Pengantar
Inti penghayatan kita tentang ibadah adalah bagaimana pemahaman kita tentang Allah dan manusia. Keberadaan, sifat dan karya Allah di satu pihak serta keberadaan manusia di pihak lainnya, maka hubungan ke dua-duanya adalah dasar teologis mengapa manusia harus beribadah, berbakti dan menyembah Allah. Tegasnya, karena siapa dan apa yang Allah kerjakan serta siapa manusia di hadapan Allah, maka Allah layak disembah dan manusia berkehormatan memiliki panggilan untuk menyembah Allah.
Namun dalam konteks bergereja saat ini, terjadi krisis dalam memaknai ibadah-ibadah kristen (Ibadah persekutuan orang percaya) karena ini hanya dilihat dari segi praktisnya. Misalnya …. Ibadah di gereja saya suasananya kering, kaku, lagu-lagunya dan tata ibadahnya tidak menarik. Tidak seperti dipersekutuan anu, dalam ibadah tersebut khotbahnya menyangkut masalah praktis sehari-hari, nyanyian-nyanyiannya dalam ibadah menggetarkan hati, lagu-lagunya enak, bagus dan pas dengan selera masa kini. Suasananya akrab, hangat dan hidup sehingga membuat betah. Ibadah dan liturgi gerejanya yang dulu disatu pihak dianggap konsep tradisional yang usang dan tidak dinamis, sedangkan dalam persekutuannya sekarang ini memberi ruang pada penyembahan dan banyak menekankan manifestasi pekerjaan Roh dan penyembahan yang disemarakan oleh kebebasan mengungkapkan diri lebih penuh dalam menyembah Allah. Disini dapat dilihat bahwa warga jemaat mempunyai suatu kebutuhan dalam ibadah tersebut, mereka mungkin tidak dapat merumuskannya, tetapi mereka merasakannya dan kebutuhan itu menurut mereka hal itu tidak terpenuhi dalam ibadah-ibadah GPIB.
Kekeliruan pada contoh tadi seolah-olah yang menjadi masalah adalah esensi dari ibadah tersebut, atau mungkin usaha penghayatan tentang ibadah persekutuan orang percaya dijatuhkan ke titik yang salah. Untuk itu kita perlu memahami lebih dalam apa sebenarnya makna ibadah persekutuan orang percaya serta unsur-unsurnya dalam ibadah dan bagaimana hal itu dihayati dalam kehidupan bergereja.
Apa Pengertian Ibadah ?
Kosa kata ibadah dalam Alkitab sangat luas, tapi konsep asasinya baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru ialah “pelayanan” (kata ibrani Ayodal/Abodah, karya, buah karya) dan Yunani Latreia, leitourgia yang pada mulanya menyatakan pekerjaan budak/hamba upahan dalam rangka mempersembahkan “ibadah” ini para budak meniarap, sebagai ungkapan rasa takut penuh hormat, kekaguman dan ketakjupan penuh puja. Kemudian diberi arti khas dalam pelayanan para abdi Ibadah (Imam) sehingga ibadah dipakai sebagai perintah Allah dan oleh karenanya menjadi “pelayan suci” umat untuk merayakan pemujaan kepada Tuhan (Keluaran 20:1-11). Dalam Perjanjian Lama ada beberapa contoh ibadah pribadi ( Kej. 24:26; Kel. 33:9-34:8) tetapi tekanannya adalah pada ibadah dalam jemaat (Mazmur 42:4; 1Tawarikh 29:20) dan ibadah terikat pada waktu-waktu yang telah ditentukan . dalam tradisi Israel, Ibadah itu adalah konsep penyembahan, Yakni :
1). Menyembah sebagai hamba dan yang disembah itu adalah Allah.
2). Manusia datang sebagai hamba, mambawa syukur/korban dan mendengar Sabda serta Titah-titahNya.
3). Setelah dari ritus itu manusia membawa kembali hasil perjalanan iman, dia datang lagi kepada Tuhan, begitu seterusnya. Jadi ibadah itu merupakan 2 medan, bolak-balik. Umat datang kepada Tuha, datang lagi kepada Tuhan begitu seterusnya.
