KBRN, Denpasar : Agenda dua tahunan asah otak bertajuk kejuaraan Catur Bali Open Maranatha Cup X, akan digelar, 7-12 November 2011 di Komplek GOR Lila Bhuana Denpasar. Tradisi event ini mengundang pecatur bergelar Grandmaster (GM). “Kami secepatnya melakukan koordinasi dengan Pengprov dan PB. Percasi terkait dengan penetapan pecatur bergelar GM yang bisa tampil di event ini,” ucap Ketua Panitia Kejuaraan Catur Bali Open Maranatha Cup X/2011, Fredrik Billy, Selasa (4/10).
Fredik Billy menambahkan bahwa panitia membatasi peserta 150 orang, karena keterbatasan waktu penyelenggaraan. Selain menanti keterlibatan pecatur luar Bali, juga menunggu keterlibatan pecatur Bali baik yang bergelar maupun non gelar.
Peluang bagi pecatur di tanah air khususnya yang lolos PON sebagai ajang try out dan try in bagi pecatur putra Bali yang telah mengantongi tiket ke PON XVIII /2012 Pekanbaru, Riau.
“Panitia sepakat memberi keringanan biaya pendaftaran khusus bagi pecatur putra Bali yang telah lolos PON, tapi tidak bagi pecatur putri yang belum mengikuti Pra-PON. Keringanan biaya pendaftaran 50 persen dari Rp 150 ribu,” ujar Fredrik Billy.
Kejuaraan Catur Bali Open Maranatha Cup X, memperebutkan hadiah total Rp 15 juta, dan bagi sang juara memperoleh hadiah Rp 5 juta.
Pendaftaran ditutup menjelang pertemuan teknik 07 November 2011, atau menjelang berlangsungnya babak pertama dari 9 babak yang dimainkan.
Dibagian lain Pendeta GPIB jemaat Maranatha Denpasar, Adriano Wangkay, STh menjelaskan, kegiatan ini merupakan aplikasi pentingnya sosialisasi sebagai warga negara.
“Kami tak sekedar melulu ibadah, tapi juga menempatkan sosialisasi melalui kegiatan olahraga yang bisa memberi kontribusi kepada Bali khususnya Percasi. Event ini salah satu kegiatan diluar Ibadah yang dikaitkan dengan HUT ke-63 GPIB di Jemaat Maranatha Denpasar,” tuturnya. (Supriyono/AKS)
(Editor : Agus K Supono)
http://www.rri.co.id/index.php/detailberita/detail/1649
Bacaan : Daniel 6: 13 – 15 Saudara Terkasih ...... 'Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.' Itu adalah ungkapan yang ingin membesarkan hati seseorang ketika orang itu harus berhadapan dengan kesedihan akibat kegagalannya. Paling tidak, ungkapan itu tidak membiarkan orang itu tetap tenggelam dalam kegagalannya, sehingga dia masih bisa menatap kehidupannya ke depan dengan suatu pengharapan, sekecil apapun harapan itu. Paling tidak ungkapan itu membuka suatu peluang kepada seseorang untuk tidak terpenjara dalam kesedihannya.
Reaksi raja Darius dalam cerita ini memberi sedikit hiburan paling sedikit bagi Daniel.
Daniel tahu bahwa ia tidak bisa mengkhianati Tuhannya dengan berhenti beribadah kepada Tuhannya sekalipun peraturan itu dirancang dengan memperalat kekuasaan raja yang tak terbatas. Akan tetapi reaksi raja itu memberi sedikit penghiburan kepada Daniel. Paling tidak reaksi itu memberi petunjuk bahwa tidak semua orang memiliki rancangan jahat seperti musuh-musuhnya itu. Dalam segala sesuatu yang buruk, selalu saja ada yang baik juga sekalipun itu sedikit dan kecil. Walau sedikit dan kecil, itu juga menghibur. Kehadiran yang kecil dan sedikit itu sudah cukup untuk membuat orang tidak kehilangan harapan sama sekali. Pintu yang terkuak sedikit itu sudah cukup untuk membuat seseorang berpikir tentang sesuatu ke depan, dan tidak terjebak dalam kesulitan yang buntu. Begitulah seharusnya sikap orang beriman menghadapi masalah. Iman yang sedikit dan kecil bagai biji sesawi adalah awal dari hasil karya besar di kemudian hari. Dia adalah pintu kehadiran Tuhan dan harapan seseorang menemukan Tuhan dalam kesulitan. Dengan demikian tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak berharap kepada Tuhan ditengah gumul juang menghadapi kenyataan-kenyataan hidup, sebab Tuhan akan selalu menyiapkan dan membukakan pintu sebagai jalan keluar dari persoalan yang kita hadapi.SBU
Sekalian Presbiter dan Warga GPIB yang Tuhan Yesus kasihi.
Salam sejahtera !
1.Pada tanggal 31 Oktober 2011 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) genap berusia 63 tahun. Sebagai presbiter dan warga GPIB, kita patut mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus untuk hari bahagia itu. Ada dua hal yang patut kita syukuri. Pertama, kita patut mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Kepala Gereja karena Dia memberikan kepada GPIB wilayah pelayanan yang sangat luas dengan warisan yang sangat banyak dan sangat berharga. Sesudah Jemaat-Jemaat GPI yang ada di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah menjadi Gereja Mandiri dengan nama Gereja Masehi Injil di Minahasa (GMIM) dan Jemaat-Jemaat GPI yang ada di Maluku dan Irian Barat menjadi Gereja Mandiri dengan nama Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Jemaat-Jemaat GPI yang ada di Nusa Tenggara Timur menjadi Gereja Mandiri dengan nama Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), maka Sidang Sinode Am III Gereja Protestan di Indonesia (GPI) yang berlangsung di Bogor dari akhir Mei 1948 s/d awal Juni 1948 memutuskan bahwa “Jemaat-Jemaat GPI di luar wilayah pelayanan GMIM, GPM, dan GMIT yang secara geografis ada di bagian Barat wilayah pelayanan GMIM, bagian Barat dari wilayah pelayanan GPM, dan bagian Barat dari wilayah pelayanan GMIT menjadi Gereja Mandiri Ke-empat setelah GMIM, GPM, dan GMIT dengan nama Gereja Protestan di Indonesia (GPI) bagian Barat atau GPIB.Keputusan Sidang Sinode Am III GPI itu ditindak lanjuti dengan Proto Sinode yang berlangsung dari tanggal 25 Oktober dan berakhir pada tanggal 31 Oktober 1948 dengan Ibadah Peresmian Berdirinya GPIB di gedung Gereja Immanuel di Pejambon. Maka tanggal 31 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Berdirinya GPIB sebagai Gereja Mandiri. Kedua, kita patut mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Kepala Gereja karena Dia setia menjaga dan memberkati GPIB dalam melaksanakan panggilan dan pengutusannya sebagai Gereja. Ketika GPIB menjadi Gereja Mandiri pada tanggal 31 Oktober 1948, jumlah Jemaat GPIB hanya 53 Jemaat. Waktu itu GPIB hanya melayani di kota-kota besar. Sejak tahun 1960 GPIB mengubah dirinya menjadi Gereja Misioner dan melayani sampai ke pedalaman Kalimantan Barat, pedalaman Kalimantan Timur dan daerah-daerah terpencil lainnya. Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Kepala Gereja setia memberkati GPIB dan pelayanannya. Di usia 63 tahun GPIB memiliki 299 Jemaat yang tersebar di kota-kota besar, di kota-kota sedang, dan di kota-kota kecil dan 200 lebih Pos Pelkes yang tersebar di pedalaman Kalimantan Timur, di pedalaman Kalimantan Barat, di pedalaman Kalimantan Selatan, di pedalaman Sumatera Utara, di pedalaman Riau, di pedalaman Jambi, di pedalaman Sumatera Selatan, di pedalaman Lampung, dan di Kepulauan Riau.
2.Adalah tanggung jawab kita bersama sebagai presbiter dan warga GPIB untuk menata-layani dan mengembangkan Jemaat-Jemaat dan Pos Pelkes-Pos Pelkes yang adalah anugerah Tuhan agar Jemaat-Jemaat dan Pos Pelkes-Pos Pelkes itu berfungsi sebagai persekutuan yang melayani dan bersaksi di dalam dunia. Maka kehadiran seorang Pendeta sebagai Pelayan Firman dan Sakramen di Jemaat atau di Pos Pelkes menjadi faktor penting dalam rangka pembinaan dan penatalayanan Jemaat dan Pos Pelkes.
Persidangan Sinode XIX GPIB Tahun 2010 telah menetapkan Tata Gereja Tahun 2010. Tata Gereja Tahun 2010 memberi kewenangan hanya kepada Majelis. Sinode sebagai Pimpinan Sinodal GPIB untuk menempatkan Pendeta di Jemaat-Jemaat dan Pos Pelkes-Pos Pelkes. Berdasarkan mandat yang diberikan oleh Persidangan Sinode melalui Tata Gereja Tahun 2010, Majelis Sinode sebagai Pimpinan Sinodal GPIB menata alih tugas Pendeta sesuai dengan kebutuhan strategis GPIB, di samping sebagai upaya pemerataan dan penyebaran tenaga bina. Pertimbangan strategis itu harus dilihat dalam rangka pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan Gereja. Karena itu kita harus menempatkan kebutuhan strategis Gereja (GPIB) ini di atas kebutuhan setempat maupun kepentingan pribadi pendeta. Saat ini masih ada Jemaat dan Pos Pelkes yang tidak ada pendetanya. Artinya GPIB masih kekurangan tenaga pendeta untuk ditempatkan secara merata di seluruh Jemaat dan Pos Pelkes.
3.Untuk melaksanakan Panggilan dan Pengutusan Gereja, Persidangan Sinode XVIII GPIB Tahun 2005 telah menetapkan Visi dan Misi GPIB untuk 20 tahun mendatang (Tahun 2006 – 2026) yaitu “GPIB MENJADI GEREJA YANG MEWUJUDKAN DAMAI SEJAHTERA ALLAH BAGI SELURUH CIPTAAN” (Visi GPIB) dan (a) Menjadi Gereja yang terus menerus diperbaharui dengan bertolak dari Firman Allah yang terwujud dalam perilaku kehidupan warga gereja, baik dalam persekutuan maupun dalam hidup bermasyarakat; (b) Menjadi Gereja yang hadir sebagai contoh kehidupan yang terwujud melalui inisiatif dan partisipasi dalam kesetia-kawanan sosial serta kerukunan dalam masyarakat dengan berbasis pada kehidupan keluarga yang kuat dan sejahtera; (c) Menjadi Gereja yang membangun keutuhan ciptaan yang terwujud melalui perhatian terhadap lingkungan hidup, semangat keesa-an dan semangat persatuan dan kesatuan warga gereja sebagai warga masyarakat (Misi GPIB).
Berdasarkan visi dan misi tersebut, Persidangan Sinode XVIII GPIB Tahun 2005 menetapkan Pokok-Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG) Jangka Panjang Kedua Tahun 2006 – 2026. Selanjutnya Persidangan Sinode XIX GPIB Tahun 2010 menetapkan Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (KUPPG) Jangka Pendek Lima Tahun Kedua Tahun 2011 – 2016. Berdasarkan KUPPG hasil Persidangan Sinode XIX ini, Persidangan Sinode Tahunan (PST) Tahun 2011 menetapkan Program Kerja Sinodal GPIB Tahun 2011 – 2012 dengan Tema : “Manusia Baru Yang Terus Menerus Dibaharui” (Efesus 4 : 23 – 24). Dengan menjadikan tema pembaharuan sebagai payung kegiatan di tahun pertama KUPPG Jangka Pendek Kedua ini, memperlihatkan bahwa para presbiter dan segenap warga GPIB bersedia untuk memberi diri untuk terus menerus dibaharui oleh Roh Kudus. Kesediaan untuk memberi diri terus menerus dibaharui oleh Roh Kudus menuntut adanya keterbukaan untuk menerima kehadiran Roh Kudus untuk berkarya dalam diri dan kehidupan kita dan menuntun kita untuk bertumbuh ke arah yang lebih baik dan lebih bertanggung jawab sesuai kehendak Tuhan Yesus Kristus, Kepala Gereja. Pembaharuan yang terus menerus menyangkut perubahan sikap dan pembaharuan budi (Roma 12 : 2) yang harus nampak dalam tindak-tanduk atau perilaku, baik perseorangan maupun persekutuan. Bagi perseorangan, hal itu harus nampak dalam keterlibatan aktif dan komitmen setiap warga GPIB untuk memelihara keutuhan hidup dan membangun persekutuan yang melayani dan bersaksi yaitu jemaat missioner.
