SEMAKIN MENGENAL TUHAN

Bacaan Amsal 8: 22-31


Mari mengenal lebih jauh jati diri hikmat. Pertama, Ia telah ada sebelum segala sesuatu diciptakan. Hikmat ada bersama-sama Allah sejak awal sampai kekal. Kedua, apapun yang diperbuat oleh Allah, hikmat memainkan perannya secara khusus. Dengan hikmat Allah merancang dan membentuk ciptaan-Nya, lalu lahirlah sebuah mahakarya yang sempurna. Ketiga, himmat mendekatkan anak-anak manusia dengan Allah.

Begitulah hikmat memperkenalkan dirinya. Siapa yang mau mengenal dan memperoleh hikmat Allah, ia harus lebih dulu mengenal Allah.
Hikmat tak dapat diberikan tanpa lebih dulu mengenal Allah, sebab hikmat tak lebih besar dari Allah. Apakah mengenal hikmat sama dengan mengenal Allah? Hati-hati, sebab ada hikmat duniawi yang amat berbeda dengan hikmat Allah. Ingatlah firman Tuhan ini: "Karena hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah." (I Kor 3:19a). Hikmat dunia adalah pikiran manusia yang bisa disusupi oleh kelicikan, sedangkan hikmat Allah itu tulus, murni dan kudus. Hikmat dunia hanya menjangkau ruang dan waktu tertentu, sedangkan hikmat Allah menjangkau kekekalan. Hikmat Allah mengerjakan sesuatu sampai tuntas, tidak setengah-setengah atau tidak berhenti di tengah jalan. Hikmat Allah mendekatkan kita pada diri-Nya, sebab itulah tujuan dan sasarannya. Kita menjadi pusat perhatian Allah oleh karena Ia melihat gambar-Nya sendiri di dalam diri kita. Dengan hikmat Allah merangkul kita untuk mengenal diri-Nya lebih dalam, untuk mengerti pikiran dan perasaan-Nya, dan untuk memahami perbuatan-Nya yang mahabesar.

Allah senang memberitahukan apa yang dipikirkan-Nya kepada kita, sekalipun kita tak dapat mengerti semuanya secara sempurna. Tidak ada seorangpun yang mampu masuk ke dalam rahasia ilahi tanpa dibimbing oleh hikmat Allah. Bila kita sudah dibawa ke sana, kita akan berkata: "O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah!" (Rom 11:33).
SBU 10 September 2011

”MEMULIAKAN TUHAN DENGAN HARTA”

Bacaan : Amsal 3 : 9 – 10
PENGANTAR
Salah satu yang disoroti oleh kitab Amsal adalah bahwa orang harus berhikmat agar dapat mengelola hartanya dengan benar, sebab tanpa hikmat harta hanya akan menimbulkan masalah. Tuhan tidak pernah melarang kita untuk memiliki harta benda dan kekayaan karena itu juga adalah karunia Tuhan. Kita tidak disuruh menjauhkan harta benda. Sebaliknya, kita diajak untuk mengelolanya dengan benar sehingga bisa menjadi berkat, baik bagi hidup kita sendiri, bagi orang lain dan bagi pekerjaan Tuhan. Kalau nas ini mengajak kita untuk memuliakan Tuhan dengan harta maka yang dimuliakan bukan hartanya, tetapi Tuhan, sang Pemberi. Hal ini melegakan sekaligus menegangkan. Melegakan oleh karena di satu sisi berarti hartabenda juga berharga di mata Tuhan, bukan hanya doa, iman, kesalehan, perbuatan baik, dan hal-hal terpuji lainnya. Di sisi lain yang menegangkan adalah karena biasanya apa yang sudah 'masuk' susah untuk 'keluar' lagi.

TELAAH PERIKOP
Sejak zaman nenek moyang Israel, umat diajarkan untuk mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, baik hasil bumi, hewan, bahkan persepuluhan. Itu bukan karena Tuhan ingin meminta kembali apa yang sudah Ia berikan, tapi karena dua alasan. Pertama, karena di dalam berkat yang diterima ada hak Tuhan yang harus disisihkan dan dikhususkan dari situ. Kedua, agar umat tahu bersyukur atas pemeliharaan Tuhan. Setiap pemberian harus dilandasi rasa syukur, ini yang penting. Kalau begitu memuliakan Tuhan dengan harta adalah sebuah tindakan iman, dan karena itu bila dikatakan bahwa "lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah" harus diimani juga sebagai janji Tuhan yang pasti. Masalahnya sekarang, kita suka kuatir dalam memberi kepada Tuhan. Padahal kalau kita mau jujur, ada banyak pengeluaran kita dalam sebulan yang tidak ada 'budget'nya seperti makan di restoran, mentraktir orang, beli ini dan itu, ikut arisan sana-sini, tapi itu tidak jadi soal bagi kita. Mengapa kita mesti berhitung ketika memberi persembahan, apalagi memberi persepuluhan dengan jujur? Mengapa kita tidak berani membuktikan kebenaran janji Tuhan itu? Memang ini soal iman dan kalau mau bertumbuh dalam iman kita harus segera memperbaiki pemahaman kita tentang memberi. Jangan kita merekayasa ayat ini dengan menganggap memuliakan Tuhan cukup dengan mulut yang memuji, hati yang besyukur, atau rajin berbuat baik. Itu saja! Kalau mesti memberi sesuai berkat yang diterima, "sekedarnya saja!" Bukan karena kita tidak mampu, tapi karena tidak mau. Lama-lama orang tanpa sadar lebih cenderung memuliakan harta daripada Tuhan!
Bagi kita harus jelas, memuliakan Tuhan tidak hanya soal hati dan mulut, atau dengan menolong sesama, tapi juga mempersembahkan sebagian harta kita untuk pekerjaan pelayanan Gereja. Sasarannya ialah melalui persembahan, baik persembahan dalam ibadah, persembahan persepuluhan maupun semua jenis persembahan syukur yang kemudian dikelola oleh Gereja untuk pelayanan dan kesaksian. Bukan kepada individu atau yayasan sosial, bukan pula kepada orang miskin dan para hamba Tuhan karena itu soal lain. Kalau sekarang GPIB menerapkan persembahan persepuluhan bagi warganya, maka berikanlah dengan taat dan tidak usah takut. Ini sekaligus menjadi tantangan iman, apakah kita mau taat atau terus berhitung. Mereka yang dengan setia sudah melakukannya sejak dulu dapat membuktikan kebenaran janji Tuhan ini. Apakah orang yang taat memberi persepuluhan - berapa pun jumlahnya - akan dibiarkan menjadi miskin? Tidak pernah! Kita harus jujur dalam hal ini.
SGU, Minggu, 04 September 2011 