Dalam Perjanjian Baru kembali muncul ibadah di Bait Suci dan Sinagoge. Kristus mengambil bagian dalam keduanya. Meskipun Yesus Kristus tidak menolak ibadah yang tradisional, namun Ia taruh diriNYa di atas dan Ia melawan hukum-hukum ritual. Artinya selama hukum-hukum dan aturan-aturan dalam ibadah itu hanya secara formalitas ritual belaka tanpa memperhatikan hukum kasih diatas kebiasaan Sabat dan kebiasaan korban (Matius 5:23-24; 12:7-8; Markus 7:1-13). Yesus memberitahukan terlebih dahulu perihal kehancuran bait Allah dan dengannya juga akhir dari Ibadah yang biasa secara ritual mereka jalankan (Markus 13:2) dengan korban kematianNya , Yesus menempatkan diri selaku pengganti bahan korban imam (ibrani 10:19-21). Oleh karena itu penyataan dan penebusan Allah dalam Yesus Kristus dan respon iman kita sebagai akibat pembaharuannya adalah titik tolak mengapa kita mampu merespons panggilanNya untuk beribadah dan layak menyembah. Jadi ibadah dapat didefinisikan :
“suatu panggilan perayaan dramatis terhadap Allah dalam kelayakan diriNya (istilah worship, dari kata worth dan ship yang menekankan kelayakan Allah sebagai pusat) dan kekayaan kasih karuniaNya yang bertindak memberikan hidupNya melalui pengorbanan Yesus Kristus untuk manusia, sehingga manusia layak ambil bagian dalam hidupnya itu melalui ibadah”
Ibadah adalah kegiatan semua agama, namun pemahaman tentang ibadah bagi gereja berbeda dengan yang lain. Bagi gereja, ibadah adalah pertemuan umat untuk merayakan kemenangan Kristus yang menyelamatkan manusia. Ibadah adalah ungkapan syukur karena keselamatan di dalam Yesus Kristus. Ketika umat berkumpul untuk memenuhi panggilanNya, maka Tuhan berkenan hadir. Kekudusan ibadah itu karena Tuhan hadir dan karena Tuhan hadir, maka ibadah itu menjadi pertemuan umat dengan Tuhan dan kekudusan ibadah itu terjadi karena Allah hadir. Hal ini menjadi sumber inspirasi bagi seluruh umat manusia, sehingga kehidupannya sendiri adalah suatu liturgi bagiNya.
Sikap dasar orang percaya terhadap Ibadah
Dalam suatu ibadah, terjadi pertemuan antara Allah dengan manusia dan yang mengundang kita untuk beribadah adalah Allah sendiri. Allahlah yang memungkinkan terjadinya pertemuan itu. Ekspresi hubungan antara Allah dengan manusia dapat terjadi dalam bentuk pribadi, bersama-sama dan dalam sikap hidup yang kita jalani sehari-harinya. Ke tiga hal ini merupakan satu kesatuan dan saling mempengaruhi, semuanya bertujuan satu, memuliakan Allah.
Lebih jelasnya ada banyak orang yang memperoleh keberanian dan kekuatan dalam pertemuan pribadi dengan Allah. Dan ini berhubungan dengan sikap yang harus mereka ambil dalam hidup sehari-hari di dunia. Sebaliknya pergumulan seseorang sehari-hari di dunia ini dapat dibawanya dalam pertemuan pribadi dengan Allah. Kalau tiap orang melakukan ibadah pribadi, maka hal ini akan mempengaruhi kualitas ibadah bersama.
Mengingat ibadah adalah ekspresi hubungan kasih antara Allah dan umatNya, maka kita perlu menyiapkan diri menerima tanggungjawab kita dengan sikap yang baik dan benar, sehingga paling tidak ada sikap dasar yang perlu kita miliki terhadap ibadah tersebut, antara lain :
Ibadah disadari sebagai suatu dialog
Adanya dialog antara Allah yang Mahakuasa, Raja di atas segala raja yang mau datang menyapa manusia melalui kasihNya yang agung bahwa Ia telah berbicara kepada kita melalui Yesus Kristus (Ibrani 1:2 maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta ) Ia terbuka menerima kita yang datang beribadah kepadaNya (Yohanes 4:23). Dialog itu terasa ketika kita melaksanakan ibadah pribadi (berdoa, memuji Tuhan, membaca Alkitab dan doa permohonan untuk pergumulan-pergumulan pribadi). Dalam ibadah bersama hal itu terekspresi dari awal ibadah sampai pengutusan dan berkat (Lihat Tata Ibadah GPIB).