Bagi persekutuan, hal itu harus nampak dalam kebersamaan dan komitmen untuk memantapkan tata kelola kehidupan bergereja berdasarkan asas presbiterial sinodal, mengembangkan hubungan dinamis dengan Majelis Sinode dan menempatkan warga GPIB terutama para presbiter tidak lagi berorientasi hanya pada kepentingan Jemaat setempat (lokal) tetapi terutama berorientasi pada kepentingan GPIB secara sinodal. Alih tugas Pendeta harus dilihat dalam konteks kepentingan GPIB secara sinodal. Demikian pula kewajiban memberikan Persembahan Persepuluhan Bulanan dari Jemaat kepada Majelis Sinode juga harus dilihat dalam konteks kepentingan GPIB secara sinodal.
4.Dengan menatap visi dan mengemban misi yang telah kita gumuli dan tetapkan bersama, pada kesempatan yang berbahagia ini Majelis Sinode sebagai Pimpinan Sinodal GPIB menyampaikan pesan sebagai berikut :
4.1.Pembinaan Warga Gereja untuk meningkatkan keterlibatan aktif warga GPIB dalam melaksanakan panggilan dan pengutusan Gereja serta pembangunan Jemaat perlu menjadi perhatian utama para presbiter di Jemaat (bandingkan Efesus 4 : 12).
4.2.Menghadapi Pemilihan Penatua dan Diaken masa tugas 2012 – 2017 yang akan dilaksanakan secara serentak di semua Jemaat GPIB, sekalian warga sidi Gereja harus dipersiapkan dengan baik agar secara bertanggung jawab dapat terlibat secara aktif mensukseskan pelaksanaan Pemilihan Penatua dan DiakenTahun 2012.
4.3.Pelayanan dan Kesaksian Gereja harus diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan masyarakat dengan membina dan memberdayakan masyarakat serta pengembangan usaha melalui kegiatan UP2M yang sekarang sedang digalakkan oleh GPIB terutama di Pos Pelkes-Pos Pelkes. Karena itu segala karunia, talenta, potensi, dan bakat perlu disinergikan dalam rangka peran serta Gereja menjawab persoalan konteks kehadirannya.
4.4.Kita perlu mengasah kepekaaan untuk menjawab persoalan dalam konteks kehadiran Gereja, yaitu bangsa, masyarakat, dan NKRI. Untuk itu sudah bukan waktunya lagi kita membuang tenaga, waktu, dan dana yang begitu besar hanya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan internal, apalagi hanya didasari pada kepentingan-kepentingan sepihak.
4.5.Kita diingatkan oleh sabda Tuhan Yesus : “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak; sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15 : 5b). Mari kita lanjutkan perjalanan persekutuan GPIB ini untuk melayani dan bersaksi di bumi Indonesia tanpa melupakan persekutuan kita dengan Dia, Yesus Kristus, Tuhan dan Kepala Gereja. Bagi Dialah kemuliaan selama-lamanya !
Bacaan : Kitab Daniel 3: 24-27
Saudara terkasih...
Dalam perikop kita ternyata Tuhan yang menciptakan alam, mengontrol hukum alam demi keselamatan anak-anak-Nya. Api tidak membakar tiga penyembah Tuhan. Mujizat adalah hal yang biasa pada pihak Tuhan. Memang apa-apa yang bagi Tuhan biasa, bagi manusia pasti luar biasa. Malahan Nebukadnezar melihat orang keempat dengan rupa seperti anak dewa. Sebagai raja dia terbiasa dengan penampilan manusia. Ada yang penampilannya menunjukkan bahwa dia hamba, orang merdeka biasa, tapi ada penampilan anak raja. Nebukadnezar melihat aura anak dewa pada pribadi yang menemani Sadrakh, Mesakh dan Abednego.
