”MEMULIAKAN TUHAN DENGAN HARTA”

Bacaan : Amsal 3 : 9 – 10
PENGANTAR
Salah satu yang disoroti oleh kitab Amsal adalah bahwa orang harus berhikmat agar dapat mengelola hartanya dengan benar, sebab tanpa hikmat harta hanya akan menimbulkan masalah. Tuhan tidak pernah melarang kita untuk memiliki harta benda dan kekayaan karena itu juga adalah karunia Tuhan. Kita tidak disuruh menjauhkan harta benda. Sebaliknya, kita diajak untuk mengelolanya dengan benar sehingga bisa menjadi berkat, baik bagi hidup kita sendiri, bagi orang lain dan bagi pekerjaan Tuhan. Kalau nas ini mengajak kita untuk memuliakan Tuhan dengan harta maka yang dimuliakan bukan hartanya, tetapi Tuhan, sang Pemberi. Hal ini melegakan sekaligus menegangkan. Melegakan oleh karena di satu sisi berarti hartabenda juga berharga di mata Tuhan, bukan hanya doa, iman, kesalehan, perbuatan baik, dan hal-hal terpuji lainnya. Di sisi lain yang menegangkan adalah karena biasanya apa yang sudah 'masuk' susah untuk 'keluar' lagi.

TELAAH PERIKOP
Sejak zaman nenek moyang Israel, umat diajarkan untuk mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, baik hasil bumi, hewan, bahkan persepuluhan. Itu bukan karena Tuhan ingin meminta kembali apa yang sudah Ia berikan, tapi karena dua alasan. Pertama, karena di dalam berkat yang diterima ada hak Tuhan yang harus disisihkan dan dikhususkan dari situ. Kedua, agar umat tahu bersyukur atas pemeliharaan Tuhan. Setiap pemberian harus dilandasi rasa syukur, ini yang penting. Kalau begitu memuliakan Tuhan dengan harta adalah sebuah tindakan iman, dan karena itu bila dikatakan bahwa "lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah" harus diimani juga sebagai janji Tuhan yang pasti. Masalahnya sekarang, kita suka kuatir dalam memberi kepada Tuhan. Padahal kalau kita mau jujur, ada banyak pengeluaran kita dalam sebulan yang tidak ada 'budget'nya seperti makan di restoran, mentraktir orang, beli ini dan itu, ikut arisan sana-sini, tapi itu tidak jadi soal bagi kita. Mengapa kita mesti berhitung ketika memberi persembahan, apalagi memberi persepuluhan dengan jujur? Mengapa kita tidak berani membuktikan kebenaran janji Tuhan itu? Memang ini soal iman dan kalau mau bertumbuh dalam iman kita harus segera memperbaiki pemahaman kita tentang memberi. Jangan kita merekayasa ayat ini dengan menganggap memuliakan Tuhan cukup dengan mulut yang memuji, hati yang besyukur, atau rajin berbuat baik. Itu saja! Kalau mesti memberi sesuai berkat yang diterima, "sekedarnya saja!" Bukan karena kita tidak mampu, tapi karena tidak mau. Lama-lama orang tanpa sadar lebih cenderung memuliakan harta daripada Tuhan!
Bagi kita harus jelas, memuliakan Tuhan tidak hanya soal hati dan mulut, atau dengan menolong sesama, tapi juga mempersembahkan sebagian harta kita untuk pekerjaan pelayanan Gereja. Sasarannya ialah melalui persembahan, baik persembahan dalam ibadah, persembahan persepuluhan maupun semua jenis persembahan syukur yang kemudian dikelola oleh Gereja untuk pelayanan dan kesaksian. Bukan kepada individu atau yayasan sosial, bukan pula kepada orang miskin dan para hamba Tuhan karena itu soal lain. Kalau sekarang GPIB menerapkan persembahan persepuluhan bagi warganya, maka berikanlah dengan taat dan tidak usah takut. Ini sekaligus menjadi tantangan iman, apakah kita mau taat atau terus berhitung. Mereka yang dengan setia sudah melakukannya sejak dulu dapat membuktikan kebenaran janji Tuhan ini. Apakah orang yang taat memberi persepuluhan - berapa pun jumlahnya - akan dibiarkan menjadi miskin? Tidak pernah! Kita harus jujur dalam hal ini.
SGU, Minggu, 04 September 2011 

Tidak ada komentar :

DOA; sangat besar kuasanya

YESUS MEMBUATMU BERHARGA