Perlu disadari bahwa inti dari ibadah adalah Allah, bukan manusia. Dalam ibadah, gereja merayakan siapa Allah dan apa yang telah Dia buat bagi umatNya, umat merespons itu sambil memperbaharui komitmen kepada perjanjian untuk hidup bagi kemuliaanNya. Ibadah adalah suatu mujizat sebab saat itu tabir pemisah waktu dan ruang antara Allah dan manusia tersibak (Markus 15:38; Ibrani 10:19-22) dan kita dimungkinkan berdialog, berada dalam suasana kekal melalui kehadiran RohNya, menyembah Allah didalam roh dan kebenaran (Yohanes 4:24 Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran ) berarti menyembah Dia dalam keberadaan kita terdalam yang telah dibenarkanNya. Sehingga tidak dapat disangkal bahwa saat memuji Tuhan dan berbakti kepadaNya membuat jiwa kita terangkat, daya bakti kita disegarkan dan bahkan mungkin pula masalah yang tengah membelit hidup kita terlepas karenaNya.
Namun demikian manfaat-mafaat yang terjadi melalui momen itu tidak boleh menjadi motif maupun tujuan utama ibadah kita. Perhatian dan fokus utama ibadah hanyalah Allah saja. Kita berbakti kepadaNya bukan karena kita merasa lebih baik dan lebih rohani, tetapi karena mentaati perintah dan kelayakan diriNya dan karena Dia telah lebih dahulu membuka diri berbicara kepada kita melalui karya agungNya di dalam Yesus Kristus dan umat meresponsnya dengan sukacita dan rasa syukur.
Ibadah adalah ungkapan syukur kita kepada Allah
Ibadah adalah ungkapan rasa takut dan hormat serta syukur, pujian dan sukacita kita kepada Allah karena Dia telah mengasihi, memelihara dan menyelamatkan kita. Melalui ibadah kita berjumpa dengan Allah, mengenal kehendakNya dan mendekatkan diri kepadaNya. Seperti layaknya Pelayan Firman dipenuhi kerinduan menyampaikan pesan atas nama Allah kepada umat supaya mereka menerima Firman Tuhan dengan penuh sukacita, baik itu menyangkut nasihat, teguran dan janjiNya, demikian pula orang yang datang beribadah perlu dipenuhi semangat dan kesungguhan untuk membawa persembahan seutuhnya sebagai rasa syukur kepada Allah.
Adakalanya seusai ibadah, terdengar keluhan “saya tidak dapat apa-apa dari ibadah tadi”. Keluhan ini tidaklah tepat, karena ibadah bukan dimaksudkan suatu acara hiburan, tetapi kita datang untuk memberi penghormatan kepadaNya, memuliakan dan menyembahNya. Tujuan utama kita datang beribadah adalah memberi rasa syukur kita, memberi kasih, penghormatan dan ketaatan kita kepadaNya. Jadi ibadah itu akan menjadi suatu berkat bagi semuanya (pelayan dan jemaat) kalau semuanya menyadari ibadah itu suatu persembahan syukur masing-masing dan secara bersama-sama dipersembahkan kepada Allah.
Ibadah sebagai pertumbuhan dinamis dan kesaksian hidup
Dalam ibadah yang sejati kehadiran Allah dirasakan, pengampunan Allah didalam Yesus Kristus dinyatakan, tujuan dan janjiNya diteguhkan kembali serta karya Allah didalam pekerjaan RohNya yang Kudus disaksikan melalui perilaku hidup sehari-hari. Artinya, dalam ibadah tersebut harus terjadi dua hal ini, yaitu ibadah yang dilakukan secara ritual (Roma 12:1; Yakobus 1:27) dan ibadah yang dapat diaktualisasikan (Kisah 20:7; Ibrani 10:25) dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar