DIPANGGIL UNTUK MELAYANI

Minggu 30 November 2025

HARI MINGGU ADVEN I

Bacaan Matius 9: 35-38

PENDAHULUAN

Injil Matius merupakan kitab pertama dalam Injil Sinoptik yang ditulis oleh Matius. Injil Matius memiliki gaya penulisan yang agak kaku, lebih pendek, dan padat. Tema sentral dari Injil Matius adalah soal penggenapan, manusia, dan komuni-tas. Selain itu, Injil Matius dapat dikatakan sebagai Injil Pengajaran yang mengajarkan tentang sejarah Yesus, serta pengajaran-Nya. Lebih lanjut, tema sentral pengajaran Yesus adalah mengenai Kerajaan Allah, sebab itu dalam pengajarannya Yesus lebih banyak berinteraksi dengan kaum marginal yang mendapat perlakukan tidak baik dari pemerintah Roma maupun para pemuka agama.

Dalam tulisan Warren Carter yang berjudul The Roman Empire and The New Testament: An Essential Guide, menunjukkan bahwa beriman kepada Yesus -yang dijalani oleh para murid-murid Yesus saat itu terjadi di tengah budaya sehari-hari yang dipraktikkan di Kerajaan Roma. Misalnya, masyarakat diwajibkan untuk tunduk dan takluk pada Kaisar, mereka diajar untuk lebih takut pada penguasa, dan mengabaikan orang-orang marginal. Praktik hidup yang demikian sangat memengaruhi pola pikir dan perilaku dari para murid, ketika mereka mengikut Yesus. Apa yang dipraktikkan oleh Kerajaan Roma pada waktu itu, sangat berbeda dengan konsep Kerajaan Surga yang ditawarkan Yesus. Yesus menawarkan sebuah konsep yang mengajarkan dan memperlihatkan bagaimana menjalani kehidupan dengan saling berbela rasa dengan sesama.

PEMAHAMAN KONTEKS

Kehidupan orang banyak yang mengikuti Yesus pada waktu itu, hampir sebagian besar merupakan kaum marginal yang membutuhkan perhatian dan pertolongan. Mereka tidak mendapat perhatian pemerintah Roma, melainkan mereka dipinggirkan, diasingkan, bahkan mendapat tekanan dari pemerintah Roma. Keadaan dan kondisi yang demikian mendapat perhatian Yesus dalam pelayanan-Nya. Salah satu konsep Kerajaan Surga yang ditawarkan Yesus dalam pelaya-nannya adalah belas kasihan atau berbela rasa. Konsep pela-yanan inilah yang hendak diajarkan kepada para murid untuk perhatian dan peduli dengan sesama. Mereka dipersiapkan untuk melayani sesama dalam ketulusan dan tidak mementingkan diri sendiri.

PENDALAMAN TEKS

Matius 9:35-38 menekankan mengenai pelayanan yang dilakukan oleh Yesus bersama para murid yang berjalan berkeliling semua kota dan desa untuk mengajar dan memberitakan Injil Kerajaan Surga.

Ayat 35 

Dari ayat ini, kita belajar bagaimana cara Yesus melakukan pelayanan dan apa yang menjadi tujuan utama dari pelayanan yang dilakukan-Nya. Pertama, pengajaran. Yesus memberi pengajaran tentang Kerajaan Surga kepada orang banyak agar mereka memahami Kerajaan Surga yang sesungguhnya. Tanpa pemahaman yang benar, maka sulit untuk memahami konsep Kerajaan Surga yang dimaksudkan Yesus. Selain pengajaran, Yesus menunjukkan kepedulian-Nya dengan menolong dan menyembuhkan mereka yang menderita sakit penyakit. Ada tindakan nyata yang dilakukan dalam pelayanan-Nya. Sederhananya, yang Yesus ajarkan, itulah yang dilakukan-Nya. Di pihak lain, Yesus sedang mengajarkan para murid bagaimana caranya melayani yang baik dan benar.

Ayat 36 

Pada bagian ini, Yesus juga ingin menegaskan bahwa melayani hendaknya dilakukan dengan sepenuh hati. Hati yang mengasihi Allah yang dinyatakan melalui menolong sesama. Belas kasihan atau berbela rasa menjadi salah satu metode pelayanan yang dilakukan Yesus untuk dilakukan dalam melayani sesama. Selain itu, Yesus melihat bahwa yang dibutuhkan oleh orang banyak bukan hanya masalah makanan dan penyakit, melainkan perhatian dan kepeduliaan yang menyentuh hati mereka. Mereka membutuhkan bimbingan dan pendampingan dalam menghadapi berbagai tantangan dan pergumulan hidup.

Ayat 37-38

Pada kedua ayat ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah maupun para pemuka agama pada saat itu tidak peduli kepada kaum marginal. Mereka hanya mengutamakan kepentingan mereka. Oleh sebab itu, apa yang dikatakan Yesus mengenai tuaian dan pekerja, mengarah pada keadaan yang sebenarnya bahwa banyak orang yang membutuhkan pertolongan, namun tidak semua orang dapat memberi diri dengan tulus dalam melayani mereka. Oleh sebab itu, para murid dipersiapkan agar mereka dapat melanjutkan pelayanan Yesus dalam melayani sesama dalam ketulusan, kesetiaan, dan ketaatan.

CONTOH KHОТВАН

Setiap orang terpanggil untuk melayani, namun tidak semua orang tahan uji dalam melayani. Karena itu, hanya orang-orang pilihan yang dapat melayani dalam ketaatan, kesetiaan, dan ketulusan. Tanpa ketiga hal ini, maka pelayanan yang dilakukan semata hanya untuk menyenangkan hati manusia, terlebih untuk mendapat pujian. Oleh sebab itu, setiap orang perlu belajar untuk memahami dengan baik arti dari melayani yang sesungguhnya.

Melayani berarti memberi diri, waktu, untuk mereka yang dilayani, daripada mendahulukan kepentingan diri sendiri. Di dalam melayani ada pengajaran, didikan, dan tindakan, serta menolong sesama yang menderita dan berbeban berat. Yesus dalam pembacaan ini menunjukkan bahwa melayani tidak hanya terkait dengan perkataan dan tindakan, melainkan berkaitan juga dengan hati. Pada ayat 36 dikatakan ...tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan... Artinya, melayani juga perlu menggunakan hati agar dapat berbela rasa dengan sesama yang menderita. Yesus menunjukkan sikap berbela rasa dalam pelayanan yang dilakukannya. Dengan berbela rasa, kita dapat merasakan dan memahami penderitaan orang lain, sehingga tidak mudah untuk menghakimi. Karena itu, diperlukan mereka yang dapat melayani dengan sepenuh hati. Memang tidak mudah mendapatkan mereka yang mau melayani dalam ketaatan, kesetiaan, dan ketulusan, sebab itu Yesus katakan tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.

APLIKASI

Di era teknologi yang semakin canggih mempermudah untuk memeroleh berbagai informasi, mulai dari yang menyenangkan sampai mengenaskan. Kecanggihan teknologi juga mempermudah untuk berbagi dan berbela rasa dengan sesama, sebagaimana yang dilakukan Yesus. Meskipun demikian, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah kesungguhan hati dalam melayani. Di minggu adven ini, diingatkan akan kasih Kristus yang tiada berkesudahan bagi umat-Nya. Oleh sebab itu, setiap kita terpanggil untuk melayani dalam kesetiaan, ketaatan, dan ketulusan.