Terbeban Namun Tertopang

Bacaan : Mazmur 55 : 23 – 24
PENGANTAR
Tidak seorang pun di dunia yang tidak pernah kuatir. Jika ada orang yang mengatakan selama hidupnya tidak pernah kuatir, adalah bohong. Kuatir adalah suatu perasaan akan takut, cemas, prihatin dan perasaan ini berhubungan erat dengan pikiran yang negatif yang mungkin terjadi di waktu yang akan datang, seperti: kuatir tidak naik kelas, tidak sembuh dari sakit, terjadi sesuatu dalam perjalanan, dan sebagainya. Kekuatiran adalah sebuah obsesi akan hal buruk yang mungkin terjadi. Kekuatiran suatu perasaan yang diciptakan sendiri dan membuat diri sendiri menjadi susah.
TELAAH PERIKOP
Mazmur ini merupakan ungkapan sebuah hati yang tertekan akibat berbagai tekanan, ancaman, fitnahan dan kejaran. Dalam keadaan hati yang tertekan itu, ia datang kepada Tuhan dalam sebuah permohonan yang disertai dengan keyakinan dan pengakuan.
 
Dengan keyakinan kepada Tuhan akan keselamatan kepada orang benar, Pemazmur mengajak orang lain untuk hidup secara tenang dalam pengharapan keselamatan. Bacaan ini dihubungkan dengan kehidupan Daud. Daud dalam hidupnya mengalami tekanan yang begitu berat, dikejar, diancam oleh raja Saul. Raja Saul dengan kekuasaan yang dimilikinya, tiada henti mengejar Daud. Dalam kondisi seperti itulah, Daud mengalami kekuatiran. Di dalam kekuatiran, terus menerus dikejar dan diancam, Daud datang memohon pertolongan Tuhan. Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan. Lewat pengalaman hidupnya, tertekan, terancam, tertindas, Pemazmur datang kepada Tuhan dan menyerahkan orang-orang yang berlaku jahat terhadap dirinya. Tetapi Engkau, ya Allah, akan menjerumuskan mereka ke lubang sumur yang dalam; orang penumpah darah dan penipu tidak akan mencapai setengah umurnya. Pemazmur begitu yakin bahwa Tuhan memelihara orang-orang benar dan Tuhan tidak akan membiarkan orang-orang benar hidupnya menjadi goyah. Menyerahkan kekuatiran kepada Tuhan merupakan pernyataan iman Pemazmur kepada Tuhan yang memeliharanya.

Secara psikologis, kekuatiran adalah hal yang wajar. Ketika kita sedang mengalami berbagai persoalan hidup, kekuatiran muncul. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, kita harus percaya bahwa Tuhan tidak meninggalkan, membiarkan kita hidup dalam kekuatiran terus menerus karena berbagai tantangan dan persoalan hidup. Segala kekuatiran yang ada dalam diri kita, kita serahkan kepada Tuhan karena Tuhanlah yang memelihara hidup umat-Nya.
PERTANYAAN UNTUK DIPERCAKAPKAN
1. Ketika berbagai tantangan dan persoalan muncul dalam kehidupan kita, muncul kekuatiran. Coba percakapkan, mengapa kita kuatir?
2. Kekuatiran itu kita yang menciptakan dan ketika muncul kekuatiran dalam diri kita yang terjadi adalah hidup ini menjadi tidak tenang, was-was dan bingung. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, apa yang harus kita lakukan ketika kekuatiran itu terjadi dalam hidup kita?
(Sabda Guna Krida;  Minggu, 28 Agustus 2011)

MANUSIA YANG BERAKHIR SEBAGAI HEWAN

Bacaan : Mazmur 49 : 21
Sabtu, 20 Ags 2011
Saudara Terkasih...
Apakah bedanya manusia dan binatang? Seorang ahli antropologi mengatakan bahwa manusia adalah "binatang yang tak tuntas (unfinished animal)." Maksudnya, mungkin agak mirip dengan binatang. Bedanya, kalau binatang itu ibarat barang buatan dia telah selesai dibuat, sedangkan manusia adalah barang belum selesai. Kalau selesai, ya dia menjadi binatang. Lalu pertanyaannya apa beda binatang dengan manusia itu? Bisa dilihat dari seekor anjing. Sekarang ini anjing-anjing sudah dimanjakan sedemikian rupa dengan makanan yang khusus dibuat untuk anjing (dog food). Seharusnya karena makanan-makanan khusus itu, anjing-anjing yang demikian itu tidak akan lagi tertarik pada makanan-makanan yang tidak begitu. Nyatanya tidak demikian. Seekor anjing peliharaan yang sudah dimandikan dan dirawat dengan baik pun, ketika terlepas dari tali pengikatnya, akan mendekati tempat pembuangan sampah yang bau. Mungkin ia akan mencium dan mengorek-ngorek sampah di tempat tersebut. Dia tetap anjing karena siklus hidupnya adalah siklus yang sudah tuntas dna dia hanya bisa hidup mengikuti naluri tersebut. Anjing sama sekali tidak memiliki peluang hidup di luar siklus naluri itu. Karena manusia adalah binatang yang tidak tuntas, karena ia dikaruniai akal dan budi, maka ia bisa terbebas dari siklus naluri itu sehingga tidak seperti anjing atau binatang lainnya. Itulah yang membedakan manusia dari binatang lainnya. Manusia yang nampaknya bergelimang kesuksesan atau kekayaan dalam ayat 17-20, dalam bahasa pemazmur tidak mempunyai pengertian (akal dan budi), sama saja dengan binatang. Bahkan lebih buruk lagi, dibinasakan karena dianggap tidak berguna. Termasuk dalam kategori ini, mereka yang merancang kejahatan karena merasa diri benar. |SBU|

Makna Sebuah DOA

Yeremia 14: 7-9
 
Saudara terkasih.....
Setiap orang percaya tentu tahu pentingnya doa. Tetapi semua orang juga menyadari betapa sulitnya berdoa dengan sungguh hati. Seorang anak misalnya, ketika masih duduk di kelas satu Sekolah Dasar sering diajak berdoa sebelum tidur. Sambil tidur dia mengatakan, "Aku sudah capek nih. Besok saja ya berdoanya, Tuhan juga ngerti kalo aku sudah capek." Yeremia, nabi Tuhan meratapi dengan sungguh pergumulan umat di zamannya. Ia menempatkan diri sebagai umat yang sangat bergumul atas berbagai hukuman Tuhan.
 Sementara itu umat sendiri tidak tergoyahkan oleh berbagai hukuman. Mereka tetap menolah Tuhan. Yeremia tidak lagi berharap umat yang tegar tengkuk itu dapat berbalik kepada Tuhan. Apa yang dapat Yeremia lakukan? Apakah ia membiarkan umatnya merana? Yeremia bertelut dan menaikkan doanya. Ia mewakili umat merendahkan diri di hadapan Tuhan. Mengaku segala dosa dan kesalahan, seraya memohon pengampunan dan pertolongan serta pemulihan. Yeremia menyadari benar bahwa tidak ada yang lain selain Tuhan, yang mampu bertindak. Yesus juga berdoa syafaat bagi dunia. Hal ini menunjukkan betapa doa merupakan nafas kehidupan orang percaya. Doa yang lahir dari hati yang tulus adalah sangat penting bagi kehidupan beriman. Di beberapa jemaat GPIB, diadakan doa subuh. Di GPIB "Sola Gratia" Bogor doa subuh dialihkan menjadi Doa Malam untuk menampung kerinduan jemaat yang ingin bergabung tetapi terhambat jika dilaksanakan di waktu subuh. Apapun namanya doa jemaat yang sehati sepikir adalah kegiatan positif. Melaluinya jemaat terbina mempraktekkan doa. Dalam doa, Roh Kudus mengambil bagian, Roma 8: 26-27. Kiranya kehidupan beriman kita dibarui melalui doa pribadi maupun doa bersama, sehingga kita dimampukan menjadi berkat bagi sesama. (SBU, Kamis 11.08.11)

TIDAK ADA KESEMBUHAN TETAPI KENGERIAN

Bacaan : Yeremia 8: 14-15
Saudara ....  
Jika hukuman sudah di depan mata dan tidak lagi bisa terhindarkan maka reaksi orang umumnya adalah: Pertama, bersikap pasrah menerima kenyataan. Apalagi didasari bahwa hukuman tersebut akibat dosa yang telah dilakukan. Kedua, bersikap melawan atau membela diri karena tidak menerima kenyataan yang terjadi. Kedua sikap ini ditunjukkan oleh umat Yehuda ketika menyadari bahwa hukuman Tuhan tidak lagi bisa terhindarkan. Ada yang duduk-duduk saja; seolah-olah tidak percaya akan hukuman yang sudah di depan mata. Mereka pun merenung dan mengakui bahwa hukuman tersebut akibat dosa yang mereka lakukan. Namun, ada yang kecewa dan gelisah karena tidak menerima kenyataan bahwa umat Tuhan pun dihukum. Mereka mengungkapkan kekecewaannya kepada Tuhan. Mengapa Tuhan membiarkan umat-Nya binasa? Mengapa Tuhan tega membinasakan umat-Nya? Sebagai umat Tuhan, mereka mengharapkan damai dan waktu kesembuhan. Tetapi mengapa yang mereka terima dan alami justru sesuatu yang tidak baik dan yang mengerikan? Tuhan tidak pernah memberikan sesuatu yang tidak baik kepada kita umat-Nya. Tuhan selalu memberikan yang terbaik dan sesuai kerinduan hati kita. Jika kita mengharapkan damai, Tuhan pasti akan memberikan damai; mengharapkan kesembuhan akan mendapatkan kesembuhan. Masalahnya, ketika sudah menerima yang terbaik dari Tuhan, kita justeru melupakan Dia dan mengabaikan semua perintah-Nya. Dalam setiap hal yang dilakukan, kita tidak berusaha menyenangkan hati Tuhan. Sebaliknya, menyakitkan hati-Nya. Inilah yang menyebabkan kita mengalami hal-hal tidak baik dan tidak sesuai harapan dalam hidup kita.
Tuhan sudah mengutus Roh Kudus-Nya untuk mengurapi dan membaharui kita. Karena itu, mari kita selalu meminta pertolongan Roh Kudus agar semua yang kita lakukan adalah kebenaran dan kehendak Tuhan saja. Maka apa pun yang kita harapkan dalam hidup kita, itulah yang akan Tuhan berikan.

