kekejian” bukan hanya bagi manusia tetapi terlebih lagi bagi TUHAN. Ia tidak akan membiarkan hal itu terus menerus berlangsung. Pada waktu-Nya, Tuhan akan bertindak sehingga segala kebusukan dan kejahatan manusia yang tersembunyi akan terbongkar. Tuhan ingin manusia selalu hidup dalam kejujuran demi mencapai kesejahteraan, walaupun untuk itu diperlukan waktu yang panjang dan sarat dengan tantangan.
”Jikalau keangkuhan tiba, tiba juga cemooh, tetapi hikmat ada pada orang yang rendah hati.” (ayat 2)
Dalam kehidupan sehari-hari, bila ada orang yang bersikap sombong, pasti ada orang lain yang akan mencemooh orang yang sombong tersebut. Inilah reaksi normal manusia. Semua manusia pada dasarnya ingin dihargai, bukan direndahkan. Sedangkan orang yang sombong justru ingin meninggikan dirinya ia justru yang mendapat cemoohan. Sebaliknya, orang yang rendah hati biasanya disukai sebab ia mampu menghargai orang lain dan tidak suka meninggikan dirinya. Oleh karenanya ia akan dihargai dan disegani oleh siapa pun juga.
”Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya.” (ayat 3)
Kejujuran biasanya berjalan seiring dengan ketulusan. Sebab perkataan dan sikap jujur biasanya lahir dari hati yang tulus. Sebaliknya, orang yang hatinya tidak tulus , biasanya sulit untuk berkata dan bersikap jujur. Orang seperti ini pada umumnya suka berlaku curang dan selalu ingin mencari keuntungan bagi diri sendiri, karena itu menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan, bahkan menjadi seorang pengkhianat pun ia rela.
Sebaliknya, orang yang berhati tulus dan jujur tidak akan sanggup berkhianat demi apa pun. Karena hal itu sangat bertentangan dengan hati nuraninya sendiri dan tentu akan menyiksa dirinya.
”Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut.” (ayat 4)
Pemahaman ini sangat khas Yahudi, bahwa manusia diselamatkan oleh amal baktinya semasa hidup. Perlu diingat bahwa kitab Amsal memang ditulis pada zaman perjanjian lama, jauh sebelum Kristus. Ungkapan ”Pada hari kemurkaan” menunjukkan pada malapetaka yang datang tiba-tiba, atau hari ajal, atau ”hari Tuhan” yang sering dikatakan para nabi. Pada waktu itu, yang akan menolong adalah ’kebenaran’ bukan kekayaan. Bagi orang Kristen, keselamatan kita terima hanya di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus dan oleh sebab itu kita juga dipanggil untuk berlaku dan hidup dalam kebenaranNya setiap saat.
”Jalan orang saleh diratakan oleh kebenarannya, tetapi orang fasik jatuh karena kefasikannya.” (ayat 5 )
Sebutan ’orang saleh’ dalam hal ini berarti orang yang tidak bersalah, bersih, jujur dan berhati tulus tentunya. Berkaitan dengan ayat 3, karena perkataan dan sikapnya yang jujur, seseorang akan disenangi oleh siapa pun dan jika ia bepergian, banyak orang yang akan menolong. Sebaliknya, bila seorang ’fasik’ atau jahat maka ia selalu membuat hal-hal yang menjengkelkan orang lain dan karena justru banyak yang akan merintangi jalannya.
”Orang yang jujur dilepaskan oleh kebenarannya, tetapi pengkhianat tertangkap oleh nafsunya.” (ayat 6)
Orang yang selalu berusaha berkata dan bertindak jujur walaupun menghadapi orang-orang jahat di dunia ini, akan selalu mendapat jalan keluar karena pertolongan Tuhan. Tetapi lain halnya dengan para ’Pengkhianat’ yang selalu terjerat oleh berbagai keinginannya yang jahat dan pada akhirnya melilit dan mencelakakan dirinya sendiri. Dalam Hosea 8:7 tertulis, ”siapa menabur angin, ia akan menuai puting beliung”. Itu berarti setiap orang yang dengan sadar melakukan hal-hal yang jahat, akan menuai hasil yang menyakitkan bagi dirinya sendiri.
Sebagai kesimpulan dari semua pengajaran ini, Amsal mengingatkan kita selaku umat Tuhan di mana pun dan dalam keadaan apa pun, hendaknya kita tetap menjunjung tinggi ”kebenaran Tuhan”. Jagalah diri kita untuk tetap hidup dalam ketulusan dan kejujuran. Dengan menjalani hidup yang demikian, pertolongan dan kehadiran Tuhan akan selalu kita alami. Kita pun akan membawa damai sejahtera dan sukacita serta menjadi berkat bagi sesama. Selamat berjuang dan praktekkanlah pengajaran yang indah ini daloam kehidupanmu, setiap kata-kata.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar