Materi Katekisasi ke -19
Pokok Bahasan : Ajaran Gereja GPIB
Sub Pokok Bahasan : Pengertian
Sakramen dalam GPIB
Tujuan Pembelajaran Khusus :
Mengetahui tentang arti Sakramen dalam
Gereja
- Memahami Sakramen yang merupakan
alat karunia penyataan kasih Allah
- Menghayati akan pentingnya
sakramen
APA ITU SAKRAMEN
Kata sakramen tidak diambil dari Alkitab, melainkan
dari adat istiadat Roma, yaitu berasal dari kata sacramentum
(Latin). Kata itu memiliki dua arti, pertama, sumpah prajurit, yaitu sumpah
setia yang harus diucapkan oleh sesorang. Ketika ia diangkat menjadi prajurit.
Kedua, uang jaminan yang harus disetor dan diletakkan di kuil oleh dua orang
atau dua golongan yang sedang berperkara. Siapa yang kalah dalam perkara akan
kehilangan uangnya. Uang jaminan itu disebut sacramentum (yang dijabarkan dari
kata sacer = kudus), juga mengandung arti perbuatan atau perkara yang
kudus, yang rahasia, yang berhubungan dengan para dewa. Kata sacramentum
tersebut dipopulerkan oleh Tertullianus (sekitar tahun 200) menjadi istilah
teologi, yang kemudian dipandang sebagai terjemahan dari kata mysterion (Yunani), yang mencakup
segala sesuatu yang telah dibuat Allah dengan pengantara Kristus demi
keselamatan manusia. Oleh karena keselamatan itu disampaikan kepada
orang beriman dalam ibadah, maka beberapa upacara ibadah itu disebut
sacramentum. Barulah kemudian pada abad pertengahan, Gereja membatasi secara
tegas pengertian sakramen.
Augustinus yang sangat berpengaruh pada teologi
abad pertengahan berkata: "Sakramen adalah tanda kelihatan dari hal yang
kudus atau bentuk yang kelihatan dari kasih karunia yang tidak kelihatan".
Dengan kata lain Augustinus menyebutkan sakramen itu "Firman
yang kelihatan".
Calvin mengumpamakan sakramen dengan suatu meterai (latinnya: sigillum, bandingkan "segel" ) yang
lazimnya dikenakan pada suatu piagam untuk mensahkan isinya (bandingkan Roma 4:11). Bagi Calvin, "sakramen adalah
tanda lahiriah yang dipakai Allah untuk memeteraikan dalam batin kita
janji-janji akan kerelaan-Nya terhadap kita, agar iman kita yang lemah
diteguhkan dan kita pun menyatakan kasih dan kesetiaan kepada-Nya". Lebih
lanjut menurut Calvin, sakramen tidak berarti apa-apa apabila terlepas dari
pemberitaan firman. Tanpa penjelasan tentang apa yang dijanjikan Allah, tidak
ada sesuatu untuk dilambangkan atau dimeteraikan. Juga tanda-tanda atau
simbol-simbol yang digunakan dalam sakramen tidak mempunyai daya atau kekuatan
yang istimewa. Ia baru bermakna bila Roh Kudus bekerja di dalam hati manusia
dan diterima dengan iman. Pemberitaan firman secara lisan dan pemberitaan
firman dalam bentuk sakramen adalah dua tindakan yang tetap dilakukan dalam
gereja dan kehidupan Kristen.
Pada zaman Gereja mula-mula, pada satu
pihak baptisan dan perjamuan kudus ditonjolkan sebagai sakramen, namun pada pihak
lain semua tindakan sakral, seperti pemberkatan, perminyakan dengan air yang
diberkati, dianggap juga sebagai sakramen. Perbedaan jumlah sakramen ini
dikarenakan adanya perbedaan pandangan mengenai hakekat sakramen. Menurut
Gereja Roma Katolik sakramen adalah alat Allah untuk mencurahkan karunia rohani
yang dihasilkan oleh korban Kristus di kayu salib ke dalam hidup orang beriman.
Asal orang yang menerima sakramen tidak merintangi, maka ketika dilayankannya
sakramen itu masuklah karunia rohani tadi ke dalam hidup orang beriman.
Gereja Roma Katolik dengan mengacu
hasil konsili Trente (1547) menetapkan sakramen itu ada 7 (tujuh),
yaitu: baptisan, penguatan iman, ekaristi, pengakuan dosa, peminyakan,
penahbisan imam, perkawinan.
Sakramen baptisan, dicurahkannya
pengampunan dosa warisan dan segala dosa yang dilakukan hingga saat dibaptis.
Sakramen penguatan iman, dicurahkan karunia untuk bertahan terhadap segala
godaan masa remaja dan pemuda. Sakramen ekaristi, dicurahkan karunia yang
menguatkan iman dalam pergumulan hidup sehari-hari, dan sakramen ini menjadikan
orang dapat menikmati tubuh dan darah Kristus yang hadir di dalam roti.
Sakramen ini terdiri dari dua bagian, yaitu :
- ekaristi sebagai korban, yang
juga disebut misa, yang setiap hari dilayankan oleh imam dan
- ekaristi sebagai perjamuan, yang
juga disebut komuni, yang harus diikuti jemaat paling sedikit sekali
setahun.
Sakramen pengakuan dosa, memperbaiki
atau membaharui karunia yang dirusakkan atau ditiadakan karena dosa yang
dilakukan setelah menerima baptisan. Yang pokok di dalam sakramen ini ialah
pengampunan yang diucapkan oleh imam. Sakramen peminyakan, untuk memberikan
kekuatan kepada orang sakit keras dan lanjut usia, agar ia dapat mati secara
Kristen. Peminyakan dengan minyak suci menggambarkan peminyakan dengan Roh
Kudus, yang mencurahkan karunia kepada orang yang akan mati, untuk
membebaskannya dari dosa dan menguatkannya di dalam pergumulan yang terakhir.
Juga dengan sakramen ini ada kekuatan baru yang dicurahkan. Sakramen penahbisan
imam, memberikan karunia kepada yang menerimanya agar dapat menunaikan tugas
sebagai imam. Dengan sakramen ini imam diberi kuasa untuk mengubah roti dan
anggur mejadi tubuh dan darah Kristus, dan untuk mengampuni dosa orang yang
menyesal atas nama Tuhan Yesus. Sakramen perkawinan, orang yang kawin
dipersatukan dan diberi karunia bertahan terhadap segala pergumulan hidup dalam
perkawinan.
Ajaran Gereja Roma Katolik mengenai
sakramen ini berpusat kepada pengertian "sacramentum" atau
"mysterium" atau "rahasia". Dikatakan Sakramen adalah suatu
rahasia, sebab di dalam sakramen itu senantiasa ada karunia yang baru yang
dicurahkan.
Bagi Gereja Protestan tidaklah sama
dengan pandangan Gereja Katolik. Sakramen tidak
dipandang sebagai mencurahkan karunia rohani, sebab sakramen adalah tanda dan meterai, yang ditentukan oleh Tuhan Allah
untuk menandakan dan memeteraikan janji-janjiNya di dalam Injil, yaitu bahwa
karena korban Kristus, orang beriman mendapat keampunan dosa dan hidup yang
kekal.
Yang dimaksud dengan tanda adalah
suatu perkara atau suatu tindakan, yang tidak memiliki artinya pada dirinya
sendiri, tetapi yang menunjuk kepada suatu perkara atau tindakan yang lain.
Misal : Pelangi (Kejadian 9: 13) menunjuk kepada perjanjian Allah, bahwa Allah tidak memusnahkan segala
yang hidup dengan air bah lagi. Sunat ( Kejadian 17: 11) menunjuk kepada perjanjian Allah
dengan Abraham dan keturunannya. Demikianlah dengan yang digambarkan di dalam
sakramen itu adalah: janji-janji Allah yang terdapat
di dalam Injil, yaitu bahwa dengan pengorbanan Kristus di kayu salib, orang
beriman memperoleh pengampunan dosa dan hidup kekal.
Sebaliknya sakramen adalah meterai,
yaitu sesuatu yang dipakai untuk membuktikan kemurnian bahwa yang dimeteraikan
adalah benar, dapat dipercaya. Demikianlah Sakramen
disebut meterai yang berarti, bahwa sakramen adalah untuk mengokohkan dan
menyatakan janji-janji Allah itu benar, dapat dipercaya.
Sakramen adalah tanda dan meterai
bukanlah yang ditetapkan oleh manusia atau gereja, melainkan ditetapkan oleh
Allah. Karena itu bila kita ingin memperoleh kepastian, apakah sesuatu adalah
sakramen atau bukan, kita harus menyelidiki terlebih dahulu apakah ada perintah
penetapan Allah mengenai hal itu atau tidak. Menurut Gereja Protestan, sakramen
yang diperintahkan oleh penetapan Allah hanya ada dua, yaitu : perjamuan kudus
(Matius 26:26-29; Lukas
22:19; 1 Korintus 11:23-26) dan baptisan (Matius 28:19-20).
Daftar Kepustakaan :
- Hadiwijono,H,, Iman Kristen,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
- Hadiwijono,H,, Inilah
Sahadatku, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1995
- Soedarmo,R, Ikhtisar Dogmatika,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.
- van Niftrik, G,C, &
Boland,B,J, Dogmatika Masa Kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
- Lohse,Bernhard, Pengantar
Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.
- Jonge,C,de. Apa itu
Calvinisme?, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
- Verkuyl, J, Aku Percaya,
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993.
- Calvin Yohanes, Institutio
(Pengajaran Agama Kristen), Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2000.
- Heuken,A, Ensiklopedi Gereja,7,
Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2005.-I
- Majelis Sinode GPIB, Bahan
Pelajaran Katekisasi Buku-I
Tidak ada komentar :
Posting Komentar