JANGAN BERLAKU TIDAK SETIA

Bacaan : Lukas 19:21-24
Dalam perumpamaan ini Yesus menjelaskan bahwa sikap tidak setia menggunakan pemberian bangsawan itu akan menuai risiko hukuman dari tuannya. Ada berbagai alasan yang menyebabkan hamba ini berlaku tidak setia pada tugasnya. Antara lain karena tuannya dianggap memiliki sifat keras, sehingga menimbulkan rasa takut. Ia berdiam diri dengan harapan tidak akan salah bertindak dan menadpat hukuman dari tuannya. Padahal tuannya berharap agar ia mau berusaha dan bertanggungjawab. Kehadiran Yesus utusan Allah Bapa, menampakkan hadirnya Kerajaan Allah.
 Ia akan datang kembali sebagai Raja Kerajaan Allah yang sempurna. Masa antara kenaikan Yesus ke sorga dengan kedatangan-Nya kembali merupakan masa di mana kita sebagai anak-anak-Nya memiliki tugas panggilan mempertanggungjawabkan pemberian-Nya. Persoalannya bagaimana kita sungguh-sungguh menyadari tugas ini dan berusaha secara optimal melaksanakannya? Bagi kita yang berusaha menggunakan pemberian-Nya demi mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah yang penuh dengan damai sejahtera itu, akan mendapatkan berkat yang setimpal dari Tuhan kita Yesus Kristus. Sebaliknya bagi kita yang telah menerima pemberian Tuhan, mendiamkan dan tidak menggunakannya, membuat Tuhan kecewa. Ia akan mengambil kembali pemberian tersebut dari kita, sementara bagi orang lain yang setia pada-Nya akan mengalami nilai tambah daripada-Nya. Kesadaran untuk melaksanakan tugas panggilan-Nya dengan tanggungjawab mendorong kita dengan sungguh-sungguh melaksanakan tugas panggilan-Nya, sehingga kita semua dan sebanyak mungkin mengalami damai sejahtera-Nya. Maka jika anda dicobai untuk tidak setia, lawanlah godaan itu agar anda bisa bebas dari hukuman-Nya.
KJ. 260: 3
Doa: Kita mendoakan umat yang tidak setia pada tugas panggilan Tuhan supaya sadar melaksanakan tugas itu dengan bertanggungjawab

MENCINTAI, MENERIMA, MEMBINA

Kidung Agung 4: 8-15
Jumat, 15 Jul 2011

Perikop kita menunjukkan bagaimana sang mempelai laki-laki menyapa mempelai perempuan. Ada dua kali sapaam menggunakan kata 'pengantinku'. Tapi ada tiga kali sapaan menggunakan kata 'dinda pengantinku'. Penulis mau menunjukkan pandangan pengantin laki-laki terhadap pengantin perempuan. Bahwa pengantin perempuan memang pengantinnya. Tetapi pasti pengantin perempuan lebih muda daripada pengantin laki-laki.
 Dalam hubungan itulah maka pengantin perempuan dipanggil dinda. Dinda setara dengan adik yang pasti berarti lebih muda. Orang yang lebih muda, pasti lebih kurang pengalaman hidupnya dan karenanya rentan terhadap pengaruh zaman. Kadang-kadang ini bisa berakibat pada perilaku yang sembrono. Tapi dengan tuntunan yang baik pasti yang muda ini akan berkembang pesat dan menjadi arif dalam menghadapi kehidupan. Beginilah cara Tuhan memandang Gereja-Nya. Gereja selalu dihargai dan dicintai Tuhan Allah selayaknya mempelai perempuan dicintai oleh mempelai laki-laki. Gereja juga selalu rentan terhadap pengaruh zaman. Namun tetap saja Gereja ini dicintai oleh Tuhan. Orang-orang yang lebih muda memang lebih rentan terhadap pengaruh zaman dan karena itu bisa saja khilaf. Tapi mereka tetap saja dicintai oleh Tuhan. Ini yang penting.
Hari ini kita merayakan HUT Pelayanan Kategorial Gerakan Pemuda. Orang-orang muda, adalah masa depan Gereja. Gereja harus mencintai, menerima, dan membina orang-orang muda ini dengan segala kekurangan dan kelemahan mereka. Sebab pada diri mereka sendiri mereka juga tidak ingin tetap ada dalam kekurangan dan kelemahan. Suatu gerak maju baik dari orang muda, baik dari Gereja secara keseluruhan akan memungkinkan kita memiliki orang-orang terbaik, kuat dan tangguh di masa depan. Selamat Ulang Tahun Pelkat GP.
KJ. 355:3
Doa: Agar Tuhan memberkati pelayanan pelkat GP sebagai dasar bagi kiprah Pemuda Gereja dalam masyarakat

"CINTA, CANTIK, CITA"

Bacaan : Kidung Agung 1: 2-6.