PENUTUP

Dengan demikian, pelayanan bukan masalah suka melayani, tetapi lebih dari itu perlu memiliki sikap berbela rasa atau belas kasihan yang tulus kepada sesama. Melayani bukan untuk dilihat dan dipuji orang, melainkan untuk menyenangkan hati Tuhan yang telah memercayakan pelayanan. DKT/veth

GPIB 77 TAHUN DAN KEPEMIMPINAN ERA BARU

  Oleh: Pdt. Pauline Patricia Lagonda, M.Th


PENDAHULUAN

Tahun 2025 menandai usia ke-77 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB), sebuah tonggak yang mengajak kita untuk bersyukur atas penyertaan Tuhan yang setia dalam perjalanan gereja ini sejak tahun 1948. Di tengah tantangan zaman yang terus berubah-baik secara sosial, politik, ekonomi, maupun teknologi-GPIB tetap berupaya menjadi gereja yang relevan, kontekstual, dan tetap setia pada panggilannya sebagai terang dan garam dunia. Peringatan 77 tahun bukan hanya momentum untuk melihat ke belakang dan mengenang sejarah, tetapi juga saat yang penting untuk menatap ke depan. Dunia dan masyarakat kini hidup dalam realitas era baru, yang ditandai oleh percepatan teknologi digital, krisis iklim, tantangan demokrasi, dan tuntutan kepemimpinan yang lebih transformatif dan kolaboratif. Dalam konteks ini, GPIB ditantang untuk melahirkan dan mendampingi kepemimpinan gereja yang adaptif, inklusif, dan visioner.

Pada usia yang ke-77 tahun, GPIB terus melangkah di tengah perubahan zaman dengan panggilan untuk tetap setia pada Kristus dan menjadi terang di tengah dunia. GPIB dipanggil untuk terus memperbarui penghayatan atas panggilan gerejawi khususnya dalam semangat Sun Hodos, sebuah prinsip yang mencerminkan kebersamaan dalam perjalanan iman. Tulisan ini mencoba merenungkan bagaimana GPIB merespons tantangan kepemimpinan di era baru ini, dengan tetap berakar pada spiritualitas pelayanan, keutuhan kesaksian, dan panggilan profetis yang menjadi ciri gereja sejak awal.


TANTANGAN BERGEREJA SAAT INI

Di tengah perubahan zaman yang begitu cepat, gereja menghadapi berbagai tantangan yang tidak bisa diabaikan. Dunia bergerak dengan ritme digital, budaya semakin cair, dan nilai-nilai iman seringkali dipertanyakan oleh generasi muda. Di sinilah gereja ditantang untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga untuk tetap relevan dan transformatif. Adapun tantangan-tantangan tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

Kemajuan teknologi telah mengubah cara orang berkomunikasi, belajar, bahkan beribadah. Gereja tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan konvensional semata. Ibadah daring, pelayanan digital, dan konten-konten spiritual yang kreatif menjadi kebutuhan, bukan sekadar tambahan. Namun tantangannya bukan hanya soal media, melainkan bagaimana menghadirkan firman yang hidup dalam dunia digital yang serba cepat dan dangkal.

Banyak gereja mengalami kesulitan dalam regenerasi pelayan dan pemimpin. Di satu sisi, generasi tua masih kuat memegang kendali; di sisi lain, generasi muda merasa tidak didengar. Gereja ditantang untuk membangun jembatan antar generasi membuka ruang dialog, berbagi visi, dan mempercayakan tanggung jawab. Persoalan lainnya adalah terkait kepemimpinan. Idealnya, kepemimpinan gerejawi tidak boleh stagnan; ha harus bergerak dinamis dengan melibatkan semua kalangan. Budaya individualistik dan gaya hidup sibuk membuat banyak orang enggan terlibat aktif dalam persekutuan. Gereja menghadapi kenyataan bahwa semakin banyak warga jemaat hadir hanya sebagai penonton bukan sebagai pelaku. Tantangannya adalah menghidupkan kembali spiritualitas kebersamaan (koinonia) yang tidak hanya terjadi di gedung gereja, tapi juga di kehidupan sehari-hari.

Di tengah-tengah jemaat perkotaan, gereja sering kali terjebak pada rutinitas ritual dan melupakan perannya sebagai garam dan terang dunia. Ketidakadilan, kemiskinan, krisis lingkungan, dan intoleransi adalah realitas sosial yang mendesak. Pertanyaannya, apakah gereja cukup berani menyuarakan kebenaran dan melakukan aksi nyata, atau justru memilih diam demi kenyamanan?

Di tengah banyaknya aktivitas gereja, ada kekhawatiran bahwa spiritualitas jemaat menjadi dangkal dan me mekanis. Di sinilah panggilan gereja menjadi nyata yaitu untuk menolong warga jemaat mengalami perjumpaan yang nyata dengan Kristus, bukan sekadar menjalani rutinitas keagamaan.

Dengan ragam tantangan yang dihadapi gereja masa kini, GPIB hendak menghayati kembali kehadirannya yang relevan dengan semangat Sun Hodos Satu untuk GPIB.


KEPEMIMPINAN DI ERA BARU

Perkembangan studi kepemimpinan dalam konteks organisasi pada abad ke-21 menunjukkan dinamika yang menarik. Salah satu tokoh penting, Rost, dalam bukunya Leadership for the Twenty-first Century, meneliti konsep kepemimpinan dari tahun 1900 hingga 1980-an dan menyimpulkan bahwa pemahaman kepemimpinan telah bergeser dari fokus pada kekuasaan menuju pengaruh (Rost, 1991). Selain itu, survei Global Leadership and Organization Behaviour Effectiveness (GLOBE) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan individu dalam memengaruhi, memotivasi, dan memberdayakan orang lain untuk berkontribusi terhadap efektivitas organisasi (Dorfman & House, 2004, hlm. 56). Pemahaman yang lebih sederhana disampaikan oleh Northouse, yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses di mana seseorang memengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan tertentu (Northouse, 2016, hlm. 6).

Dalam kajian kepemimpinan, terdapat berbagai pendekatan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Salah satunya adalah pendekatan yang berfokus pada pemimpin, dengan menyoroti sifat, keterampilan, gaya, serta keaslian pemimpin. Pendekatan ini, terutama dalam aspek sifat, menilai atribut-atribut khas yang sering dimiliki oleh seorang pemimpin, seperti kecerdasan, kepercayaan diri, keteguhan, integritas, dan kemampuan interpersonal (Northouse, 2016, hlm. 23). Di antara sifat-sifat tersebut, integritas dianggap sebagai yang paling mendasar. Bauman memberikan pemahaman yang mendalam tentang integritas melalui tiga kategori utama: pertama, integritas substantif yang mengacu pada nilai-nilai universal seperti kejujuran, penghargaan, keadilan, dan kepercayaan; kedua, integritas formal yang berkaitan dengan nilai-nilai suatu kelompok tertentu; dan ketiga, integritas personal yang berpijak pada nilai-nilai pribadi seseorang (Bauman, 2013, hlm.422-423).

Integritas dalam kepemimpinan gereja bukan sekadar kejujuran atau tidak korupsi. la adalah kesatuan utuh antara apa yang diyakini, dikatakan, dan dilakukan. Pemimpin gereja yang berintegritas adalah pribadi yang hidupnya selaras dengan nilai-nilai Injil-hidup dalam kasih, keadilan, kerendahan hati, dan keteladanan. Integritas juga berarti memimpin bukan demi kepentingan diri, melainkan demi pelayanan kepada Kristus dan umat-Nya. Yesus Kristus adalah teladan kepemimpinan yang paling sempurna. la tidak memimpin dengan paksaan, tetapi dengan kasih dan pelayanan. la tidak mencari pujian. tetapi rela merendahkan diri. Dalam diri Kristus, kita melihat bahwa integritas bukan tentang pencapaian, tetapi tentang kesetiaan-bahkan sampai mati di kayu salib.


MENYUSURI KEMBALI MAKNA SUN HODOS BAGI GPIB

GPIB menganut sistem dan bentuk kepemimpinan Presbiterial Sinodal, yang berasal dari kata Yunani presbiteros (tua-tua/penatua), sun (bersama), dan hodos (jalan). Artinya, gereja dipimpin oleh para presbiter-yakni para pelayan khusus yang berjalan, berpikir, dan bertindak secara kolektif dalam menjalankan panggilan gereja yang misioner. Sistem ini berakar dari tradisi gereja Calvinis. Dalam GPIB, yang dimaksud dengan presbiter mencakup diaken, penatua, pendeta, serta penginjil (untuk daerah Pekabaran Injil). Namun sejak tahun 1992, jabatan penginjil tidak lagi digunakan karena semua penginjil telah dialihkan menjadi pendeta.

Sepanjang perjalanan gereja, para presbiter dipanggil dan diutus untuk memimpin dan melayani bersama. Kebersamaan ini tidak lahir dari keinginan pribadi atau keterpaksaan, melainkan karena adanya satu misi Kristus yang menyatukan. Dalam semangat tersebut, para presbiter berjalan, berdiskusi, bekerja, dan bersaksi secara bersama untuk membangun persekutuan yang hidup. Sistem Presbiterial Sinodal menekankan bahwa para presbiter yang terpanggil bersama-sama menentukan arah dan kebijakan gereja, melalui wadah-wadah seperti Majelis Jemaat, Persidangan Sinode, dan Majelis Sinode. Kebersamaan ini sangat nyata dalam kehidupan gereja sehari-hari, khususnya dalam interaksi antara jemaat (yang diwakili Majelis Jemaat) dan pimpinan gereja (Majelis Sinode). Sistem ini menumbuhkan relasi timbal balik yang dinamis antara keduanya.

Proses pemanggilan presbiter dalam GPIB dilakukan melalui pemilihan terbuka bagi diaken dan penatua, sedangkan bagi calon pendeta melalui jalur pendidikan teologi dan masa vikariat. Meski diaken dan penatua dipilih oleh jemaat, mereka tidak sekadar menjadi "wakil jemaat" yang bertanggung jawab secara struktural kepada pemilihnya. Mereka tetap terikat secara moral kepada jemaat atas dasar kepercayaan dan relasi penggembalaan. Dalam pelayanannya, para presbiter melayani bersama dalam ikatan Majelis Jemaat.

Istilah Yunani sun hodos berarti "berjalan bersama di jalan yang sama." Ini lebih dari sekadar kebersamaan secara fisik atau administratif. Sun hodos menuntut adanya kesatuan hati, visi, dan misi. Dalam konteks GPIB, ini berarti berjalan bersama dalam pelayanan lintas budaya, suku, dan wilayah geografis yang luas, dengan dasar kesetiaan kepada Kristus. kepala Gereja. Dalam konteks gereja yang majemuk seperti GPIB, sun hodos menjadi prinsip pemersatu yang esensial. Persekutuan tidak akan utuh tanpa kesediaan untuk saling memahami, mengalah, dan memperkuat satu sama lain. Persekutuan yang sejati lahir dari relasi yang dibangun dalam kasih, bukan dominasi atau ego. Dalam sun hodos, tidak ada yang berjalan sendirian atau merasa lebih utama. Semua dipanggil untuk saling menopang.

REFLEKSI

Pada usianya yang ke-77, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) terus menapaki sejarah panjang yang penuh dinamika, tantangan, dan penyertaan Tuhan. Angka 77 bukan hanya mencerminkan umur, tetapi menjadi simbol perjalanan panjang gereja yang telah melewati berbagai zaman dari era pascakemerdekaan hingga era digital saat ini. GPIB lahir dalam konteks sejarah bangsa yang sedang membangun jati diri. la menjadi wadah persekutuan umat yang tersebar luas, beragam latar belakang, namun bersatu dalam satu tubuh Kristus. Kini, gereja menghadapi tantangan zaman yang berbeda dunia yang cepat berubah, generasi yang berpikir kritis, serta arus globalisasi yang memengaruhi cara hidup, berpikir, bahkan beriman.

Di tengah itu semua, GPIB dipanggil untuk tetap setia pada panggilannya: membangun persekutuan, melayani dengan kasih, dan menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat. Kesetiaan ini harus diterjemahkan dalam cara baru yang relevan, tanpa kehilangan akar spiritualitasnya. Tantangan utama di era ini adalah soal kepemimpinan. Kepemimpinan gereja tidak lagi cukup hanya berbicara tentang struktur dan jabatan, tetapi tentang karakter dan pengaruh. GPIB telah berjalan sejauh ini bukan karena kuat dan hebat manusia, tetapi karena kasih setia Tuhan. Maka, dalam menyongsong tahun-tahun ke depan, gereja ini perlu terus dipimpin oleh Roh Kudus, dibarui dalam visi, dan dikuatkan dalam semangat misi. Kita tidak dipanggil untuk bernostalgia, tetapi untuk melanjutkan karya. Kita tidak diminta hanya menjaga warisan, tetapi juga menciptakan lompatan.

Dalam semangat Sun Hodos-berjalan bersama-mari kita melayani bersama, memimpin bersama, dan bertumbuh bersama dalam Kristus. Dirgahayu GPIB ke-77! Semoga gereja ini terus menjadi alat di tangan Tuhan untuk menjangkau dunia, membangun persekutuan, dan melayani dengan kasih yang tak pernah padam.

"Solus Christus, Soli Deo Gloria."




DIPANGGIL MENJADI PEKERJA ALLAH


Minggu, 28 April 2024 

MINGGU V SESUDAH PASKAH 

Bacaan Matius 20 : 1 - 4 

PENDAHULUAN

Kitab Matius merupakan salah satu kitab Injil yang ditempatkan pertama di dalam Kitab Perjanjian Baru. Kitab ini sebagai pengantar Perjanjian Baru yang disusun dengan sangat teratur dan didalamnya berisi tentang Yesus sebagai Mesias dengan segala Karya layan-Nya. Secara khusus Injil Matius ini ditulis untuk orang percaya bangsa Yahudi, hal ini dikarenakan kecenderungan orang Yahudi yang menolak kehadiran Yesus yang hadir sebagai Mesias yang Rohani dan bukan hadir sebagai Mesias secara politis; meskipun Injil Matius ini tidak semata-mata hanya untuk orang Yahudi. Pada hakikatnya pengajaran di dalam kitab Injil Matius hendak menceritakan tentang kehidupan Yesus sekaligus menyakinkan bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Mesias serta la adalah Raja Penyelamat yang dijanjikan Allah; sebagaimana yang telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Disisi lain, dalam pengajaran-Nya; Yesus juga bicara tentang Kerajaan Allah. Ada pun pengajaran tentang Kerajaan Allah ini menjadi bagian yang sangat penting terkait Pemahaman tentang Kerajaan Allah secara benar yang harus dimiliki oleh umat dan semua orang percaya. Dalam hal ini Yesus mengangkat pengajaran tentang Kerajaan Allah dalam bentuk perumpamaan sebagaimana di dalam Matius 20:1 - 16

Perumpamaan seringkali menjadi bagian metode pengajaran yang dilakukan oleh Yesus sebagai cara Yesus agar pengajarannya dapat lebih mudah dimengerti ketika disampaikan melalui perumpaan terkait kehidupan sehari-hari. Pengajaran ini sangat penting disampaikan oleh Yesus, sebagai usaha-Nya untuk meluruskan pemahaman orang percaya yahudi agar memiliki Pemahaman terkait Kerajaan Allah dengan benar. Latar belakang dari perumpamaan ini dimulai dari Pertanyaan Petrus kepada Tuhan Yesus tentang hal apa yang bisa diharapkan para rasul sebagai imbalan atas pengorbanan dan pelayanan yang telah dilakukan oleh mereka (Matius 19:27 )

PEMAHAMAN TEKS

Matius 20:1 - 4 merupakan teks yang menjadi bagian dari perikop Matius 20 : 1 - 16 di dalamnya berisi tentang usaha Yesus menyampaikan Pemahaman tentang Kerajaan Allah dalam bentuk perumpamaan. Teks kita merupakan bagian awal dari cerita tentang perumpamaan pekerja di kebun anggur. Kebun anggur seringkali digunakan oleh Yesus sebagai latar belakang perumpamaan-Nya. Yesus menyajikan perumpamaan pekerja di kebun anggur untuk mengilustrasikan kebenaran pemahaman tentang motif salah yang dimiliki dalam hal pelayanan yang dilakukan terkait dengan Kerajaan Allah.

Perumpamaan ini dimulai dengan seorang tuan pemilik kebun anggur yang keluar pagi hari untuk mencari pekerja di kebun anggunya (ay. 1). Pada bagian ini, perumpamaan Kerajaan Sorga bukan dengan pemilik kebun anggur melainkan dengan keadaan penyewaan para pekerja oleh pemilik kebun anggur. Kata Pemilik Kebun berasal dari kata Yunani oikodespotës yang secara harfiah berarti tuan rumah. Dalam perumpamaan seringkali kata tuan rumah hendak menunjuk kepada Yesus atau Allah (lih.: Matius 10:25, Matius 13:27, Lukas 13:25 dan Lukas 14:21). Tuan rumah itu hendak mengibaratkan orang yang kaya dan berkuasa. Pemilik kebun sebagai orang yang kaya dan mempunyai kuasa, sehingga ia memiliki kemampuan untuk mempekerjakan orang-orang sebagai pekerja. Karena itu, pada ayat 1 secara jelas inisiatif mencari pekerja dimulai oleh tuan pemilik kebun anggur bahkan dilakukan sejak pagi-pagi benar. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan niat baik tuan pemilik kebun anggur yang hadir menawarkan pekerjaan. Pemilik kebun anggur ini hendak menunjuk kepada Allah sebagai pemilik akan kehidupan umat. Pada perumpamaan ini Allah sebagai pemilik kebun yang mencari pekerja, harus dilihat bukan karena la membutuhkan tenaga para pekerja. Tetapi, inisiatif pemilik kebun yang mencari pekerja hendak menunjukkan kemurahan hati/belas kasih yang dimiliki pemilik kebun, karena dengan mempekerjakan mereka maka para pekerja ini dapat diselamatkan dari kesulitan ekonomi (kemiskinan).

Pemilik kebun mencari pekerja yang bisa diupah harian dan membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan pekerja harian terkait besaran upah yang akan diberikan setiap hari yaitu sedinar/hari. Dinar merupakan koin perak Romawi yang biasa dibayarkan kepada seorang prajurit Romawi, sekaligus juga biasa diberikan sebagai upah pekerjaan satu hari. Setelah melakukan kesepakatan kemudian pemilik kebun menyuruh para pekerja pergi ke kebun anggunya agar menjalankan tugas sesuai kesepakatan yang ada (ay.2).

Inisiatif dan usaha Pemilik kebun tidak hanya dilakukan saat pagi-pagi benar, tetapi pada ayat 3 dijelaskan pada jam 9 pagi pemilik kebun keluar lagi untuk mencari pekerja dan menemukan para pekerja baru di Pasar. Pemilik kebun melihat ada orang-orang lain yang menganggur di pasar. Pasar merupakan tempat untuk menjalankan usaha dan penuh dengan keramaian. Pasar seringkali menjadi tempat pertemuan secara umum untuk mencari para pekerja upah harian. Pada saat itu ada orang-orang yang sering direkrut untuk bekerja secara harian dengan bekerja dari pagi sampai sore dan kemudian menerima upah di sore hari. Pastinya upah harian mereka hanya cukup untuk kebutuhan mereka pada hari itu saja. Para pekerja ini biasanya tidak berpendidikan bahkan memiliki status sosial ekonomi yang rendah. Namun, untuk bertahan hidup mereka tetap berharap dan menunggu seseorang dapat mempekerjakan mereka meskipun sebagai pekerja harian upah mereka sangat rendah bahkan seringkali mengalami penindasan.

Setelah mendapatkan pekerja di pasar, maka pemilik kebun kembali menyuruh pekerja yang baru ini pergi ke kebun anggurnya untuk melakukan pekerjaannya sebagai pekerja harian. Namun pada ayat 4 ada pernyataan pemilik kebun yang menyatakan "...dan upah yang adil akan kuberikan kepadamu". Pernyataaan pemilik kebun dibagian akhir ayat 4 menunjukkan sebuah pengharapan yang diberikan oleh pemilik kebun bahwa, meskipun mereka mulai berkerja di jam 9 tetapi pemilik kebun ini tetap akan memberikan upah secara adil. Bahkan ada penafsir yang menerjemahkan upah yang pantas. Hal ini dikarenakan waktu kerja harian dimulai Jam 6 pagi saat matahari terbit sampai dengan jam 6 sore saat matahari terbenam. Jika melihat teks selanjutnya di ayat 11 dan 12, ketika pembagian upah ternyata pekerja yang bekerja dari jam 6 pagi bersungut-sungut karena upah yang diterima oleh seluruh pekerja yang bekerja jam 6 pagi, jam 9, jam 12 dan pekerja jam 5 sore memperoleh upah yang sama yaitu 1 dinar.

Makna yang terkandung dalam perumpamaan tentang pekerja di kebun anggur hendak mengajak setiap orang percaya pada saat itu maupun saat ini untuk memahami tentang memasuki Kerajaan Allah bukan soal upah dari apa yang kita lakukan; melainkan tentang hak istimewa dari Allah yaitu Kasih Karunia dari Allah kepada umat-Nya. Hanya karena Kasih Karunia Allah setiap umat dilayakkan masuk dalam Kerajaan Allah. Saat umat dipanggil sebagai pekerja-pekerja Allah, harus dipahami bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan umat merupakan wujud nyata rasa syukur umat yang sudah dilayakkan masuk di dalam kebun anggur Kerajaan Allah. Karena itu melalui teks ini hendak diingatkan akan beberapa hal:

  1. Allah yang kita kenal dan sembah merupakan Allah yang penuh dengan Belas Kasih. Kasih Allah itu dinyatakan secara nyata dalam cara Allah mencari, menemukan dan melayakkan setiap orang yang menderita dan mau bertobat untuk menerima Kasih karunia Allah.
  2. Hal masuk dalam Kerajaan Allah merupakan Kasih Karunia Allah. Artinya setiap orang percaya bisa masuk dalam Kerajaan Allah hanya karena Kasih Karunia Allah dan bukan karena usaha yang dilakukannya sebagai manusia.
  3. Panggilan Allah yang setia akan terus mencari, menemukan dan merubah umat untuk siap sedia menjadi pekerja-Nya yang setia.
  4. Jemaat merupakan kebun anggur Allah di dunia ini yang harus selalu ditanami, disirami, dipagari dan dijaga agar dapat terus berbuah dengan baik; sehingga dapat membawa kebaikan hidup bagi orang-orang di sekitarnya.
  5. Setiap orang percaya dipanggil untuk selalu siap sedia menjadi pekerja-pekerja Allah yang bekerja di kebun anggur Allah untuk memangkas, mengatur, menggali, menyirami, memagari dan menyiangi dengan setia.


Bersukacitalah Di Dalam TUHAN!

 Filipi 4 : 2 - 7

PENDAHULUAN

Tanggal 21 April merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tahun 1879 di Jepara lahir Raden Ajeng Kartini atau sering disebut R. A. Kartini. R. A. Kartini berjasa untuk memajukan kehidupan kaum perempuan Indonesia melalui bidang Pendidikan, khususnya bagi para perempuan di sekitar wilayah Jepara. R. A. Kartini membuka sekolah khusus untuk perempuan yang memang saat itu belum mendapat pendidikan formal (sekolah).

Hari Minggu ini tepat tanggal 21 April mengingatkan kita akan perjuangan dan karya R. A. Kartini bagi perempuan, bagi pendidikan dan tentu bagi bangsa. Firman Tuhan akan menjadi landasan akan peringatan ini.

PEMAHAMAN KONTEKS

Filipi merupakan kota yang pertama kali dikunjungi Paulus setelah ia menyeberang dari Asia kecil menuju Eropa tenggara (Kis 16:11-12). Filipi adalah kota penting di Makedonia dan berada di ujung timur jalur Egnasia, yaitu jalur yang biasanya dipakai oleh para pedagang dan pasukan Romawi membawa barang dan perlengkapan dari wilayah timur kekaisaran ke Roma sebelah barat. Nama Filipi diambil dari nama Filipus II, ayah Aleksander Agung. Filipus membangun kota tersebut menjadi kota berbenteng dan ibu kota kerajaan pada abad ke-4 sM.

Surat Filipi termasuk dalam kelompok surat Paulus yang disebut surat-surat dari penjara (juga Efesus dan Kolose) karena kemungkinan besar ditulis saat Paulus di penjara, Meskipun Paulus menghadapi saat-saat sulit, namun ia ingin mengingatkan jemaat di Filipi untuk tetap setia pada Injil Kristus, yang beritakannya kepada mereka (Fil. 4:15-17). Paulus mengingatakan jemaat bahwa mereka mungkin akan mengalami penderitaan seperti dirinya (1:30, 2:17, 18) tetapi mereka tidak boleh takut karena "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku" (4:13).

Garis besar surat Filipi adalah:

Paulus menyampaikan salam dan mengucap syukur dan doa bagi Jemaat (1:1-11)

Hidup bagi Kristus, hamba Allah yang rendah hati (1:12-2:18)

Peneguhan dan nasihat (2:19-4:9)

Ucapan terima kasih dan salam penutup (4:10-23)

PENDALAMAN TEKS

Filipi 4:2-7 merupakan nasihat-nasihat terakhir Rasul Paulus sebelum menutup suratnya. Bagian ini agaknya bersifat personal karena Paulus menyebutkan beberapa nama di dalmnya. Ayat 2, Paulus menyebut nama 2 perempuan Yunani, yaitu Euodia (artinya perjalanan yang baik) dan Sintikhe (artinya dengan keberuntungan). Paulus mendorong mereka untuk sehati sepikir dalam Tuhan sehingga pertikaian di antara mereka dapat berakhir. Ayat 3, menyatakan kalau Euodia dan Sintikhe sudah menolong Paulus dalam pelayanan pekabaran Injil bersama Klemens. Paulus juga meminta Sunsugos untuk membantu Euodia dan Sintikhe.

Setelah secara langsung menyebut nama-nama mereka yang setia melakukan pekabaran Injil. Paulus melanjutkan nasihatnya supaya mereka memiliki dan menyatakan karakter kristiani dalam hidup beriman:

Sukacita (ayat 4)

Kebaikan (ayat 5)

Pengharapan (ayat 6)

Syukur (ayat 6)

Damai sejahtera (ayat 7)

PESAN NATAL 2016


Para Presbiter GPIB dan Warga GPIB beserta Saudara-saudari sekalian yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus.


Natal atau Kelahiran Tuhan Yesus Kristus datang dalam kesederhanaan bahkan di tengah ketertindasan yang melanda umat manusia saat itu. Tak ada kemewahan sedikit pun bagi kelahiran bayi Yesus itu, namun tiba-tiba “Kemuliaan bagi Allah dan damai sejahtera di bumi, di antara orang yang berkenan kepada-Nya”, demikian sukacita Natal menggema di malam yang gelap yang tiba-tiba menjadi benderang oleh kehadiran bala tentara sorga itu.



Kita semua tertunduk berdoa bagi Saudara-saudara kita di Pidie Aceh dan sekitarnya yang mengalami gempa bumi hebat yang menyebabkan korban lebih dari seratus jiwa dan pelbagai penderitaan akibat gempa itu dan gempa susulan. Jemaat-jemaat GPIB di Banda Aceh, Sumatera Utara sampai ke seluruh wilayah pelayanan GPIB pada Natal ini, saya serukan memberikan Persembahan Khusus Natal bagi restorasi keberadaan di Pidie sampai Bireuen, pesisir utara Aceh dan sekitarnya. Kita berdoa bagi keluarga Marbun yang putrinya Intan Olivia menjadi korban bom di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda. Kita juga perlu berdoa bagi anak-anak SD korban penusukan di Sabu Barat, NTT dan keluarga mereka.



Majelis Sinode GPIB dalam menyambut Natal 2016 menyampaikan Tiga Seruan penting, yakni Pertobatan, Perdamaian dan Pembaruan!.



I. BERTOBATLAH !

Empat Minggu Adven telah kita lalui. Empat lilin telah kita nyalakan sebagai tanda menyambut hadirnya Sang Terang Dunia, Yesus Kristus yang mengusir semua kegelapan dunia ini. Langkah pertama untuk menyambut Sang Terang Dunia adalah : Pertobatan !



METANOIA, berarti Pertobatan, Perubahan Cara Berpikir atau Mindset atau Paradigma.

    Pertobatan dari Perbuatan Korup, sengaja menggunakan kekuasaan untuk kepentingan diri dan kelompok, nafsu serakah yang melahirkan kemiskinan, ketidak-adilan, radikalisme dan kerusakan lingkungan.

    Bertobat berarti meninggalkan semua bentuk kekerasan, teror dan pemaksaan kehendak serta kebencian berlatar belakang sosial maupun agama, terus menghembuskan beda mayoritas dan minoritas, mengabadikannya menjadi realitas tak terjaminnya kesetaraan dan keadilan bagi semua. Keberagaman adalah berkat Allah bagi kita semua dalam mengawal kesatuaan Bangsa Indonesia di negera tercinta Republik Indonesia.

    Pertobatan berarti meninggalkan kebiasaan mengatas-namakan agama melakukan kekerasan, menyebar ketakutan karena teror dan perusakan serta tiadanya toleransi dan tepo-seliro sebagai sesama warga Negara dan Bangsa Indonesia. Pertobatan berarti penuh kesadaran tidak menghembuskan apa lagi sengaja menghadirkan Persoalan dan Pertikaian SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) dalam bentuk apa pun di semua Wilayah NKRI ini.



II. Bersyukurlah atas PENDAMAIAN, bangunlah PERDAMAIAN.

    Pendamaian/Rekonsiliasi adalah Dasar Perdamaian. Umat Kristiani sadar bahwa “Tatkala kita masih seteru, kita diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak- Nya,Yesus Kristus. Kini kita boleh bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu.(Roma 5:10).Pendamaian, adalah dasar bagi perdamaian. Berdasarkan pendamaian kita dapat melangkah ke arah perdamaian. Hanya orang yang diperdamaikan dengan Allah akan mampu melangkah membangun perdamaian dengan dirinya, sesama dan lingkungan.Bangunlah Perdamaian!. GPIB harus melakukan pendidikan pendamaian/rekonsiliasi dan perdamaian sehingga setiap warga menjadi pembawa dan pembangun rekonsiliasi dan perdamaian. Semua umat beragama harus menjadi Duta dan Agen Rekonsiliasi dan Perdamaian sebagai bagian dari umat beragama GPIB menolak semua unsur kekerasan dan pelecehan atas manusia.

    Tiadakan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dan diskriminasi karena cacat fisik terhadap anak-anak dan perempuan dan mereka yang lemah baik secara fisik, bahkan human trafficking yang berujung pada sex abuse dan pelacuran.GPIB mendorong moratorium terhadap pengiriman TKW ke luar negeri, eksploitasi anak dan perempuan di daerah miskin.

    Akhiri peperangan yang menghancurkan dan membunuh ribuan orang termasuk anak-anak, di Suriah dan Irak, Afrika juga tekanan atas Palestina melalui upaya diplomasi di Dewan Keamanan PBB serta ASEAN. Atasi masalah Migran, Rohingya, serta bahaya eskalasi ancaman dan kenyataan perang di kawasan Asia, Afrika dan Eropa.



III. LAKUKAN PEMBARUAN DALAM SEMUA ASPEK KEHIDUPAN.

    Pembaruan budi, roh dan pikiran.

    Rasul Paulus menyatakan:”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”(Roma 12:2). Pembaruan budi kita. METAMORFO, berarti mengalami Perubahan mindset kita, atau paradigma kita, cara pikir dan pandang yang mendewakan akal budi, materi dan kebebasan tanpa batas. Milikilah pikiran Kristus.Bangun dan gunakan Etika dan Etiket dalam membangun kehidupan bebangsa dan bernegara.

    Pembaruan adalah bentuk Pernyataan Kasih melalui Program dan Proyek PELKES yang diperlukan oleh Masyarakat. Kita harus teruskan makna Natal kepada Sesama (Roma 13:8; Gal.5:14) melalui ekspresi kebudayaan dan kesenian, drama, tari, puisi, seni lukis, cipta dan lantunan gita pembebasan dan persatuan, suatu gempita budaya pluralisme/Bhineka Tunggal Ika dan kesejahteraan serta kelestarian alam lingkungan.

    Pembaruan Tanggungjawab sebagai Warga Negara yang bertanggungjawab, yang meliputi keteguhan berideologi, mempertahankan dan menaaati serta memelihara dan melestarikan Pancasila, UUD 1945 dalam kebhinekaan dengan bingkai NKRI.



Selamat Natal 2016, Selamat Mengakhiri Tahun 2016, serta Selamat Memasuki Tuhun Baru, 2017 bagi Bapak, Ibu, Saudara-saudari semua!.

Immanuel, Tuhan beserta bangsa Indonesia dan kita semua!.



Salam Kasih MAJELIS SINODE GPIB

Ketua Umum: Pdt. Drs. P. Kariso Rumambi, M.Si

Ketua I: Pdt. Marthen Leiwakabessy, S.Th.

Ketua II: Pdt. Drs. Melkisedek Puimera, M.Si

Ketua III: Pdt. Ny. Maureen Suzanne Rumeser-Thomas, M.Th.

Ketua IV: Pen. Drs. Adrie Petrus Hendrik Nelwan

Ketua V: Pen. Mangara Saib Oloan Pangaribuan, SE.

Sekretaris Umum: Pdt. Jacoba Marlene Joseph, M.Th.

Sekretaris I:Pdt.Ny.EllyDominggasPitoy-deBell,S.Th.

Sekretaris II: Pen. Ny. Sheila Aryani Salomo, SH.

Bendahara: Pen. Ronny Hendrik Wayong, SE.

Bendahara I: Dkn. Eddy Maulana Soei Ndoen, SE.

YESUS MENGHAPUS SEGALA AIR MATA


Bacaan Kitab Wahyu 21 : 1 – 8
PENGANTAR
Kitab Wahyu ditulis untuk menguatkan dan meneguhkan iman jemaat-jemaat Kristen (tujuh jemaat) di Asia Kecil yang sedang menghadapi penghambatan dan penindasan besar. Di Tengah kemilau dan gemerlapnya kehidupan di tujuh kota yang terkenal tersebut, jemaat-jemaat Kristen hadir sebagai persekutuan kecil, minoritas, di tengah mayoritas penduduk yang non Kristen. Tantangan dan hambatan yang dihadapi jemaat, di satu sisi adalah perilaku hidup bebas, pesta pora, kemabukan, pencabulan dan penyembahan berhala. Di sisi lain, pemberlakuan aturan dan tuntutan kepada seluruh penduduk dalam wilayah kekuasaan Romawi untuk menyembah kaisar dewa atau tuhan.
Kesetiaan jemaat untuk tetap beriman kepada Tuhan Yesus dan memberlakukan pola hidup saleh, adil, benar, jujur, menyebabkan mereka dibenci dan dimusuhi. Jemaat Kristen dianggap ‘yang lain’ sehingga harus ditindas dan disingkirkan. Ketidaksediaan untuk mengakui dan menyembah kaisar sebagai tuhan menyebabkan jemaat Kristen makin dikejar-kejar untuk ditindas dan dihancurkan. Para tokoh dan pemuka jemaat yang vocal menyuarakan perlawanan, ditangkap, dibuang, bahkan dibunuh. Salah satunya adalah penatua Yohanes, penulis kitab Wahyu, yang dibuang di pulau Patmos. Beberapa warga jemaat yang tidak kuat menghadapi tekanan dan penindasan tersebut akhirnya meninggalkan imannya kepada Kristus.
Tujuan penulisan kitab Wahyu adalah menguatkan iman dan pengharapan jemaat Kristen kepada Yesus Kristus, juga mengajar mereka untuk tetap tekun dan setia? Sebab Tuhan Yesus akan segera datang untuk menghancurkan para musuh jemaat, termasuk penguasa lalim, dan membawa kelepasan dan keselamatan bagi seluruh jemaat.
MEMAHAMI TEKS DALAM KONTEKS
Penulis menyajikan suatu visi atau penglihatan masa depan tentang suatu proses penciptaan kembali yang Tuhan lakukan terhadap langit dan bumi. Langit dan bumi lama, termasuk penguasa lalim telah berlalu, diganti dengan langit dan bumi baru, yang di dalamnya Tuhan memerintah. Tuhan turun dari sorga dan menghadirkan wilayah kekuasaan-Nya, yakni Yerusalem baru yang diperuntukkan bagi jemaat-Nya di bumi. Di Yerusalem baru, jemaat sebagai pengantin perempuan akan berhias menyambut kedatangan pengantin laki-laki, yakni Yesus Kristus (ayat 1-2).
Kehadiran Allah dan pemerintahan-Nya di tengah-tengah manusia melalui kemah-Nya yang dibentangkan menunjukkan kesediaan Allah untuk menaungi dan menolong jemaat Kreisten yang tetap setia beriman. Allah juga mengikat perjanjian kekal dengan jemaat-Nya. Allah pun berjanji untuk menghapus segala air mata, ratap tangis, perkabungan dan dukacita bahkan maut pun dilenyapkan (ayat 3-4). Perjanjian kekal yang telah diikat dengan jemaat-Nya membuat Allah terus bertindak untuk membaharui bumi ciptaan-Nya, secara khusus kehidupan jemaat-Nya yang sangat tersiksa dan menderita (ayat 6).
Yohanes diminta untuk menuliskan semua penglihatan dan perkataan yang didengarnya sebagai bukti atas tindakan Allah yang membaharui alam semesta dan kehidupan jemaat-Nya sedang terjadi. Tuhan Allah menjadi pangkal dan tujuan dari pembaharuan yang dilakukan-Nya dari awal sampai akhir. Jemaat terhisab di dalam seluruh karya Allah yang membaharui dan menyelamatkan. Di bumi yang baru tersebut, mereka yang haus akan diberi minum, yang menang akan mendapat bagiannya yang membahagiakan, yakni keselamatan kekal sebagai anak-anak Allah (ayat 7). Sebaliknya, mereka yang tidak setia, penakut, yang tidak percaya, berlaku keji, pembunuh, orang sundal, tukang sihir, penyembah berhala dan pendusta, akan mendapat bagian kebinasaan dan kematian kekal.
KHOTBAH
Kita bersyukur karena dibimbing Tuhan sampai di hari terakhir tahun 2016. Beberapa jam ke depan, kita akan memasuki tahun baru, 2017. Sejenak kita menoleh atau kilas balik perjalanan hidup di tahun 2016, kita dengan yakin dapat berkat: Kalau bukan Tuhan yang membimbing, kita pasti sudah binasa. Beratnya tekanan, perjalanan yang berliku-liku, naik gunung, turun lembah, bahkan terkadang jurang yang dipenuhi batu-batu terjal dan tajam menjalani pengalaman hidup. Sehingga kita pun harus melaluinya dengan penuh derita, susah, sedih dan air mata. Terkadang kita kuat dan mampu tegak berdiri untuk melangkah dan melewati semua kesulitan dengan baik. tetapi kadang pula kita lemah, jatuh dan terjatuh lagi. Air mata mnejadi makanan sehari-hari, siang dan malam. Kehidupan kita seolah menjadi tertawaan orang-orang disekitar. Iman, pengharapan dan kasih kita tergerus oleh dukacita, kecewa dan marah karena merasa seoalah Tuhan tidak menolong.
Susah, derita dan air mata karena beriman kepada Yesus Kristus, tidak berakhir dengan sia-sia. Itulah yang kita alami di malam akhir tahun. Di sini, kita berdiri dan memandang ke depan, menerobos kelamnya susah dan derita yang masih terus membayang. Dengan sangat yakin kita bisa berkata bahwa Yesus Kristus yang telah datang ke dunia, dan yang telah kita sambut di dalam hati, Dia akan membuat segala sesuatu baru di dalam seluruh hidup dan aktifitas kita.
Visi zaman baru yang meliputi langit dan bumi, bahkan kota Yerusalem merupakan karya keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus bagi setiap kita yang setia beriman kepada-Nya. Di dalam zaman baru tersebut, Allah di dalam Yesus Kristus hadir dan memerintah sebagai penguasa utama; mengatasi penguasa dunia. Ia akan membaharui alam semesta, termasuk kehidupan seluruh umat manusia. Kemah (kerajaan) dan pemerintahan-Nya meliputi semua manusia di dunia, khusus mereka yang menjadi umat-Nya karena terikat dalam perjanjian baru dan kekal dengan-Nya. Di dalam kerajaan dan pemerintahan-Nya tidak ada lagi air mata, perkabungan, dukacita, ratap tangis bahkan maut. Segala sesuatu yang lama telah berlalu dan yang baru telah datang.
Yesus telah datang. Ia adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir. Kehadiran-Nya untuk meng-akhiri yang lama dan meng-Awali yang baru dalam hidup kita. Bersama Tahun lama, 2016 yang akan berakhir ini, kita pun akhiri semua yang lama dalam hidup. Dan bersama Yesus, kita siap memasuki Tahun Baru 2017, sebagai umat baru yang tetap terikat dalam perjanjian-Nya dan mengalami pemerintahan-Nya yang menjadikan kita sebagai pemenang di zaman baru. SELAMAT. A.F/asp|GPIB|SGDK|20161231

YESUS BINTANG PENUNTUN JALAN HIDUP



Bacaan : Kitab Matius 2: 1 – 6
PENGANTAR
Injil Matius ditulis dan ditujukan kepada jemaat Kristen yang berlatar belakang Yahudi.
Orang-orang Yahudi selalu menganggap/mengakui diri sebagai anak-anak / keturunan Abraham secara lahiriah, dan Abraham adalah Bapa leluhur mereka. Orang-orang Yahudi juga masih selalu menganggap Daud sebagai raja idaman. Mereka tetap memiliki pengharapan mesianis; bahwa raja/mesias dari keturunan Daud masih akan datang untuk memerintahdan memulihkan kerajaan Israel. Ini menjelaskan bahwa orang-orang Yahudi belum mengakui Yesus sebagai Mesias/Raja dari keturunan Daud.
Injil Matius ditulis untuk meyakinkan jemaat Kristen bahwa Yesus adalah keturunan Abraham. Yesus juga adalah Mesias/Raja dari keturunan Daud; Yang Diurapi; Anak Allah. Hal ini tampak dalam kisah kehidupan-Nya; sejak kelahiran, pelayanan, penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga. Itu sebabnya, penginjil secara sadar memulai tulisannya dengan menyajikan silsilah Yesus, anak Abraham, anak Daud.
Dengan cara demikian, jemaat mau diingatkan dan diyakinkan bahwa mereka tidak perlu menunggu mesias yang lain. Karena Mesias yang dinantikan dari keturunan Daud telah datang, yaitu Yesus. Jemaat Kristen juga diingatkan supaya tidak membiarkan orang-orang Yahudi tertentu memengaruhi dan menarik mereka kembali kepada Yudaisme yang terus menanti kedatangan Mesias dari keturunan Daud.
MEMAHAMI TEKS DALAM KONTEKS
Teks bacaan kita dimulai dengan tempat Yesus Lahir, yaitu di Betlehem, di tanah Yehuda. Betlehem (Rumah Roti), pada zaman dulu disebut Efrat atau Efrata. Betlehem adalah rumah atau kota Daud (1 Samuel 16:1; 20:6). Hal ini menjelaskan bahwa Yesus adalah Raja dari keturunan
Daud; sebagaimana telah dinubuatkan oleh nabi Mikha. “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, daripadamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” (Mikha 5:1)
Teks kita juga menyebut nama raja yang berkuasa pada saat Yesus lahir, yaitu Herodes; seorang keturunan Idumea (Edom), yang di-Yahudi-kan. Ia sangat berjasa kepada Roma dalam peperangan melawan Palestina. Sehingga menjadi gubernur pada tahun 47 sM dan mendapat gelar raja pada tahun 40 sM dan memerintah sampai tahun 4 sM. Herodes adalah raja yang keras, kejam dan selalu curiga. Ia tidak segan membunuh orang-orang lain, bahkan anggota keluarganya sendiri, jika dianggap dan dicurigai ingin mengambil kedudukan dan kuasanya. Meskipun kejam dan tirani, tetapi Herodes selalu berusaha menyenangkan dan mengambil hati orang-orang Yahudi dengan membangun Bait Allah, meringankan pajak, menyediakan pangan. Tujuannya agar orang-orang tidak berontak melawan dia, tetapi selalu patuh dan mendukung pemerintahnya.
Dengan mengisahkan demikian, penginjil ingin mempertentangkan antara Yesus, raja Yehuda dari keturanan Daud yang sesungguhnya dengan Herodes, raja Yehuda yang bukan dari keturunan Daud. Yesus adalah  raja damai dipertentangkan dengan Herodes sebagai raja tirani dan kejam.
Kisah selanjutnya menampilkan kedatangan orang-orang majus dari Timur, ke Yerusalem. Mereka adalah orang-orang pintar dan bijak yang bisa melihat tanda-tanda di langit melalui bintang dan meramalkan kejadian yang akan datang. Karena itu, ketika melihat bintang raja terbit di langit, mereka yakin bahwa seorang raja Yahudi telah lahir. Seorang raja yang besar dan penuh kuasa. Oleh karena itu, mereka rela meninggalkan negeri dan pekerjaan, menempuh perjalanan jauh dan datang ke Yerusalem. Mereka yakin bahwa Yesus sebagai raja orang-orang Yahudi telah lahir di Yerusalem. Sebab Yerusalem adalah pusat kekuasaan politik dan keagamaan orang-orang Yahudi. Herodes juga bertempat tinggal di dalam kompleks Yerusalem. Mereka tidak tahubahwa Yesus lahir di Betlehem. Tetapi dengan cara hadir di Yerusalem dan bertanya-tanya, “Di mana Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah-Nya” para majus telah memberitakan tentang kelahiran Yesus, raja dari keturunan Daud kepada Herodes dan orang-orang di Yerusalem.
Berita ini membuat Herodes terkejut, gusar, gelisah dan marah karena takhta dan kedudukannya terancam oleh raja yang baru lahir. Hal ini mengemparkan seluruh Yerusalem karena takut terhadap tindakan kejam yang akan diambil Herodes. Namun, sebelum bertindak, Herodes berusaha mencari informasi dari para imam, farisi dan ahli Taurat tentang kapan dan di mana raja orang Yahudi dilahirkan. Herodes pun mengetahui bahwa Yesus, raja orang Yahudi, lahir di Betlehem.
KHOTBAH
Tahun ini Hari Natal bertepatan dengan Hari Minggu. Banyak warga gereja mungkin kecewa dan mengeluh karena hari libur Natal berkurang. Namun jika kita merenung bahwa Yesus Kristus, Tuhan atas waktu, bahkan Dia sebagai sang Waktu telah menciptakannya demikian maka sesungguhnya ada hikmat yang bisa kita peroleh. Sehingga perayaan Natal tahun ini mesti menjadi perayaan besar sarat makna bagi perjalanan hidup kita.
Hari Natal adalah hari  Lahir Yesus Kristus. Allah mengambil rupa manusia dan lahir sebagai seorang bayi yang polos, miskin dan hina. Hari Minggu adalah hari kebangkitan Yesus Kristus dari kematian; mengalahkan segala kuasa dunia; baik dunia orang hidup, maupun dunia orang mati. Jadi, jika dua Hari Raya ini dirayakan bersamaan maka maknanya jelas, bahwa Yesus Kristus lahir untuk menjadi pemenang. Apa dan bagaimana pun keadaan ketika Ia lahir, tidak menghalangi atau merintangi-Nya untuk meraih kemenangan. Bahwa kemenangan yang diraih bukan tanpa pengorbanan, tetapi justru dengn pengorbanan besar. Bahwa kemenangan Yesus Kristus merupakan kemenangan Allah, bahkan kemenangan seluruh ciptaan; kemenangan gereja dan orang percaya atas kuasa dosa yang merusak dan mematikan. Oleh karena itu, perayaan Hari Natal tahun ini mesti menjadi moment kelahiran baru bersama Yesus Kristus. Sehingga, kita pun akan mengalami kemenangan di setiap langkah dan jalan serta seluruh karya-layan hidup kita, meskipun banyak tantangandan rintangan menghadang.
Mencapai kemenangan tanpa tantangan, rintangan dan hambatan iman adalah kemenangan murahan. Kemenangan sejati akan diraih jika kita berjuang dalam hidup melawan kekuatan-kekuatan dunia yang kejam dengan memandang pada Yesus, sang Bintang Penuntun jalan hidup. Sebab hanya Yesus yang mampu menuntun sampai ke tujuan akhir, yaitu kemenangan sejati. Mseperti para majus yang rela meninggalkan tempat tingal dan menmpuh perjalanan jauh karena melihat bintang raja terbit di Timur. Bintang itu menuntun mereka sampai ke Yerusalem, pusat kekuasaan politik dan keagamaan. Di tengah situasi yang mencekam, karena berita tentang kelahiran Yesus, raja orang Yahudi disampaikan kepada Herodes, para majus tidak takut. Mereka sangat yakin bahwa kekuatan yang terpancar dari bintang yang mereka lihat akan menarik dan menuntun mereka sampai tujuan, yakni berjumpa dengan Yesua. Keinginan dan motivasi mereka tulus murni untuk menyembah Yesus, sang Raja Damai, membuat mereka mampu melewati setia hambatan dalam ketidaktahuan dengan tenang.
Tidak sedikit dari kita telah sampai di tujuan pencarian dalam hidup. Ada yang sesuai rencana-rencana yang kita susun di awal melangkah. Tetapi mesti diakui bahwa ada lebih banyak yang tidak kita rencanakan sebelumnya, itulah yang kita capai. Itulah mujizat karena kita menjalani kehidupan dan melakukan seluruh aktifitas kita dengan memandang pada Yesus. Karena itu, kita tidak perlu berbangga diri atas semua pencapaian diri. Kita tidak perlu resah, kecewa dan berkeluh karena Hari Natal bertepatan dengan hari Minggu. Sebaliknya, kita tetap tenang dan tetap mengarahkan pandangan dan visi hidup kita selanjutnya kepada Yesus, sang  Bintang Penuntun Jalan Hidup. Jalani setiap jejak hidup dengan motivasi yang tulus dan murni, yakni sebagai sebuah model penyembahan kepada Yesus. Dengan demikian, kita akan mampu mengatasi dan melewati setiap rintangan dan hambatan sebesar apa pun.
Yesus adalah “Bintang” yang menerangi dan menuntun jalan hidup kita menuju masa depan yang pasti cerah. Mari terima Yesus di hati kita dan serahkan hidup kita dibimbing dan dituntun oleh-Nya serta dapat bersaksi tentang nama-Nya bagi semua orang, termasuk para penguasa. A.F/asp|GPIB|SGDK|20161225

DOA; sangat besar kuasanya

YESUS MEMBUATMU BERHARGA