Maka Nebukadnezar berubah. Dia memanggil keluar tiga orang itu, tidak lagi sebagai pesakitan, tetapi sebagai hamba Allah yang Mahatinggi. Terjadi perobahan status luar biasa dari Sadrakh, Mesakh dan Abednego di mata Nebukadnezar.
Mempertahankan iman kita dalam masyarakat yang mayoritasnya berbeda iman, bukanlah hal yang mudah. Bahkan ketika kita tetap tuluspun, selalu ada usaha untuk menyingkirkan kita. Kadang-kadang usaha ini kelihatannya dilakukan berdasarkan hukum, yang memang dirumuskan untuk merugikan anak-anak Tuhan. Godaannya sangat jelas. Kalau kita mengikuti arus umum, kelihatannya semua akan beres. Nyatanya dalam arus umum itu sendiripun ada banyak sekali hal yang tidak beres.
Maka masukilah hari kerja yang baru ini dengan tetap mengerjakan iman, harap dan kasih ditengah pekerjaan dan pergaulan. Sebab dari sanalah Tuhan akan berkarya dan membuat kehidupan kita mampu bertahan ditengah pergumulan. Kita hidup dalam perilaku iman karena kita tahu bahwa Tuhan Allah sendiri yang menyertai kita dan akan menolong kita dalam banyak pergumulan. Dan pada saatnya akan menjadi jelas bagi sesama kita bahwa Tuhan menyertai kita...
Bacaan : Kitab Daniel 3: 13-23.."Dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari tanganku"?. Demikian pertanyaan Nebukadnezar. ...." Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini"... Demikian jawab Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka tidak mau melayani dialog tentang dunia dewa. Sebab dalam dialog macam ini orang sulit untuk menjadi terbuka dan toleran. Orang akan cenderung mengatakan bahwa apa yang dia anut itulah yang paling bagus dan hebat. Dalam semangat yang sama dia memandang yang lain lebih rendah. Karena itu ketiga orang muda ini memilih untuk menjelaskan posisi iman mereka. Kalau Tuhan sanggup melepaskan, ya Tuhan akan melepaskan. Tapi kalaupun tidak, mereka tetap tidak akan menyembah patung. Sebab dalam menyembah patung manusia menyembah hasil pekerjaan tangannya. Ini pemberhalaan.
Pemberhalaan dilakukan oleh manusia. Bukan oleh bendanya sendiri. Pemberhalaan terjadi ketika manusia memberikan nilai keilahian terhadap benda tertentu. Pemberhalaan bisa terjadi terhadap benda-benda alam maupun terhadap benda ciptaan manusia. Bisa terjadi terhadap ideologi, juga terhadap tekhnologi, bahkan gaya hidup. Pokoknya apabila kita memberi nilai bagi apa saja, lebih tinggi dari Allah, maka kita mengilahikannya.
Pemberhalaan bukan hanya terjadi pada zaman Nebukadnezar. Batu tertentu, pohon tertentu, keris tapi juga tekhnologi informasi, mall dan mode, semuanya bisa menjadi berhala. Semuanya diberikan nilai ilahi begitu rupa sehingga bisa menjadi lebih penting dari Tuhan sendiri dalam kehidupan kita. Kita malahan sering jatuh dalam pemberhalaan tanpa kita sadari.
Akhiri hari ini dengan doa. Mohon Tuhan melepaskan kita dari kecenderungan pemberhalaan yang sia-sia. Mohon Tuhan saja yang menjadi Allah kita. Sebab Dialah Pencipta segala sesuatu. Sembahlah sang Pencipta. Jangan menyembah ciptaan.(SBUrabu051011malam)
Pernahkah anda mengalami dalam hidup ini bahwa awal mulanya segala sesuatu bejalan sebagaimana yang direncanakan dan seolah segala sesuatu begitu sempurna, namun tanpa dapat diduga sebelumnya satu persatu yang dibangun mulai runtuh hingga tak tersisa satupun? Krisis demi krisis pernah kita lalui sebagai sebuah bangsa, yang telah memberi dampak keterpurukan pada berbagai sendi kehidupan masyarakat. Namun demikian pada masa krisis itu tak dapat disangkal kita menemukan pribadi-pribadi yang kokoh berdiri bahkan mampu untuk bangkit dan meraih sukses yang besar.
Hari ini kita belajar dari kisah Daniel yang bertumbuh di tengah situasi yang sukar dan kepiawaiannya dalam memimpin telah menjadi model kepemimpinan yang berarti bagi kita di masa kini. Nebukadnezar telah memanggil dan mengumpulkan seluruh penasihatnya untuk dapat mengatakan mimpi dan arti mimpinya. Bahkan Ia memberikan peringatan jika mereka tidak dapat mengatakan mimpi dan artinya, maka hukuman akan diberikan. Daniel adalah salah satu orang pandai yang ada dan diharapkan akan dapat memberikan pandangannya. Daniel mengawali segala sesuatu dengan dengan mengajak ketiga temannya untuk berdoa, dan menantikan jawaban Tuhan untuk menyingkapkan mimpi dan arti mimpi Nebukadnezar. Jika Tuhan melakukannya, maka mereka pun akan terbebas dari hukuman yang akan ditimpakan. Tuhan menjaab doa daniel dan teman-temannya. Allah menyingkapkan rahasia mimpi Nebukadnezar melalui Daniel. Tuhan memakai Daniel untuk menjadi saksi-Nya. Ada saat dimana kita menghadapi krisis yang tak terelakkan saat itu kita berupaya untuk memahami maksud Tuhan bagi kita dan sesama. Jangan habiskan waktu dan tenaga anda hanya terfokus pada kesulitan yang dihadapi. Sediakan waktu untuk bertanya pada Tuhan dan berilah otoritas bagi-Nya untuk bekerja menyingkapkan berbagai perkara yang tersembunyi bagi anda. Percayalah Tuhan akan bertindak.
Kenyataan yang tumbuh di tengah kehidupan masyarakat kita sungguh sangat memprihatinkan. Khusus masalah korupsi dan terorisme tumbuh di negeri ini dan sepertinya sulit diberantas. Korupsi yang terus merajalela merupakan penyakit akut yang telah menjangkiti setiap sendi kehidupan bangsa. Banyak orang menyadari dan mengakui merupakan hal yang berbahaya, namun hukum dalam pemberantasan korupsi masih terbilang lemah. Ada juga yang berpendapat bahwa korupsi terus merajalela, karena adanya mata rantai "kleptokrasi" (diperintah para pencuri) belum terputus sehingga menyebar kemana-mana. Demikian pula masalah terorisme. Indonesia masih menjadi surga bagi para teroris, salah satu penyebabnya adalah karena lemahnya penegakan hukum bagi para pelaku aksi terorisme tersebut. Lemahnya sistem hukum dan penegakannya di negeri ini dinilai menjadi penyebab tumbuhnya aksi korupsi oleh para koruptor dan aksi teror oleh para teroris.
TELAAH PERIKOP
Tujuan dari I & II Raja-Raja adalah untuk menunjukkan apabila raja menunjukkan kesetiaan kepada Allah dan memerintah dengan adil, maka bangsanya akan diberkati. Sebaliknya pada saat raja tidak mengindahkan firman Allah dan memerintah dengan semena-mena, maka bangsanya mengalami kemerosotan, terpecah, dan ditaklukkan oleh musuh-musuhnya. Kedua kitab ini menjelaskan berkat-berkat yang diterima akibat kesetiaan dan ketaatan kepada Tuhan, dan hukuman yang ditimpakan-Nya karena ketidaksetiaan dan ketidak-taatan.
Sebelas fasal pertama dengan kitab I Raja-Raja membahas sekitar pemerintahan Salomo. Kitab I Raja-Raja diawali dengan laporan bahwa Daud telah memerintah kira-kira 40 tahun. Sekarang ia telah lanjut usia dan sakit-sakitan. Adonia, anaknya yang tertua yang masih hidup bersekongkol dengan Yoab, keponakan Daud dan panglima pasukan, dan Abyatar, imam kepala untuk menjadikan dirinya sebagai raja walaupun ia tahu bahwa Allah telah memilih Salomo sebagai pengganti raja Daud (1 Raja-Raja 2:15). Nabi Natan mengingatkan Batsyeba akan persekongkolan ini dan Natan sendiri menghadap Daud untuk memberitahukannya tentang hal ini. Daud langsung mengangkat Salomo sebagai raja.
Pesan terakhir Daud kepada Salomo agar ia melakukan kewajibannya dengan setia terhadap Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dengan tetap mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan dan ketentuan-Nya supaya ia berhasil dalam segala yang dilakukan dan yang dituju (1 Raja-Raja 2:2-4).
Perikop I Raja-Raja 2:22-27 berisi tindakan tegas Salomo terhadap Adonia, saudaranya dan Abyatar, imam kepala. Dua orang yang pernah bersongkol untuk menduduki takhta Daud melawan penetapan Allah. Salomo agaknya membaca bahwa kedua orang ini memanfaatkan Batsyeba, ibundanya untuk mengajukan permohonan yang bertentangan dengan rencana Allah. Tindakan tegas dengan menghukum mati Adonia dan memecat Imam Abyatar ditunjukkan Salomo di awal pemerintahannya sebagai Raja Israel. Keputusan untuk mengeksekusi kedua orang tersebut dilakukan Salomo berlandaskan kebenaran yang diyakininya direstui Tuhan demi keselamatan kerajaan Israel. Tentang eksekusi Adonia, Salomo mengatakan "Oleh sebab itu, demi Tuhan yang hidup, yang menegakkan aku dan mendudukkan aku di atas takhta Daud, ayahku, dan yang membuat bagiku suatu keluarga seperti yang dijanjikan-Nya: pada hari ini juga Adonia harus dibunuh." (ay. 24). Tentang pemecatan Abyatar, Alkitab menyaksikan bahwa Abyatar pantas mendapatkannya, "Lalu Salomo memecat Abyatar dari jabatannya sebagai imam Tuhan. Dengan demikian Salomo memenuhi firman Tuhan yang telah dikatakan-Nya di Silo mengenai keluarga Eli." (ay. 27)
RENUNGAN DAN PERTANYAAN PENDALAMAN
Tindakan Salomo di awal pemerintahannya sebagai raja Israel terkesan sangat kejam dan sewenang-wenang. Keputusan Salomo untuk tidak mengabulkan permintaan ibundanya, bahkan mengeksekusi mati Adonia dan memecat imam kepala Abyatar dari jabatannya merupakan keputusan yang sangat berani. Tindakan ini dilakukan Salomo dalam kesadaran bahwa rencana masa depan Israel yang telah dinyatakan Tuhan kepada ayahnya, Daud, akan hancur jika ia tidak mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap kedua orang itu. Demi masa depan Israel yang damai sejahtera, aman dan tenteram sesuai rancangan Allah, Salomo berani mengambil tindakan hukum tersebut. Kebijakan Salomo ini di akhir perikop (ay. 46) menyatakan bahwa kerajaan Israel semakin kokoh di tangan Salomo dan Salomo pun semakin disegani dan dihormati rakyatnya karena kebijaksanaannya itu (3:28).
Dilatarbelakangi oleh kebijakan raja Salomo ini, mari kita diskusikan dengan panduan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
1. Apakah Saudara dapat menerima tindakan hukum yang dilakukan Salomo demi keselamatan masa depan Israel?
2. Apakah ketegasan kebijakan model Salomo ini harus menjadi pola bagi pemimpin bangsa di mana pun?
3. Bagaimana pandangan Saudara terhadap kebijakan hukum yang harus ditempuh para pemimpin dalam upaya pemberantasan korupsi dan aksi terorisme di negeri ini?(Sabda Guna Krida)