“… karena cintamu lebih nikmat dari pada anggur, harum bau minyakmu, bagaikan minyak yang tercurah namamu…”  (ay. 2b,3a)
Orang bisa bertanya, apa makna rohani nas ini. Yang terbaca hanya yang lahiriah belaka, yang lumrah ketika orang jatuh cinta. Yang wanita menyatakan dirinya cantik, walaupun hitam kulitnya. Hitam karena teriknya matahari, katanya, ketika disuruh menjaga kebun anggur (ay.5-6). Ia tidak menyembunyikan kekagumannya terhadap pria yang didambakannya. Kata-kata sanjungan atas sosok dan penampilan pria terucapkan. Cita rasa tercetus serta merta karena hubungan cinta.
Karena cinta terjalin hubungan antara dua insan. Hubungan yang istimewa itu adalah bagian dari pada hidup, yang menjadi cikal bakal kehidupan baru. Ketika Adam dipertemukan dengan pendampingnya, seorang perempuan, tercetus gejolak cintanya: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki” (Kej. 2:33). Perempuan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari laki-laki. Ia menjadi sesama yang melekat dan dekat pada diri laki-laki. Tuhan sudah menetapkan bahwa kehidupan ini selalu dalam kebersamaan, bukan dalam keseragaman.
Tidak dapat dihindari perjumpaan antar sesama dalam kebersamaan hidup yang begitu majemuk. Acapkali orang merasa lebih aman dan tenteram pada kehidupan yang serba seragam dengan latarbelakang yang sama. Sesama dalam cita rasa itu biasanya  dimaksudkan ‘orang-orang sebangsa’ dengan budaya dan agama yang sama (baca Imamat 19:18).
Ketika Yesus mengutip nas dari Imamat dan menyebutnya ‘hukum yang kedua’. Tidak ada pemahaman di dalamnya bahwa sesama itu orang yang berlatarbelakang sama. Bahkan musuh pun adalah sesama (Mat.5:44), cita rasa yang begitu akrab antara Kristus dan jemaat digambarkan oleh Paulus, laksana hubungan kasih antara suami dan isteri. Kasih adalah  sendi hidup yang tertuju kepada sesama, tanpa menuntut balas jasa (Yoh.3:16). Di bukit Golgota Ia wujudkan kasih itu sepenuhnya.

BERANI BERTANGGUNG JAWAB

Bacaan : Keluaran 22 : 14-17
      Masalah yang sering terjadi dalam kehidupan manusia, dari dulu sampai sekarang adalah terkait pinjam meminjam dan sewa menyewa. Demikian juga masalah seksual, seperti seorang laki-laki membujuk seorang anak perempuan untuk tidur dengannya. Jika dicermati maka tampak bahwa masalah tersebut sangat kena mengena dengan kebutuhan manusiawi. Artinya, orang meminjam uang atau menyewa sesuatu barang, seperti rumah atau kendaraan, karena belum memiliki, dan sangat membutuhkan. Juga dalam hal seorang laki-laki membujuk seorang perempuan adalah karena ia (laki-laki) membutuhkan teman tidur, sekaligus untuk melampiaskan nafsunya.
 
     Upaya pemenuhan kebutuhan tersebut terkadang menjadi masalah yang mengancam kerukunan dan ketentraman masyarakat oleh karena belum adanya aturan baku yang mengaturnya. Apalagi orang yang meminjam atau menyewa tidak bertanggung jawab. Terkadang barang yang dipinjam rusak atau hilang, tanpa penggantian yang layak.
     Dalam kehidupan masyarakat Israel sebagai masyarakat agamis, Musa memandang perlu mengatur masalah tersebut. Pertama, supaya masing-masing pihak tahu hak dan kewajibannya, terutama dalam hal meminjam dan menyewa. Kedua, agar kehidupan moral etis warga Israel terjaga dan tertata dengan baik. Inti dari aturan yang ditetapkan Musa adalah bahwa orang yang meminjam atau yang ditetapkan Musa adalah bahwa orang yang meminjam atau yang menyewa atau yang meniduri seorang perawan harus bertanggung jawab.
    Firman Tuhan mengingatkan kita selalu bertanggung jawab dalam segala hal yang kita lakukan. Dengan melakukan segala sesuatu secara bertanggung jawab maka dipastikan bahwa kehidupan kita di tengah masyarakat akan makin tentram, damai dan sejahtera. Karena kita melakukan sesuatu bukan hanya untuk diri kita semata tetapi juga kepada sesama.

KEKERASAN FISIK DAN PENGANIAYAAN SESAMA

(Keluaran 21 : 26 – 27)
Minggu, 26 Jun 2011
Saudara terkasih...
     Masih adakah perasaan belas kasihan dan nilai-nilai luhur untuk memper-tahankan kehidupan yang saling menghargai sesama manusia? Masih adakah nilai-nilai manusiawi tertanam dalam hati setiap manusia, sehingga hukum rimba tidak berlaku dalam hidup sesama manusia? Jika dikatakan bahwa belas kasihan dan nilai-nilai manusia masih ada dalam kehidupan mengapa masih banyak manusia yang lebih senang menciptakan penderitaan sesama daripada sukacita bagi sesama? Sekarang ini banyak sekali penderitaan yang dialami oleh manusia akibat dari perbuatan manusia sendiri. Bahkan tidak sedikit manusia yang harus kehilangan organ tubuh sehingga menjadi cacat karena kekerasan fisik dan penganiayaan yang terjadi. Yang sangat mengenaskan mereka yang menjadi korban adalah masyarakat kecil bahkan mereka yang harus menjadi tulang punggung keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup.
 
     Ada banyak kekuasaan dan materi yang banyak dimiliki manusia bukan menciptakan kepedulian di antara sesama manusia tetapi justru digunakan untuk menguasai dan berbuat sewenang-wenang kepada orang lain, akibatnya nilai-nilai kemanusiaan yang melekat pada diri sesama manusia menjadi hilang. Kekerasan dilakukan untuk merampas harkat manusia. Sesama manusia menjadi sangat menderita, di pihak lain ada kebanggaan yang hadir pada saat mampu membuat orang lain menjadi menderita. Inilah kenyataan hidup masa kini di mana manusia merasa berhak untuk melakukan apa saja yang disukainya, tanpa ada rasa takut akan tanggungjawabnya kepada Allah.
     Menciptakan atau membuat sesama manusia menderita memang bukan sesuatu hal yang baru dalam kehidupan sesama manusia. Maksudnya adalah bahwa sejak jaman bangsa Israel atau dalam Perjanjian Lama situasi ini telah berlangsung. Para tuan memberlakukan budaknya laki-laki dan perempuan dengan tidak lagi manusiawi. Mereka bukan lagi hanya bekerja keras pagi, siang dan malam untuk mengikuti kemauan tuannya dan bukan pujian atau upah yang mereka terima. Namun banyak yang masih menerima kekerasan fisik dan penganiayaan dari tuannya; bukan hanya rasa sakit yang harus mereka tanggung, tetapi juga kehilangan organ tubuh yang membuat mereka menjadi cacat seumur hidupnya. Walaupun mereka hanya budak yang tidak memiliki hak atas diri mereka sendiri bukan berarti bahwa mereka layak untuk menerima perlakuan yang keji. Bagaimanapun mereka juga adalah manusia ciptaan Allah yang harus dihargai kemanusiaannya. Inilah yang menjadikan Alkitab yang adalah Peraturan Allah memuat tentang hukum yang mengatur tentang kekerasan fisik dan penganiayaan yang dialami oleh budak-budak pada waktu itu. Peraturan ini memuat tentang hak budak untuk menerima kemerdekaan dan pembebasan jika mereka mengalami kekerasan fisik dan penganiayaan serta membuat mereka harus kehilangan organ tubuhnya. Para majikan harus melaksanakan aturan ini tanpa syarat dan tentunya ini akan mengakibatkan kerugian bagi majikan itu sendiri, karena mereka akan kehilangan budak yang harus didapatkan dengan harga yang mahal. Dengan perhitungan akan mengalami kerugian yang besar, maka para majikan akan berhati-hati lagi memberlakukan budak mereka dan menghindari kekerasan fisik dan penganiayaan terhadap budaknya apalagi sampai menghilangkan salah satu organ tubuh mereka. Peraturan Allah ini akan meminimalkan bahkan akan menghilangkan kekerasan fisik dan penganiayaan bagi budak-budak pada waktu itu serta menjunjung nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Ada yang lebih utama lagi dari Peraturan Allah ini yang memelihara, menjaga dan melindungi hak manusia untuk hidup sebagai ciptaan Allah yang sering terabaikan dan terlupakan oleh manusia sendiri.
     Kekerasan fisik dan penganiayaan manusia terbukti masih terus terjadi sekarang ini. Sudah banyak korban yang berjatuhan akibat dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya. Bahkan bukan hanya kehilangan organ tubuh saja tetapi juga harus kehilangan nyawa. Perlindungan Hukum Allah dan hukum negara sekarang ternyata tidak memberikan kesadaran bagi para majikan untuk lebih bersikap manusiawi terhadap buruh dan pekerja. Hal ini sangat memprihatinkan, karena nilai-nilai kemanusiaan berada dalam titik yang terendah. Jeritan dan perjuangan buruh dan pekerja seolah-olah hilang oleh semakin kejamnya perlakuan terhadap tindakan para majikan. Akibatnya banyak kehidupan para buruh dan pekerja yang berasal dari masyarakat bawah semakin menderita, karena tidak memiliki daya untuk keluar dari kekerasan fisik dan penganiayaan yang datang dari masyarakat atas yang memiliki kuasa yang besar. Praktek-praktek perdagangan manusia juga menambah daftar kekerasan fisik dan penganiayaan yang dialami dalam kehidupan sesama manusia. Menyedihkan sekali karena yang menjadi korban mereka yang berada di bawah umur. Peristiwa ini bukan hanya membuat korban perdagangan manusia yang ikut menderita tetapi penderitaan itu juga dialami oleh setiap keluarga yang kehilangan anggota keluarganya. Melihat realitas yang ada sekarang ini maka bisa kita simpulkan bahwa penderitaan dalam kalangan masyarakat bawah semakin meningkat dan perlu mendapat perhatian dari semua pihak dan perlu meningkatkan kesadaran kepada para majikan agar lebih manusiawi terhadap kehidupan para pekerja dan buruh.
     Kekerasan fisik dan penganiayaan sesama manusia di Indonesia sekarang ini ternyata tidak hanya dialami oleh mereka yang berasal dari masyarakat kalangan bawah saja, tetapi juga harus dialami oleh masyarakat yang berasal dari kelompok penganut agama yang kecil, karena kekerasan fisik dilakukan oleh masyarakat penganut agama terbesar. Hal ini mengakibatkan tidak adanya lagi kebebasan dan kemerdekaan untuk menjalankan ibadah. Seharusnya pemerintah yang adalah alat Allah (lih. Roma 13:1) memberikan perlindungan yang nyata bagi setiap warga negaranya, sehingga tercipta suasana damai dan suka cita dalam kehidupan ini, terlebih warga negara tidak diliputi oleh kekhawatiran dan ketakutan.

Pertanyaan untuk Diskusi :
1. Apa yang ingin disampaikan oleh firman Allah hari ini ?
2. Sebutkan bentuk-bentuk kekerasan fisik dan penganiayaan yang terjadi dalam hidup sesama manusia dan terjadi di sekitar kita !
3. Apa yang harus dilakukan Gereja dan orang percaya sekarang ini dengan semakin meningkatnya kekerasan fisik dan penganiayaan yang terjadi ?
(Sabda Guna Krida)

KERAGAMAN ADALAH RAHMAT ILAHI

1 Korintus 12;12-26

Saudara terkasih....
      Realitas (kenyataan) serta Otoritas (kuasa) Ilahi yang memberikan pencerahan (hikmat dan pengetahuan) perihal makna kehidupan bagi semua makhluk ciptaan Tuhan melalui kisah penciptaan mula-mula sebagaimana yang dicatat dalam Kitab Kejadian, menyatakan bahwa Allah menghendaki "kepelbagaian". Bahwa "keragaman" atau "keberagaman" itu adalah dari Allah. Karena  ia berasal dari Allah atau karena ia adalah juga bagian dari ordo penciptaan Allah-meski tidak langsung, namun terdapat di dalam keberadaan seluruh ciptaan Allah -, maka "kemajemukan" atau "pluralistik" atau "keragaman" itu adalah indah dan baik adanya. Sedangkan, karena kehidup[an yang "seragam"  atau uniform atau cuma satu rupa/bentuk itu adalah bukan merupakan bagian dari ordo penciptaan Allah (bukan kehendak Allah), maka bila ia dipaksakan untuk secara mutlak dan terus-menerus diberlakukan dalam kehidupan ini, akan menimbulkan masalah kemanusiaan bahkan akan menimbulkan kejahatan kemanusiaan yang menyebabkan celaka, petaka dan bencana yang mengerikan. Sebutlah misalnya : kengerian dari bencana kemanusiaan yang dialami oleh kaum Yahudi dari rezim Nazi yang dipimpin Adolf Hitler sebelum perang duania ke dua; kengerian yang terjadi di 'ladang pembantaian' warga non komunis oleh rezim komunis Khemer Merah di Veitnam pada sekitar tahun 1970-an; kengerian akibat gnosida : pembersihan (dengan pembantaian) etnis Bosnia oleh penguasa Hersegovina; kengerian dari tindak kekerasan atas nama agama di negeri ini sebagaimana yang pernah terjadi di Ambon dan di Poso serta yang terjadi beberapa waktu lalu di Cikeusik (pembantaian terhadap umat Ahmadiah) dan di Temanggung : pengrusakan dan pembakaran Gereja. Inilah contoh-contoh daari kenyataan yang terjadi akibat pemaksaan kehendak dari apa yang Tuhan tidak kehendaki.
     Selain dari pada beberapa catatan mengenai bencana kemanusiaan yaang mengerikan tersebut diatas, bila kecerdasan kita juga kita gunakan untuk menelaah catatan sejarah tentang kegagalan dua perang besar bermotif agama pada zaman dulu untuk tujuan "Kristenisasi" dan Islamisasi"' menunjukan bahwa, Tuhan tetap tidak berjkehendak umat ciptaan-Nya menggunakan kekerasan atas nama agamauntuk memaksakan kehendak guna terjadinya keberdaan hidup yang 'seragam'; bukan 'beragam' sebagaimana yang Tuhan mau. Akibatnya yang terjadi adalah bukan kedamaian dan kesejahteraan hidup melainkan kesusahan dan penderitaan yang tiada berujung, sampai peperangan demi pewujudan ambisi dan nafsu kedagingan yang berkedok petahuan pada perintah agama itu manusia hentikan.
     Akan halnya "kepelbagaian" atau "keragaman" yang terjadi di Korintus  akibat dorongan semangat dan kreatifitas untuk membangun dan meningkatkan pelayanan sehingga bermunculan kelompok-kelompok pelayanan di jemaat Korintus. Secara teologis dan secara sistematika (managemen-pelayanan) bagi Paulus merupakan hal yang sebenarnya dapat bermakna positif dan prospektif (menjanjikan); suatu dinamika berjemaat yang berpotensi dapat merubah kelemahan menjadi kekuatan dan tantangan menjadi peluang untuk mewujudkan kebersamaan yang berdaya-guna dan berhasil-guna menghadirkan shalom bagi pembangunan jemaat (pembangunan tubuh Kristus). Itulah sebabnya dalam bagian dari perikop bacaan kita Paulus menulis : "...Allah telah memberi kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya. Andaikata semuanya adalah satu anggota, di manakah tubuh? Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh... Supaya jangan terjadi perpecahan di dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan." (ayat 18-21, 25).
     Perhatikan kalimat : "... Allah telah memberi kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya.."  dalam nas bacaan kita. Dengan menganalogikan (mengibaratkan) kepelbagaian (keragaman) peran dan fungsi serta tanggung-jawab dalam berjemaat atau dalam menanggung-jawabi pelayanan dalam berjemaat bagaikan "anggota-anggota tubuh" yang Tuhan tempatkan pada tempat dan fungsinya masing-masing secara unik (secara khas/khusus) dalam keberadaannya yang berbeda tapi satu dalam semangat; "semua untuk satu" dan 'satu untuk semua". Seharusnya "kepelbagaian" tersebut adalah 'aset' atau 'modal' untuk dapat mewujudkan karya-karya yang besar yang menyukacitakan hati Tuhan dan hati sesama; namun karena "kepelbagaian" atau "keragaman" (perbedaan) itu lantas digunakan untuk tujuan persaingan yang tidak sehat serta digunakan untuk kepentingan diri dan kelompok sendiri maka yang mewujud adalah realitas (kenyataan) yang bertentangan dengan apa yang dikatakan di ayat 25 : supaya jangan terjadi perpecahan di dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.."
     Yang terjadi di Korintus adalah ibarat masing-masing anggota tubuh saling menyombongkan diri dan melecehkan yang lain; yang satu merasa tidak memerlukan bantuan anggota tubuh yang lain; ibarat kaki bilang pada mata : aku tidak membutuhkan engkau. Maka selanjutnya yang terjadi adalah tubuh yang celaka dan lumpuh atau tubuh yang cacat/tubuh yang tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Itulah realitas Korintus dalam konteks penulisan surat 1 dan 2 Korintus; komunitas yang terpecah; komunitas yang kehilangan toleransi; komunitas kehilangan kerukunan; komunitas yang mengalami kematian solidaritas serta mengalami kematian kesatuan dan persatuan. Akibatnya, menjadi komunitas atau jemaat yang gagal; gagal menghadirkan diri menjadi rahmat bagi alam semesta. Buktinya, mereka adalah jemaat yang kaya dan mapan tapi tidak kunjung dapat mengumpulkan dana kemanusiaan atau bantuan diakonia bagi jemaat Yerusalem yang tengah dilanda bencana kelaparan yang dasyat. Mereka sebenarnya kaya dan banyak memiliki tokoh intelektual, tapi menjadi miskin dan tampak begitu lamban dan bodoh serta memalukan.
     Pesan spiritual atau pesan etis-teologis dari nas bacaan kita adalah : (1) Sadarilah akan realitas "keragaman" atau realitas "kebhinekaan" yang ada dalam kehidupan berumah-tangga dan berjemaat kita lalu bersyukur dalam doa (ibadah ritual) maupun dalam kegiatan pelayanan yang konkret (ibadah aktual) untuk saling melengkapi, saling bertolong-tolongan, bergandengan trangan serta bahu-membahu demi mencapi visi dan misi pelayanan ber GPIB kita bersama, yakni hadir mewujudkan damai sejahtera Allah bagi seluruh ciptaan melalui praktik hidup sebagai gereja  yang terus menerus diperbaharui. Kita hadir untuk memberlakukan kesetiakawanan-sosial serta kerukunan serta melalui kehadiran  yang membangun keutuhan ciptaan dalam memberi perhatian terhadap lingkungan hidup, semangat keesaan dan semangat kesatuan dan persatuan. (2) Bawa dan berkelakuan pula pola serta semangat kehidupan "rupa-rupa karunia tapi satu Roh" itu ke ranah kehidupan sosial kemasyarakatan dengan turut berperan membangun dan memperkuat jejaring dialog lintas iman (dialog antar umat beragama) baik di tingkat sinodal, mupel maupun lokal jemaat oleh masing-masing Majelis Jemaat setempat baik berupa dialog dengan perkataan tapi utamanya  dialog dalam program kegiatan kemasyarakatan yang konkret. (3) Berhentilah berbantah-bantahan dan hidup dalam perselisihan/ketidak-akuran; bangunlah dengan tulus dan jujur persekutuan jemaat Tuhan; karena hidup dalam perbantahan dan perselisihan/hidup dalam ketidak-aturan hanyalah akan mendatangkan celaka. Kita Amsal mengingatkan : "lebih baik sekerat roti disertai dengan ketentraman, dari pada makan daging serumah disertai dengan perbantahan. Orang yang serong hatinya akan jatuh kedalam celaka." (Amsal 17:1 dan 20). (4) Kelola dan manfaatkan semaksimal mungkin "kebhinekaan" atau "keragaman" yang Tuhan anugerahkan dalam kehidupan  ini untuk mewujudkan "kesatuan" dan "kekompakan" serta "kerukunan". Karena jelas hukumnya : bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Hidup dalam "kerukunan" adalah hidup yang baik dan indah di mata Tuhan. Mengenai hal ini, dengan gamblang Alkitab kita katakan : "Sungguh alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun .... sebab kesanalah TUHAN akan memerintahkan berkat, kehidupan untuk selaman-lamanya." (mazmur 133). ++++E.R.R+++++SGD.

DOA; sangat besar kuasanya

YESUS MEMBUATMU BERHARGA